Soal ”Reshuffle”, PDI Perjuangan Menyerahkan kepada Presiden Jokowi
Setelah mendorong pengurangan jatah kursi menteri Partai Nasdem di kabinet, kini PDI-P mulai mengendurkan tekanan. PDI-P menyerahkan keputusan perombakan kabinet kepada Presiden Jokowi.
Oleh
NINA SUSILO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah mendorong pengurangan jatah menteri dari Partai Nasdem, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mulai mengurangi tensi. Reshuffle atau perombakan kabinet diserahkan kepada Presiden Joko Widodo sebagai pemilik kewenangan.
Sekretaris Jenderal DPP PDI-PHasto Kristiyanto mengatakan bahwa soal reshuffle itu adalah kewenangan Presiden Jokowi. ”Kalau reshuffle, kan, hanya bisa terjadi atas kehendak Bapak Presiden dan itu kewenangan Bapak Presiden,” kata Hasto kepada wartawan seusai acara Senam Indonesia Cinta Tanah Air (Sicita) yang diselenggarakan PDI-P di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (28/1/2023).
PDI-P pun telah memberikan beberapa masukan. ”Tentu saja sebagai partai kami memberikan masukan, tetapi terkait dengan nama, ada aspek-aspek teknis, ini menyangkut masa depan seseorang. Kami mohon maaf tidak bisa menyampaikan,” katanya.
Sejauh ini, Presiden Joko Widodo sudah memanggil beberapa sosok, seperti Budiman Sudjatmiko dan Maruarar Sirait. Sepintas, kedua tokoh ini tak terlalu berhubungan dengan kerja kementerian kabinet. Budiman, misalnya, saat dipanggil 17 Januari lalu membahas aspirasi kepala-kepala desa dengan Presiden.
Kendati demikian, Presiden Joko Widodo pun hanya memberikan kode-kode tipis mengenai perombakan kabinet. Sepanjang Desember 2022, setidaknya tiga kali Presiden Jokowi melemparkan kode mengenai hal itu. Kode itu dilemparkan seusai meresmikan Bendungan Sukamahi (Bogor, Jawa Barat), meresmikan pengembangan Stasiun Manggarai tahap 1 (Jakarta), serta saat kunjungan kerja di Subang (Jabar).
Awal tahun ini, saat menjawab pertanyaan wartawan di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Presiden menjawab singkat, ”Ditunggu saja.”
Di awal tahun ini pula, PDI-P melontarkan dorongan perombakan kabinet dan pengurangan jatah kursi menteri Partai Nasdem, menyusul dukungan partai besutan Surya Paloh tersebut pada Anies Baswedan sebagai calon presiden. Namun, kini, dorongan PDI-P tak lagi sekeras akhir 2022. Hasto pun menyerahkan keputusan reshuffle dan kapan akan dilakukan reshuffle kepada Presiden Jokowi.
Kebiasaan Presiden Jokowi melakukan perombakan kabinet pada Rabu Pon dianggap Hasto sebagai preferensi yang biasa dimiliki setiap pemimpin.
Kebiasaan Presiden Jokowi melakukan perombakan kabinet pada Rabu Pon dianggap Hasto sebagai preferensi yang biasa dimiliki setiap pemimpin. Kendati demikian, dia mengajak semua pihak menunggu keputusan Presiden Jokowi.
”Ya, Rabu Pon, berbagai momentum-momentum pada Rabu Pon, itu memang sering mengandung sesuatu yang istimewa dalam pengertian muncul kesadaran batin di dalam mengambil keputusan-keputusan strategis. Setiap orang punya preferensi itu,” tuturnya.
Cenderung politis
Secara terpisah, pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, melihat kemunculan isu reshuffle ini cenderung politis ketimbang evaluasi kinerja menteri. ”Tendensi sepenuhnya politis sebab Partai Nasdem ingin pisah jalan dengan mengusung Anies Baswedan. Kalau pertimbangan kinerja, banyak menteri yang layak diganti,” tuturnya kepada Kompas, Sabtu (28/1/2023).
Namun, keputusan reshuffle yang tak kunjung datang menunjukkan Presiden Jokowi berada pada posisi dilematis, mendengarkan masukan PDI-P atau memperhitungkan loyalitas Partai Nasdem. Kenyataannya, kata Adi, Partai Nasdem relatif loyal, nyaris tidak ada keputusan Presiden Jokowi yang diprotes. Bahkan, ditegaskan oleh Nasdem, loyalitas akan diteruskan sampai 2024 meskipun ada kadernya di kabinet yang alami reshuffle.
Terkait kemungkinan Partai Nasdem menggunakan posisinya di pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undnag-undang (Perppu) Cipta Kerja dan revisi Undang-Undang tentang Ibu Kota Nusantara sebagai daya tawar, Adi juga melihat sesungguhnya hal ini kurang kuat. Selain tidak muncul dalam perdebatan, sesungguhnya koalisi pemerintah di DPR tetap kuat kendati tanpa Partai Nasdem. Sebab, koalisi yang ada saat ini antara Partai Nasdem dengan Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat hanya 22 persen.
Selain itu, kata Adi, Partai Nasdem tidak memiliki wajah oposisi dan narasi oposisi yang dibangun pun tidak kuat. Presiden Jokowi pun sudah terlatih menghadapi oposisi yang lebih garang di periode sebelumnya, 2014-2019. Karena itu, reshuffle kembali menanti keputusan dan ketegasan Presiden Jokowi.