Presiden Tak Akan Intervensi Proses Hukum Terkait Kasus Ferdy Sambo
Presiden tidak bisa mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Namun, jika sudah ada putusan hakim, Presiden baru mungkin menggunakan hak-hak keistimewaannya sebagai Presiden.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
—
Sebagai penguak fakta dan bercerita jujur, Eliezer justru dituntut hukuman 12 tahun penjara. ”Saya tidak bisa mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Bukan kasus FS (Ferdy Sambo) saja. Untuk semua kasus, tidak. Karena kita harus menghormati proses hukum yang ada di lembaga-lembaga negara yang sedang berjalan,” ujar Presiden Jokowi ketika memberikan keterangan pers seusai meninjau Proyek Sodetan Ciliwung, di Jakarta Timur, Selasa (24/1/2023).
Kejaksaan Agung telah menuntut hukuman pidana terhadap semua terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat. Jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan tuntutan seumur hidup, Putri Candrawathi dengan tuntutan 8 tahun penjara, sama seperti Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal. Bharada Richard Eliezer yang diyakini publik sebagai penguak fakta dan bercerita jujur justru dituntut hukuman 12 tahun penjara.
Sebelumnya, ibunda Richard Eliezer sempat memohon kepada Presiden Joko Widodo dan Kapolri agar ada keringanan hukuman untuk anaknya. Pakar hukum pidana Azmi Syahputra menegaskan bahwa Kepala Negara memang tidak bisa mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan.
”Saya tidak bisa mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Bukan kasus FS (Ferdy Sambo) saja. Untuk semua kasus, tidak. Karena kita harus menghormati proses hukum yang ada di lembaga-lembaga negara yang sedang berjalan. ”
”Presiden memang tidak bisa mengintervensi karena memang ada pembagian fungsi antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Jadi tidak bisa. Ini adalah ranah hakim dengan kewenangan hakim, keyakinan hakim jadi Presiden tidak bisa masuk,” ujar Azmi.
Namun, nanti setelah ada putusan hakim, Presiden baru mungkin menggunakan hak-hak keistimewaannya sebagai Presiden yang mungkin bisa dipergunakan. ”Tapi sepanjang dalam proses peradilan, maka ini adalah ranahnya yudikatif dalam hal ini adalah hakim pemeriksa perkara yang memeriksa dan mengadili dan memutuskan perkara ini,” kata Azmi.
Terkait tuntutan hukum selama 12 tahun bagi Eliezer, Azmi menilai ada rasa keadilan yang tercederai. ”Kita bisa bilang jaksa gagal sebagai filter untuk merasakan rasa keadilan masyarakat. Dengan memberikan tuntutan khususnya kepada Bharada E yang sudah begitu sangat kooperatif bisa menceritakan secara terbuka dan detail. Padahal ada orang-orang lain yang memang itu berbelit yang tidak mau terbuka dan kurang ngebantu,” katanya.
Peran penting
Saat ini, penasihat hukum Bharada E atau Eliezer dinilai punya peran penting untuk menyusun pertimbangan hukum yang baik dalam nota pledoi. ”Apa bedanya nota pembelaannya yang akan disusun berdasarkan data yuridis dan hal-hal non yuridis yang tentunya nanti bisa meringankan bagi Bharada E,” tambah Azmi.
”Pasti menguntungkan bagi Bharada E, tetapi hakim juga dapat menyampingkan nota pembelaan, tidak ada yang terikat. Lagi-lagi semuanya kembali kepada hakim dengan putusan yang dengan irah-irah: demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. ”
Nota pembelaan pledoi ini bisa saja diambil hakim dalam pertimbangan hukumnya dan dijadikan dasar peringanan dalam putusan hakim. ”Pasti menguntungkan bagi Bharada E, tetapi hakim juga dapat menyampingkan nota pembelaan, tidak ada yang terikat. Lagi-lagi semuanya kembali kepada hakim dengan putusan yang dengan irah-irah: demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Azmi.
Azmi menambahkan, apabila paket putusan dari para pihak belum bisa terima, mereka akan diberi kesempatan untuk banding. “Jika memang ada penerapan hukum yang salah, termasuk mungkin tidak, belum menerima terhadap lamanya masa pemidanaan jika dirasa kurang tepat dan kurang adil dan pengadilan tinggi sebagai pengadilan banding bisa mengkoreksi putusan dalam peradilan tingkat pertama,” tambahnya.
Meskipun demikian, Azmi berharap majelis hakim dapat memberikan rasa keadilan kepada masyarakat dengan benar-benar mempertimbangkan keadilan yang sebenar-benarnya dan fakta yang terjadi. Fakta-fakta ini berupa keringanan-keringanan yang telah dilakukan oleh Eliezer selama dalam mengungkap persidangan sehingga kasus pembunuhan ini dapat sampai ke dalam persidangan.
Sebagaimana diberitakan, sidang Ferdy Sambo ini sempat diwarnai berbagai kecurigaan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengingatkan tentang adanya gerakan bawah tanah yang berusaha membebaskan atau memperingan hukuman Sambo di persidangan. ”Benar ada gerakan-gerakan yang minta memesan putusan Sambo itu agar dengan huruf tapi ada juga yang minta dengan angka,” ujar Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023) lalu.
Sempat beredar pula video viral percakapan seorang perempuan dengan Hakim Wahyu Iman Santosa yang merupakan ketua majelis hakim perkara dugaan pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat yang membuat heboh media sosial. Dalam sebuah potongan video yang beredar viral di Tiktok, seorang perempuan terlihat berbicara dengan Wahyu. Dalam percakapan itu, Wahyu sempat menyinggung soal perkara yang sedang dia tangani dengan terdakwa Ferdy Sambo. ”Bukan, masalahnya dia enggak masuk akal banget, dia nembak pakai pistolnya Yosua. Tapi enggak apa-apa, sah-sah saja. Saya enggak akan pressure dia harus ngaku, saya enggak butuh pengakuan,” kata Hakim Wahyu (Kompas.id, 6/1).