Jaksa: Sambo Punya Cukup Waktu Pikirkan Pembunuhan
Jaksa menilai bekas Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat. Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR, REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo, terdakwa perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dan juga perkara perintangan penyidikan tewasnya Nofriansyah, dituntut pidana penjara seumur hidup. Sambo dinilai terbukti merencanakan perampasan nyawa Nofriansyah dengan sempurna.
Jaksa meyakini Sambo memikirkan dalam waktu yang cukup, kemudian menentukan waktu, tempat, cara, dan alat untuk membunuh Nofriansyah. Sambo juga diyakini memikirkan cara agar orang lain tak mengetahui bahwa ia adalah pembunuhnya.
Dalam sidang pembacaan tuntutan terhadap Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023), Jaksa Rudy Irmawan meminta majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santoso menyatakan Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah. Jaksa juga menuntut majelis hakim menyatakan Sambo terbukti bersalah dalam hal perintangan penyidikan tewasnya Nofriansyah, yaitu melakukan tindakan yang berakibat terganggunya sistem elektronik sehingga menjadi tidak bekerja.
”Menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana seumur hidup,” kata jaksa penuntut umum.
Sidang tuntutan Sambo mundur sekitar satu jam dari jadwal semula pukul 09.30. Ruang sidang utama PN Jakarta Selatan sudah dipenuhi banyak orang saat Sambo memasuki ruang sidang pukul 10.33.
Ia melepas rompi tahanan berwarna merah dengan nomor 01. Seorang perempuan bernama Syarifah berupaya menarik tangan dan memeluk Sambo.
Tindakan perempuan berpakaian serba hitam itu mengejutkan polisi yang mengawal Sambo. Mereka menghentikan Syarifah, lalu memintanya meninggalkan ruangan sidang. Pada persidangan 29 November 2022, Syarifah juga melakukan hal serupa dengan alasan mengagumi Sambo.
Unsur terpenuhi
Jaksa menilai, Sambo memenuhi unsur pembunuhan berencana. Unsur ini termasuk dalam Pasal 340 KUHP yang berarti pelaku memikirkan, menimbang, dan menentukan waktu, tempat, cara, serta alat yang akan digunakan untuk pembunuhan. Pelaku juga mengetahui akibat perbuatan dan memikirkan cara agar orang tak mudah mengetahui ia adalah pembunuhnya.
Unsur inilah yang membedakannya dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan. Dalam Pasal 338, tindakan harus spontan atau digolongkan spontan, yaitu bukan sesuatu yang telah dipikir dan ditimbang untung ruginya dan cara-cara pelaksanaannya.
Menurut jaksa, unsur dengan rencana lebih dulu terpenuhi, salah satunya melalui keterangan Ricky Rizal, Richard Eliezer, Kuat Ma’ruf, dan Ferdy Sambo tentang kronologi sebelum pembunuhan. Berdasarkan keterangan saksi dan Sambo, Putri Candrawathi, istri Sambo, menelepon Sambo pada 8 Juli 2022 dini hari untuk memberi tahu perbuatan Nofriansyah di Magelang, Jawa Tengah.
Setelah Putri sampai di Duren Tiga, Jakarta, Sambo menemuinya dan berkata akan mengonfirmasi kepada Nofriansyah. ”Mendengar Putri menceritakan kejadian, Ferdy Sambo bilang akan mengonfirmasi. Ia mulai merencanakan dengan memikirkan serta menimbang-nimbang dan kemudian menentukan waktu, tempat, cara, atau alat yang akan digunakan untuk pembunuhan tersebut,” kata jaksa.
Setelahnya, ujar jaksa, Sambo memanggil Richard Eliezer dan menyuruhnya menembak Nofriansyah, mengisi peluru, serta meyakinkannya bahwa ia akan menjaga anak buahnya itu. Sambo menambahkan, apabila ia yang menembak, tak ada yang bisa menjaga mereka semua.
”Dalam hal ini, terdakwa Sambo telah terpikirkan akibat dari pembunuhan atau cara-cara lain agar tidak mudah diketahui bahwa ia pembunuhnya,” lanjut jaksa.
Jaksa menilai, perbuatan Sambo memenuhi unsur dengan rencana lebih dulu karena menentukan waktu dan tempat pembunuhan dengan mengatakan, ”Lokasinya di (Duren Tiga) 46.” Sambo pun menjelaskan berulang-ulang skenario pelecehan seksual oleh Nofriansyah terhadap Putri kepada Richard Eliezer dan meyakinkannya bahwa ia aman karena membela Putri dan membela diri.
Berdasarkan fakta persidangan, Sambo juga mengiyakan kepada bekas anak buahnya, bekas Kepala Biro Provos Propam Polri Benny Ali, bahwa peristiwa tembak-menembak dan pelecehan seksual adalah rekayasa. Menurut jaksa, hal itu membuktikan Sambo sedari awal melakukan perencanaan. Untuk menyempurnakan rencananya, Sambo meminta agar alat bukti rekaman kamera pemantau di kompleks rumahnya dimusnahkan.
”Dengan demikian, berdasar keterangan saksi ahli, surat, dan barang bukti yang dikemukakan di persidangan, unsur dengan rencana lebih dahulu telah terbukti menurut hukum,” kata jaksa penuntut umum.
Tak ada hal meringankan
Menurut jaksa, hal yang memberatkan ialah perbuatan Sambo mengakibatkan hilangnya nyawa Nofriansyah dan menyebabkan duka mendalam bagi keluarganya. Perbuatan Sambo juga menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat. Selain itu, Sambo dinilai berbelit-belit dan tak mengakui perbuatannya dalam persidangan. Perbuatan Sambo dinilai tak pantas dilakukan seorang penegak hukum yang juga petinggi Polri.
Jaksa menilai, perbuatan Sambo mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia serta dunia internasional. Perbuatan Sambo menyebabkan banyak anggota Polri turut terlibat dalam perkara ini. ”Hal-hal yang meringankan, tidak ada,” ujarnya.
Seusai tuntutan disampaikan, majelis hakim mempersilakan Sambo berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, Arman Hanis. Arman meminta waktu untuk menyiapkan pleidoi atau nota pembelaan yang akan diajukan secara pribadi oleh terdakwa dan penasihat hukum. Majelis hakim memutuskan sidang dengan agenda penyampaian pembelaan Sambo dan penasihat hukumnya digelar pada hari Selasa (24/1/2023).
Senin lalu, jaksa membacakan tuntutan terhadap dua terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah, yakni Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal. Mereka dituntut 8 tahun penjara.