Presiden Jokowi Harapkan Setiap Kabupaten-Kota Memiliki Ciri Khas
Setiap daerah perlu membangun dirinya sesuai potensi dan keunggulan masing-masing. Harapannya, hal ini menjadi semacam ”brand” yang kuat untuk kota-kabupaten tersebut.
Oleh
NINA SUSILO, MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah daerah perlu mendesain wilayahnya sesuai dengan potensi dan keunggulan masing-masing. Desain ini diharapkan konsisten dengan pembangunan sesuai potensi. Dengan demikian, setiap daerah punya kekhasan masing-masing.
Dalam rapat koordinasi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) di Sentul, Kabupaten Bogor, Selasa (17/1/2023), Presiden Joko Widodo mengingatkan tata kota dan desain setiap daerah. ”Seluruh kabupaten/kota harus mulai mendesain kotanya sehingga setiap kabupaten/kota punya diferensiasi. Buat masterplan yang betul-betul memiliki visi ke depan,” tutur Presiden.
Desain ini harus disesuaikan dengan keunggulan setiap daerah. Dengan demikian, setiap kabupaten/kota di Indonesia tidak mirip, apalagi sama. ”Jangan semua kota/kabupaten sama. Namanya memiliki brand yang mirip-mirip. Ada beriman, berhiber, berseri, ber-, ber-, ber-,” kata Presiden.
Brand daerah di Indonesia saat ini umumnya berupa jargon yang merupakan akronim dari sifat-sifat tertentu. Slogan Kota Solo, misalnya, adalah ”Berseri” yang merupakan kependekan dari bersih, sehat, rapi, dan indah. Bandung memiliki slogan ”Berhiber”, akronim dari bersih, hijau, berbunga. Kota Bogor disebut sebagai kota ”Beriman” yang kepanjangannya bersih, indah, dan nyaman.
Presiden pun mencontohkan, bisa saja suatu kota atau kabupaten menjadi kota pisang, kota ikan, kota musik, atau kota mebel. Setelah menentukan branding, pembangunan di sektor tersebut harus dilakukan secara konsisten.
”Kalau kota pisang, berarti tanam pisang lebih banyak, lalu pascapanennya industrinya seperti apa,” ujar Presiden.
Dicontohkan pula, Davao, Filipina, bisa disebut kota pisang. Tak hanya kuat dengan industri pisang, bahkan tariannya pun tak lepas dari pisang. Contoh lain adalah High Point di North Carolina, Amerika Serikat, terkenal sebagai pusat mebel. Karena itu, setiap pengusaha mebel mengetahui kapan harus ke sana untuk mengikuti pameran mebel terbesar di dunia. Jepara, misalnya, bisa melakukan hal serupa. Mendesain kotanya dan secara konsisten membangun sesuai rencana.
Tsukiji, Jepang, yang terkenal dengan pasar ikannya menjadi contoh berikut yang disampaikan Presiden. Ambon, misalnya, memiliki kekuatan perikanan dan bisa menjadi kota ikan.
Di sela-sela rapat koordinasi, Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat menceritakan rencana untuk mendorong kelor sebagai kekhasan Provinsi NTT. Kelor dinilai penting karena diperlukan untuk mengatasi tengkes (stunting). ”Kelor salah satu komoditas dengan zat besi tertinggi. Bayam dan telur kalah dengan kelor,” ujarnya.
Ambon, misalnya, memiliki kekuatan perikanan dan bisa menjadi kota ikan.
Pengolahan kelor menjadi suplemen, makanan tambahan untuk ibu hamil/menyusui dan anak-anak mulai disiapkan. Dengan mendorong kelor sebagai produk unggulan NTT, harapannya setiap mengingat kelor, masyarakat juga mengingat NTT.
Kota Bogor, menurut Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, tetap menggunakan slogan ”Bogor Berlari”. Ini diharap menjadi penyemangat dan mempercepat pelayanan publik. ”Yang Presiden maksudkan adalah branding positioning dan diferensiasi. Kalau kota itu fokus pada pertanian, maka kuatkan pertanian. Bogor itu berlari karena sport tourism, ini kota jasa pariwisata, ini bukan kota metropolitan, kota yang mengandalkan taman dan kesejukan,” tuturnya.
Menjadi ikon kota
Secara terpisah, Guru Besar Ilmu Pemerintahan Daerah Prof Djohermansyah Djohan menyepakati bahwa setiap kabupaten/kota memang idealnya harus memiliki tata kota yang baik dan memiliki brand atau merek yang membuatnya berbeda dengan wilayah lain. ”Ide yang menarik, ya. Brand kota itu memang paten gitu, ya. Bukan apa namanya, kepanjangan-kepanjangan itu,” kata Djohermansyah.
Slogan kota, menurut Djohermansyah, hanya menjadi jargon dan berharap bisa membuat suatu wilayah bisa mengembangkan diri seperti sifat-sifat yang diharapkan. Namun, branding kota seharusnya menjadi ikon bagi sebuah kota.
”Kesulitannya, kepala daerah dipilih lima tahun sekali dengan eleKtoral. Bisa terjadi ganti-ganti brand sesuai kepala daerah yang baru. Itu problem kita sekarang. Sulit dipatenkan karena ada dinamika politik ganti kepala daerah. Kalau visi beda, lalu branding jadi berubah,” ucapnya.
Agar tidak berubah seiring pergantian kepala daerah, Djohermansyah menegaskan perlu ada kendali dari pemerintah pusat. Branding kota ini, antara lain, harus dituangkan dalam masterplan seperti dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah. ”Harus dikendalikan oleh nasional. Kalau tidak, bisa masing-masing bikin masterplan mengarang sendiri,” ucapnya.