Di Indonesia, 99 persen pasangan yang sudah nikah umumnya ingin punya anak. Pernikahan di Indonesia lebih bersifat prokreasi untuk menghasilkan keturunan.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN, DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa tidak ada resesi seks di Indonesia. Presiden juga mengapresiasi angka total fertility rate atau rata-rata jumlah anak yang akan dilahirkan oleh seorang perempuan selama masa reproduksi, yang sudah mendekati rasio 2,1. Jumlah pernikahan di Indonesia juga cukup besar mencapai 2 juta per tahun dengan kehamilan 4,8 juta sepanjang tahun 2022.
”Pertumbuhan kita di rasio 2,1 dan yang menikah 2 juta, yang hamil 4,8 juta (dalam setahun), artinya di Indonesia enggak ada resesi seks. Masih tumbuh 2,1, ini masih bagus, dan ingat bahwa yang namanya jumlah penduduk ini jadi sebuah kekuatan ekonomi bagi sebuah negara, tetapi yang paling penting memang kualitas,” ujar Presiden ketika membuka Rapat Kerja Nasional Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Menanggapi pernyataan Presiden tentang tidak adanya resesi seks di Indonesia, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo meyakini memang tidak ada resesi seks di Indonesia. Pertumbuhan penduduk di Tanah Air sejauh ini terjaga seimbang. Indonesia juga tak seperti negara-negara lain, semisal Jepang atau Thailand, yang mengalami resesi seks.
”Resesi seks itu, kan, secara masif orang jadi enggak ada nafsu untuk hubungan seks. Jarang-lah terjadi seperti itu. Kalau resesi, tidak ingin punya anak kemungkinan atau tidak ingin kawin,” tambah Hasto dalam keterangan pers seusai Rakernas BKKBN.
Di Indonesia, Hasto menegaskan bahwa 99 persen pasangan yang sudah nikah umumnya ingin punya anak. Pernikahan di Indonesia lebih bersifat prokreasi atau hubungan suami istri yang bertujuan menghasilkan keturunan sebagai generasi penerus. ”Di beberapa negara maju ada yang security: saya nikah karena pengin dapat keamanan, perlindungan. Ada rekreasi, jadi ada nikah untuk rekreasi,” ucapnya.
”Pertumbuhan kita di rasio 2,1 dan yang menikah 2 juta, yang hamil 4,8 juta (dalam setahun), artinya di Indonesia enggak ada resesi seks. Masih tumbuh 2,1, ini masih bagus, dan ingat bahwa yang namanya jumlah penduduk ini jadi sebuah kekuatan ekonomi bagi sebuah negara, tetapi yang paling penting memang kualitas. ”
Namun, di Indonesia, mayoritas pasangan yang sudah menikah cenderung ingin punya anak. ”Bahkan kalau mau Idul Fitri belum hamil, dia khawatir nanti ditanya. Jadi serius seperti itu. Jadi masih jauhlah dari resesi,” kata Hasto.
Hasto menambahkan, bonus demografi yang terjadi di Indonesia saat ini masih belum merata. Sebagian daerah juga mengalami bonus demografi, tetapi masih ada daerah yang belum masuk pada fase bonus demografi. Daerah dengan bonus demografi berarti rasio penduduk yang produktif lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang tidak produktif.
Pada 2035, penduduk di Indonesia nantinya diprediksi akan didominasi pada penduduk lanjut usia. ”Oleh karena itu, beban generasi muda pada 2035 sampai mendekati 2045 amat besar. Apa yang menjadi arahan presiden tentang Indonesia emas perlu kita dukung bersama dan disiapkan secara bersama-sama,” tuturnya.
Hasto menegaskan memang terdapat 2 juta pernikahan sepanjang kurun satu tahun pada 2022. Dari 2 juta pernikahan tersebut, terdapat 1,6 juta yang hamil di tahun pertama pernikahan. ”Dari 1,6 juta, yang stunting masih 400.000 untuk periode tahun lalu,” tambahnya.
Pertumbuhan Seimbang
Pemerintah menargetkan agar dalam 3 bulan pernikahan, calon ibu harus diperiksa kesehatan. “Kalau ada anemia jangan hamil dulu, kurang gizi jangan hamil dulu. Ini kebijakan luar biasa sehingga mereka hamil hanya kalau sudah boleh hamil. Tapi setelah nikah, kita tunda dulu kehamilan sampai sehat baru hamil di situ peran BKKBN utk memberikan kontrasepsi terlebih dahulu,” kata Hasto.
Di Rakernas BKKBN, Hasto melaporkan bahwa BKKBN memiliki dua tugas utama. BKKBN harus menjaga pertumbuhan penduduk seimbang dan meningkatkan kualitas keluarga. ”Perlu kami sampaikan istilah total fertility rate mengandung arti perempuan harus melahirkan anak berapa sehingga ketika total fertility rate ditarget 2.1 dalam rangka untuk pertumbuhan seimbang. Ini adalah target tahun 2024,” tambah Hasto.
”Perlu kami sampaikan istilah total fertility rate mengandung arti perempuan harus melahirkan anak berapa sehingga ketika total fertility rate ditarget 2.1 dalam rangka untuk pertumbuhan seimbang. Ini adalah target tahun 2024. ”
Dari berbagai hasil pendataan dan survei, Hasto menyebut total fertility rate ini telah menunjukkan angka yang sudah mendekati 2,1. Jadi kami lakukan pendataan keluarga ya ini boleh tepuk tangan tapi juga boleh nggak karena 2,1 bisa membahagiakan dan mengkhawatirkan. Karena angka 2,1, perempuan-perempuan hanya praktis akan melahirkan 1 anak perempuan rata-rata,” tambah Hasto.
Menurut Hasto, angka 2,1 menunjukkan bahwa 1 perempuan yang meninggal akan digantikan 1 perempuan yang lahir sehingga nanti akan terjadi kesinambungan. ”Maka 2,1 angka yang pas, tetapi untuk amannya bisa lebih sedikit dari 2,1. Karena semakin ke depan rata-rata perempuan menikah usianya semakin delay, semakin mundur. Sekarang rata-rata mencapai 21 tahun untuk perempuan. Beberapa waktu lalu masih di bawah itu,” kata Hasto.