Komisi II DPR Soroti Peran Bawaslu di Sentra Gakkumdu
Selama ini tak pernah ada kejelasan mengenai ketua koordinator Gakkumdu. Alhasil, tidak pernah ada koordinasi yang jelas saat tiba-tiba ada kasus yang dihentikan, sedangkan temuan Bawaslu sudah memiliki bukti kuat.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat menyoroti peran Badan Pengawas Pemilu dalam menegakkan aturan pemilu bersama kepolisian dan kejaksaan yang tergabung di Sentra Penegakan Hukum Terpadu atau Sentra Gakkumdu. Acap kali, koordinasi antar-tiga pilar itu dinilai tidak berjalan baik sehingga implementasi aturan di lapangan menjadi bias.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Mengacu pada Pasal 22 Ayat 1 Rancangan Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu) tentang Sentra Gakummdu disebutkan bahwa pengawas pemilu bersama dengan penyidik dan jaksa membahas paling lama 1 x 24 jam terhitung setelah temuan atau laporan diregistrasi oleh pengawas pemilu.
Kemudian, di Pasal 22 Ayat 2 dan 3 tertulis, pembahasan temuan atau laporan dugaan pelanggaran pemilu dipimpin oleh ketua koordinator Gakkumdu di setiap tingkatan. Pembahasan itu untuk menentukan pasal yang akan diterapkan terhadap peristiwa yang yang dilaporkan/ditemukan.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P Junimart Girsang dalam rapat dengar pendapat terkait tiga rancangan perbawaslu di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (24/1/2023), mengatakan, persoalannya selama ini adalah tidak pernah ada kejelasan mengenai ketua koordinator Gakkumdu tersebut. Alhasil, tidak pernah ada koordinasi yang jelas pula ketika tiba-tiba ada kasus yang diberhentikan, sementara temuan Bawaslu sudah memiliki bukti yang sangat kuat.
”Ini bagaimana fungsi pengawasannya? Jadi, jangan nanti temuan Bawaslu itu jadi banci. Ini perlu kita atur (ketua koordinator Gakkumdu). Gakkumdu ini, kan, betul-betul vital dan fatal dalam kerja-kerja Bawaslu agar tidak bias dan tidak menjadi pertentangan, termasuk nanti dengan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu),” ujar Junimart.
Dalam kesempatan itu, selain rancangan Perbawaslu tentang Sentra Gakummdu, dibahas pula dua rancangan perbawaslu lain, yakni rancangan Perbawaslu tentang Pengawasan Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih, serta rancangan Perbawaslu tentang Pengawasan Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Rapat tersebut dihadiri oleh seluruh pimpinan penyelenggara pemilu, di antaranya Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari, dan Ketua DKPP Heddy Lugito.
Junimart melanjutkan, kejelasan mengenai siapa lembaga yang tepat menjabat sebagai ketua koordinator Gakkumdu dibutuhkan agar fungsi pengawasan dan koordinasi berjalan dengan baik di lapangan. Jika tidak ada ketua koordinator Gakkumdu yang jelas, dikhawatirkan implementasi aturan berjalan ”ugal-ugalan” dan justru akan memunculkan politik transaksional.
”Pengalaman kami di daerah, ketika satu perkara pelanggaran pemilu sudah masuk ke tahap selanjutnya, itu tiba-tiba berhenti. Nah, kenapa berhenti? Wallahualam, kami tidak tahu. Nah, sampai sejauh mana pengawasan Bawaslu terhadap hasil temuan Bawaslu itu yang disampaikan kepada aparat penegak hukum? Bagaimana dan sejauh mana koordinasi di antara mereka? Nah, itu mesti diatur, supaya ada kejelasan,” ucap Junimart.
Rahmat Bagja mengungkapkan, di UU Pemilu, tidak diatur secara jelas mengenai ketua koordinator Gakkumdu. Ia pun mengakui, dalam beberapa kali pembahasan mengenai penegakan aturan pemilu, terjadi deadlock.
”Kalau musyawarah tak terjadi, maka voting. Banyak kasus usulan Bawaslu yang sudah dimulai dari awal, maka terpentok di sini,” tutur Bagja.
Bagja menegaskan, dalam pola hubungan di Sentra Gakkumdu, pembahasan dilakukan oleh tiga lembaga, yakni Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaaan. Untuk itu, jika ada usulan mengenai Bawaslu menjadi ketua koordinator Gakkumdu, hal tersebut juga harus disetujui oleh kepolisian dan kejaksaan.
Rapat koordinasi
Bahtiar menyampaikan, di UU Pemilu memang tidak pernah diatur mengenai ketua koordinator Gakkumdu. Di UU Pemilu hanya disebutkan bahwa ada tiga koordinator Gakumdu, yakni Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Provinsi, Kasubdit pada Direktorat Kriminal Umum Kepolisian Daerah dari unsur kepolisian, dan Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi dari unsur kejaksaan.
Menurut Bahtiar, semestinya, di Sentra Gakkumdu memiliki ketua koordinator. Hal ini untuk memastikan agar semua proses berjalan dalam satu komando. Unsur kejaksaan dan kepolisian tidak tepat dijadikan koordinator karena tugas mereka hanya bersifat bantuan. Sedangkan, lembaga yang memang fokus dalam penanganan pelanggaran tindak pidana pemilu adalah Bawaslu. Untuk itu, Bawaslu dianggap tepat menjadi ketua koordinator Gakkumdu.
”Jaksa dan polisi yang bertugas di Gakummdu itu, kan, sifatnya BKO (bantuan kendali operasi), melaksanakan fungsi Bawaslu yang kebetulan memakai tenaga jaksa dan polisi karena tenaga Bawaslu belum ada hari ini. Kita belum ada jaksa atau polisi Bawaslu,” ujar Bahtiar.
Kemudian, agar aturan terimplementasi dengan baik serta berjalan satu komando, diperlukan satu rapat kerja khusus yang melibatkan ketiga lembaga itu. ”Jadi, perlu rapat kerja untuk memastikan jajaran-jajaran itu bekerja sesuai hukum,” katanya.
Baca juga: Polri Tangani 42 Kasus Pidana Pemilu
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung sepakat jika Bawaslu menjadi ketua koordinator Sentra Gakkumdu. Sebab, urusan penegakan aturan kepemiluan memang menjadi tugas dan wewenang Bawaslu.
”Kita putuskan saja karena memang ini ranahnya berbicara pemilu, maka semua yang terlibat soal kepemiluan. Jadi, tidak ada aturan hukum yang berlaku di sini, kecuali yang berkaitan soal pemilu. Jadi, ditegaskan saja di situ, koodinatornya adalah Bawaslu,” tutur Doli.
Untuk menindaklanjuti putusan tersebut, Komisi II akan segera mengagendakan pertemuan yang terdiri dari penyelenggara pemilu serta aparat penegak hukum. Namun, untuk menggelar rapat kerja bersama, pihaknya akan meminta izin terlebih dahulu kepada pimpinan DPR karena aparat penegak hukum merupakan mitra kerja dari komisi lain.
”Nanti kami akan koordinasikan dengan pimpinan DPR karena ini (melibatkan) lintas komisi. Kami akan cari mekanisme yang memungkinkan untuk mengundang kedua perwakilan itu (kejaksaan dan kepolisian) berkaitan Sentra Gakkumdu,” ucap Doli.
Hindari akrobatik hukum
Sementara itu, Ketua DKPP Heddy Lugito mengingatkan, antar-penyelenggara pemilu serta penegak hukum harus memiliki kejelasan dan persepsi yang sama terkait penegakan hukum pemilu. Hal ini dibutuhkan untuk menghindari atau meminimalisasi adanya akrobatik hukum atau tumpang tindih penerapan aturan. ”Dengan begitu, semua bisa taat asas. Kita juga harus bisa memberikan kepastian hukum dalam penegakan hukum pemilu yang terbuka, lebih bermartabat, kredibel, dan berintegritas,” ujar Heddy.
Heddy enggan mengomentari lebih lanjut mengenai norma dan frasa yang terdapat dalam rancangan perbawaslu. Sebab, bagi DKPP, hal terpenting adalah sebagai satu kesatuan penyelenggara pemilu, semua harus senantiasa bersinergi untuk mewujudkan pemilu yang bermartabat, kredibel, dan berintegritas.
”Selanjutnya, DKPP akan terus meningkatkan kerja sama, serta mengintensifkan forum tripartit dengan KPU dan Bawaslu,” ucap Heddy.
Adapun, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengungkapkan, setelah mencermati tiga rancangan perbawaslu yang disampaikan oleh Bawaslu, secara substantif, seluruhnya telah sinkron dengan hal-hal yang diatur di norma-norma KPU. Dengan begitu, KPU tidak ingin membahasnya lebih lanjut.