Jelang Sidang Putusan, Hakim Diharap Beri Hukuman Adil
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan telah menjadwalkan pembacaan vonis bagi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J pada Senin, 13 Februari 2023.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, yakni Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf, akan menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023) hingga Rabu (15/2/2023). Majelis hakim diharapkan memberikan hukuman seadil-adilnya dengan menyandarkan keputusan pada fakta hukum.
Berdasarkan informasi dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi akan menjalani sidang vonis pada Senin, dilanjutkan dengan sidang vonis untuk Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf pada Selasa. Sementara Bharada E atau Richard Eliezer akan menjalani sidang vonis pada Rabu.
Selain sidang kasus pembunuhan Nofriansyah, PN Jakarta Selatan juga akan menggelar sidang vonis kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait kasus Nofriansyah mulai Kamis (23/2/2023). Sidang digelar untuk terdakwa Hendra Kurniawan, Arif Rachman, dan Agus Nurpatria. Kemudian pada Jumat (24/2/2023), giliran terdakwa Irfran Widyanto, Chuck Putranto, dan Baiquni Wibowo yang dijadwalkan menjalani sidang vonis.
Kuasa hukum Bharada E atau Richard Eliezer, Ronny Talapessy, Sabtu (11/2/2023), menjelaskan tidak ada persiapan khusus dari pihaknya menjelang sidang putusan karena sudah melakukan pembelaan maksimal. Kliennya juga sudah mengakui keterlibatannya dalam kasus ini dan tidak menutup-nutupi fakta apa pun.
Sepanjang persidangan, Ronny menambahkan, semua keterangan yang disampaikan kliennya juga tidak terbelit-belit dan berkesuaian dengan bukti-bukti yang lain.
”Harapan kami tentu saja majelis hakim dapat memberikan keadilan bagi Eliezer dengan putusan seadil-adilnya. Soal tuntutan, seharusnya jaksa punya dasar yang kuat tidak ragu-ragu,” ujarnya.
Meskipun begitu, ia menyayangkan tuntutan yang diberikan jaksa karena sempat mengakui adanya ”dilema yuridis”, khususnya mengenai status Richard sebagai justice collaborator (JC). Ia berharap status JC benar-benar dipertimbangkan oleh majelis hakim karena kejujuran Richard membuat pengungkapan kasus ini menjadi lebih terang.
Kontribusi keterangan Richard dinilai membantu melancarkan persidangan. Ia juga heran mengapa kejujuran Richard malah diganjar dengan tuntutan hukuman yang berat.
”Semestinya kualitas perbuatan tidak lagi menjadi hal utama karena yang terpenting adalah kerja sama dan konsistensi terdakwa Eliezer sebagai JC dalam mengungkap perkara. Semangat inilah yang seharusnya mendasari substansi tuntutan sehingga penuntut umum terhindar dari situasi ’dilema yuridis’,” ucapnya.
Harapan kami tentu saja majelis hakim dapat memberikan keadilan bagi Eliezer dengan putusan seadil-adilnya. Soal tuntutan, seharusnya jaksa punya dasar yang kuat tidak ragu-ragu.
Menjadikan status JC sebagai pertimbangan utama juga bentuk keadilan hukum seperti yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pemberlakuan status JC ini juga penting untuk mengedukasi warga negara agar tidak takut berkata jujur di hadapan hukum, terlepas dari ancaman yang mungkin datang.
”Saya kira hakim telah menyimak dan mencermati dengan saksama semua fakta persidangan, bukti-bukti, serta argumen yang ada selama proses persidangan ini. Mari kita sama-sama dukung dan mendoakan agar majelis hakim yang terhormat mendapatkan hikmat dari Tuhan, dituntun oleh hikmat Tuhan, sehingga dapat mengambil keputusan yang adil, seadil-adilnya buat Richard Eliezer dan korban almarhum Brigadir Joshua Hutabarat,” kataynya.
Hal yang sama diungkapkan oleh kuasa hukum Putri Candrawathi, Febri Diansyah. Ia berharap majelis hakim memvonis kliennya seadil-adilnya dan menyadarkan putusan terhadap fakta-fakta dan argumen hukum yang sudah disampaikan di persidangan. Tim kuasa hukum menilai, Putri Candrawathi benar merupakan korban kekerasan seksual, yang didasarkan pada alat bukti yang ada di persidangan.
Untuk itu, status Putri sebagai korban haruslah menjadi pertimbangan dalam vonis nantinya. Ia juga berharap agar majelis hakim memutus dengan jernih, tanpa terpengaruh amarah, tekanan ataupun keriuhan publik di luar persidangan.
”Saya mendukung setiap pelaku dihukum seadil-adilnya. Namun, untuk yang bukan pelaku jangan sampai dihukum hanya karena amarah dan tekanan di luar sidang. Keterangan Bu Putri sebagai korban layak dipercaya karena sudah diverifikasi oleh psikolog forensik di persidangan,” ucapnya.
Penjagaan diperketat
Kepala Seksi Humas Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Nurma Dewi menerangkan, Polri akan memperketat penjagaan selama persidangan vonis digelar. Ia menyebut, penjagaan akan banyak juga melibatkan polisi wanita. Personel kepolisian yang berjaga merupakan gabungan dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Selatan, dan pasukan Gegana dari Korps Brimob.
”Pasti diperketat, cuma untuk jumlahnya masih direkap. Yang pasti lebih dari 200 personel karena kami polwan turun semua,” ucapnya.
Pelibatan pasukan Gegana Brimob dimaksudkan untuk mengantisipasi berbagai ancaman, salah satunya ancaman bom. Personel Brimob ini akan mulai menyisir area Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Minggu (12/2/2023), sehari sebelum sidang berjalan.
”Gegana itu wajib karena takut ada bom atau apa. Kalau Brimob, dari besok sudah menyisir (area PN Jakarta Selatan),” ujarnya.
Dzuyamto dari Humas PN Jakarta Selatan mengatakan, untuk mengantisipasi antusiasme masyarakat yang berbondong-bondong datang ke ruang sidang, pihaknya telah menyiapkan layanan siaran langsung lewat media sosialnya. ”Mengingat terbatasnya kapasitas ruangan sidang, akses kita berikan lewat Youtube agar masyarakat bisa mengikuti jalannya persidangan tanpa harus hadir di PN Jakarta Selatan,” katanya.