NU kembali memperkuat perannya di tingkat internasional. Setelah G20 Religion Forum, NU kini menginisiasi Muktamar Internasional Fiqih Peradaban. PBNU juga membentuk Badan Pengembangan Jaringan Internasional.
Oleh
IQBAL BASYARI, DIAN DEWI PURNAMASARI, Mawar Kusuma
·4 menit baca
Tepuk tangan yang meriah mengiringi acara penyerahan bendera G20 Religion Forum atau R20 dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf kepada para pemimpin agama dari India, awal November 2022. Penyerahan bendera itu menjadi simbol tonggak estafet keberlanjutan penyelenggaraan R20 yang diinisiasi PBNU kepada India yang akan digelar tahun ini, seiring dengan pergantian Presidensi G20 dari Indonesia ke India.
Dalam forum R20, lebih dari 400 pemimpin agama, sekte, dan aliran kepercayaan dari dalam dan luar negeri berkumpul untuk membangun dialog yang jujur dan lugas terkait topik yang menjadi persoalan dunia. Di akhir pertemuan, para pemimpin agama sepakat bergabung dalam suatu aliansi global guna menciptakan jembatan di antara bangsa, negara, dan peradaban yang berbeda-beda. Diharapkan bisa terbangun kesepahaman serta kehendak bersama mengembangkan peradaban dan tatanan dunia yang harmonis berlandaskan nilai-nilai mulia.
Tiga bulan berselang, undangan dari Jalan Kramat Raya, Jakarta, kantor PBNU, kembali diterima ulama Muslim dunia untuk mengikuti Muktamar Internasional Fiqih Peradaban di Surabaya, Senin (6/2/2023). Forum yang menjadi rangkaian peringatan Satu Abad NU itu akan diikuti sekitar 70 ulama dari sejumlah negara di Timur Tengah, serta Benua Eropa, Amerika, Afrika, dan Asia. Mereka akan mengulas berbagai persoalan kontemporer dari susut pandang Islam, mulai dari format negara-bangsa, relasi dengan non-Muslim, hingga tata politik global.
Ketua Panitia Nasional Halaqah Fiqih Peradaban Ulil Abshar Abdalla awal Februari 2023 menuturkan, muktamar akan membahas masalah yang penting dan relevan buat umat Islam, yaitu konsep negara bangsa. Di berbagai belahan dunia, masih ada kelompok dalam Islam yang mempersoalkan keabsahan negara bangsa. Mereka ingin mendirikan negara berbasiskan agama seperti khilafah, dan negara Islam. Negara bangsa merupakan fenomena baru bagi umat Islam setelah negara khilafah ambruk pada 1923. Padahal, konsep itu yang menaungi hampir seluruh umat Islam saat ini.
”Implikasi dari negara bangsa salah satunya adalah semua warga negara diperlakukan sama. Tidak ada lagi pemilahan berdasarkan afiliasi keagamaanya seperti dalam konsep negara agama. Ulama-ulama harus memikirkan hal ini,” tuturnya.
Selain itu, muktamar juga akan membahas poin penting mengenai kedudukan minoritas dalam negara bangsa. Sebuah tata dunia baru berupa institusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatur hubungan internasional antarbangsa tidak pernah dibahas dalam konsep negara agama. Bahkan, tak sedikit yang menolak keabsahan PBB. Dalam muktamar yang akan dihadiri ratusan ulama dari seluruh dunia itu, legitimasi PBB sebagai institusi yang mengatur tatanan dunia baru itu akan dibahas dalam sudut pandang keagamaan.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Najib Azca, menuturkan, ketika NU banyak memperbincangkan isu-isu global dan peradaban dunia, hal itu bukan sesuatu yang baru. ”Bahkan, sejak kelahirannya, NU sudah menjadi lembaga keagamaan yang punya perhatian ke isu global,” ujarnya.
Beberapa tahun terakhir, NU kembali memperkuat perannya di tingkat internasional. Sejalan dengan komitmen itu, PBNU di bawah kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf juga membentuk Badan Pengembangan Jaringan Internasional (BPJI) yang bertugas menindaklanjuti kerja sama yang dilakukan NU.
Dari aspek sejarah, menurut Najib, pendirian NU pada 16 Rajab 1344 Hijriah yang bertepatan dengan 31 Januari 1926 merupakan upaya dalam menjawab permasalahan global. Kala itu, umat Islam dunia kehilangan kiblat peradaban akibat runtuhnya kekhalifahan Ottoman Turki. Semangat itu kemudian dimanifestasikan dengan pembentukan jamiyyah dengan memilih bola dunia sebagai lambang NU.
Najib mengatakan, beberapa tahun terakhir NU kembali memperkuat perannya di tingkat internasional. Sejalan dengan komitmen itu, PBNU di bawah kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf juga membentuk Badan Pengembangan Jaringan Internasional (BPJI) yang bertugas menindaklanjuti kerja sama yang dilakukan NU. Adapun BPJI dipimpin oleh Jodi Mahardi yang merupakan Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Atas peran di kancah internasional tersebut, Najib menilai NU bisa memainkan peran menjadi jembatan peradaban. Hal ini tecermin dari keberlanjutan R20 dari Indonesia yang tahun ini dilakukan di India. Posisi kuat NU ini, selain dipengaruhi jumlah pengikutnya yang sangat banyak, juga disebabkan peranan kiai NU yang dinilai mampu menjaga politik kebangsaan di dalam negeri. Bahkan, NU berani membicarakan masalah-masalah sensitif keagamaan yang selama ini jarang dibahas.
”NU sangat bisa menjadi jembatan peradaban karena bisa membangun peranan dalam diplomasi global dan berani mengartikulasikan permasalahan penting dunia meskipun sensitif untuk dibicarakan,” ujar Najib.
Ketua BPJI Jodi Mahardi mengatakan, pembentukan BPJI akan memperkuat peran NU dalam tatanan sosial, politik, dan keamanan dunia berdasar nilai-nilai keagamaan. Ke depan, BPJI akan lebih aktif dalam penyelesaian masalah-masalah global dengan menempatkan penyelesaian konflik antaragama sebagai solusi atas segala problematika yang berkembang. Sebab, tidak bisa dinafikan, agama bisa menjadi salah satu pemicu konflik di berbagai belahan dunia.
Dalam menjalankan peran diplomasi, katanya, BPJI mengedepankan pendekatan kemanusiaan, keadilan, dan persamaan hak. Prinsip humanitarian terus dikedepankan dalam menjalankan diplomasi dalam membangun peradaban dunia. ”NU akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan saat ini yang tantangannya sangat kompleks,” katanya.
Tidak baik-baik saja
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, kondisi dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Ada kekacauan dan peperangan di sejumlah negara yang membutuhkan peran ulama dunia. Di sinilah peran NU dibutuhkan untuk mengubah perilaku masyarakat internasional. Inisiasi-inisiasi sejumlah kegiatan menjadi bentuk nyata NU untuk berperan dalam menyelesaikan permasalahan global.
”Menuju abad kedua, NU lebih banyak mengambil peran global karena dunia ini tidak baik-baik saja,” tutur mantan Rais Aam PBNU itu.
CEO Center for Shared Civilizational Values C Holland Taylor menilai, krisis yang terjadi di berbagai belahan dunia harus segera dicari jalan keluarnya. Tokoh agama perlu mengambil peran yang lebih untuk menyelesaikan masalah itu melalui pendekatan nilai-nilai luhur agama. Karena itu, langkah NU dalam menginisiasi berbagai forum antarumat beragama jadi sangat vital karena tokoh agama yang memiliki pengaruh besar kepada umatnya bisa menjadi penentu sebagai solusi atas masalah-masalah tersebut.
Ia menilai, langkah PBNU yang kembali menguatkan peran internasional adalah langkah baik. Sebab, beberapa tahun terakhir, peran NU di internasional cenderung menurun. Padahal, kondisi dunia sedang membutuhkan peran dari berbagai pihak.
Pengajar di Departemen Hubungan Internasional Universitas Paramadina Benni Yusriza menilai, keberhasilan NU menjaga stabilitas nasional di abad pertamanya menjadi modal penting memainkan peran diplomasi internasional. Sebab, kedigdayaan NU akan diuji, apakah hanya sebatas di tingkat nasional, atau bisa memperkuat perannya di kancah internasional.
Diplomasi yang dilakukan NU bakal lebih ekspansif jika tidak hanya terlibat di masalah keislaman, tetapi di segala bidang sesuai dengan keahlian yang dimiliki warga nahdliyin.
Ia menilai, NU memiliki potensi memperluas pengaruh diplomasi yang tidak hanya menyoal agama. Diaspora NU yang tersebar di sejumlah negara bisa memainkan peran di sektor lain, misalnya hak asasi manusia, ketenagakerjaan, bisnis, dan teknologi. Mereka bisa menjalankan peran yang lebih strategis dalam forum formal yang diselenggarakan berbagai pihak.
”Diplomasi yang dilakukan NU bakal lebih ekspansif jika tidak hanya terlibat di masalah keislaman, tetapi di segala bidang sesuai dengan keahlian yang dimiliki warga nahdliyin,” kata Benni.