Berperan sebagai Eksekutor Penembakan, Richard Eliezer Dituntut 12 Tahun Penjara
Jaksa menyatakan, hal yang memberatkan Richard adalah ia merupakan eksekutor yang menyebabkan hilangnya nyawa Brigadir J. Ia juga terbukti bekerja sama dengan terdakwa lainnya hingga pembunuhan itu terjadi.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Richard Eliezer Pudihang Lumiu, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat yang juga membantu mengungkap kasus tersebut, dituntut pidana 12 tahun penjara. Richard dinilai terbukti turut bekerja sama menghilangkan nyawa Nofriansyah dengan berperan sebagai eksekutor.
Tuntutan terhadap Richard dibacakan tim jaksa penuntut umum yang diketuai Sugeng Hariadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023). Dalam tuntutannya, jaksa menuntut agar majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santoso menyatakan Richard bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan penembakan yang menghilangkan nyawa Nofriansyah.
”Menuntut menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama 12 tahun,” kata jaksa.
Menurut jaksa, hal yang memberatkan Richard adalah ia merupakan eksekutor yang menyebabkan hilangnya nyawa Nofriansyah sehingga menyebabkan duka mendalam bagi keluarganya. Akibat perbuatannya itu, timbul keresahan dan kegaduhan di masyarakat.
Hal yang meringankan, lanjut jaksa, Richard merupakan saksi pelaku yang bekerja sama untuk mengungkap kejahatan yang terjadi. Selain itu, Richard tidak pernah dihukum dan kooperatif selama persidangan berlangsung.
Jaksa mengungkapkan, Richard memang sempat mengikuti skenario yang disusun Ferdy Sambo untuk menutupi peristiwa yang sebenarnya. Skenario itu adalah cerita tembak-menembak antara Richard dan Nofriansyah yang dipicu pelecehan seksual Nofriansyah terhadap Putri Candrawathi, istri Sambo, di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga.
Diakui jaksa, ketika Richard memutuskan untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya terjadi, yakni penembakan terhadap Nofriansyah, maka kasus itu bisa terungkap. Meski demikian, jaksa juga mengungkapkan bahwa peristiwa pembunuhan itu terjadi karena kerja sama antara Sambo, Putri, Richard, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal.
Jaksa tidak menemukan alasan pemaaf dan alasan pembenar terhadap Richard sehingga ia harus dipidana.
Di samping itu, di depan persidangan, jaksa tidak menemukan alasan pemaaf dan alasan pembenar terhadap Richard sehingga ia harus dipidana.
Ketika pembacaan tuntutan, ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso sempat menskors sidang karena ada sebagian pengunjung yang berteriak sehingga menimbulkan kegaduhan. Ketua majelis hakim juga meminta kepada petugas keamanan untuk mengeluarkan beberapa pengunjung sidang yang dianggap membuat kegaduhan.
Terhadap tuntutan jaksa, penasihat hukum Richard, Ronny Talapessy, mengatakan, pihaknya akan mengajukan nota pembelaan. Ia meminta waktu satu minggu untuk menyusun nota pembelaan. Ketua majelis hakim mengabulkannya sehingga sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan akan dilakukan pada Rabu depan.