Surabaya, Kota Kampung yang Terus Menjaga Ciri Khasnya
Surabaya, ibu kota Jawa Timur, kota kedua terbesar di Nusantara atau setelah Jakarta, tidak bisa melupakan jati diri sebagai kampung yang terus berkembang, menjadi terkemuka, dan modern.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/AMBROSIUS HARTO
·5 menit baca
Kompas/Bahana Patria Gupta
Lorong Gang Pandean IV, lokasi rumah kelahiran Presiden Soekarno, di Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Surabaya, Selasa (18/8/2020). Rumah yang sudah dibeli Pemkot Surabaya itu akan dijadikan museum.
Tamasya dari kampung ke kampung di Surabaya, Jawa Timur, tak akan selesai dalam sehari, sepekan, atau lebih. Kota berpenduduk 2,9 juta jiwa ini memiliki sekitar 5.000 kampung yang beberapa puluh di antaranya memiliki kekhasan yang kuat, baik dari sisi lokasi, sejarah, budaya, maupun kulinernya.
Di usia yang melewati 728 tahun, beberapa nama kawasan telah lekat dengan perjalanan Kota Surabaya. Dari beberapa nama itu, antara lain, Peneleh, Ampel, Maspati, Tambak Bayan, Kapasan, Ketandan, Keputran, Sawunggaling, dan Morokrembangan.
Kampung kuno yang ada di Surabaya adalah Peneleh dan Ampel. Kampung yang dikenal karena kondisi geografisnya adalah Kapasan yang memiliki aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi.
Di masa pandemi, meski sangat terbatas, geliat kehidupan di kampung khas terus berdenyut.
Sejak 2010, Pemerintah Kota Surabaya memberi perhatian besar program penataan kampung. Program ini berpijak pada kenyataan bahwa Surabaya, seperti kota-kota besar lainnya di seluruh dunia, berawal dari satuan permukiman sederhana, yakni kampung.
PEMERINTAH KOTA SURABAYA
Taman Harmoni di wilayah Keputih, Kota Surabaya, Kamis (6/5/2021).
Dalam perjalanan menjadi kota hijau tahun 2017 versi PBB, Surabaya berusaha memelihara istilah kampung. Meski berstatus metropolitan atau kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta, Kota Surabaya tak ingin melupakan jati diri dahulu kala sebagai kampung.
Warga kota diajak terus memelihara dan bangga dengan jati diri mereka. Ampel yang juga disebut kampung Arab menjadi salah satu titik episentrum penyebaran Islam di Jawa. Nama kampung ini diambil dari nama Sunan Ampel. Kampung ini dipercaya sudah ada sejak abad ke-15 ketika Kemaharajaan Majapahit masih berdiri di selatan Surabaya atau yang saat ini dikenal dengan wilayah Mojokerto.
Adapun Peneleh adalah kampung kuno dengan bukti temuan tobong atau sumur yang diyakini ada sejak abad ke-14 atau masa perjalanan Majapahit. Ini menegaskan salah satu isi Prasasti Canggu (Trowulan 1358) oleh Hayam Wuruk, raja termasyhur Majapahit, mengenai keberadaan Churabaya di bagian hilir percabangan Bengawan Brantas.
Pesepeda melintas di Jalan Panggung yang berada di kawasan Ampel, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (2/8/2020). Kawasan kota tua Surabaya menjadi salah satu lokasi favorit wisatawan.
Ada juga kampung-kampung peninggalan jejak penerapan segregasi masyarakat pada masa Hindia-Belanda atau sebelum Kemerdekaan 1945. Misalnya, kampung pecinan Kapasan Dalam, Kembang Jepun, dan Tambak Bayan. Kawasan Eropa di Jembatan Merah, Jalan Rajawali, dan Jalan Veteran. Lalu, kampung ningrat Botoputih.
Selain itu, ada kampung-kampung dengan karakter kegiatan sosial, antara lain, kampung seni Kusuma Bangsa, kampung parikan Morokrembangan, kampung dolanan Simokerto, kampung kue di Rungkut, kampung lontong di Banyu Urip Lor, kampung dinamo di Bratang Gede, dan kampung nelayan di Kenjeran.
Nah, jika hendak datang ke Surabaya, silakan pilih kampung-kampung mana saja yang akan disinggahi untuk melihat langsung keunikannya.
Kota cerdas
Program penataan dan pemajuan kampung mulai mendapat perhatian sejak 2002 melalui pendekatan ”kota cerdas” . Menurut Tri Rismaharini, mantan Wali Kota Surabaya yang kini menjabat Menteri Sosial, kota cerdas bukan sekadar bertumpu pada pemanfaatan teknologi, melainkan juga menjamin kemudahan warganya mengakses seluruh pelayanan publik, di antaranya administrasi kependudukan, layanan kesehatan, dan sektor pendidikan.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Petugas memantau kondisi Kota Surabaya di Command Center 112 Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/1/2019). Pemerintah Kota Surabaya mempermudah warga dalam melakukan aduan dan memperoleh segala layanan darurat melalui panggilan bebas pulsa ke nomor 112.
Delapan belas tahun kemudian, kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, semangat kota cerdas telah menjangkau setidaknya enam sektor di kota Surabaya, yakni ekonomi, lingkungan, pemerintahan, kehidupan (smart living), mobilitas, dan masyarakat (smart people). Dalam sektor smart living, pemerintah terus berusaha membenahi perkampungan sehingga nyaman dihuni. Warga kurang mampu mendapat bantuan program rehabilitasi sosial daerah kumuh, perbaikan, dan penambahan sarana kemasyarakatan.
”Di masa pandemi Covid-19, penanganannya juga amat terbantu oleh kampung tangguh,” kata Eri. Di Surabaya disebut Kampung Tangguh Semeru Jogo Suroboyo.
Setidaknya, di setiap kelurahan atau gabungan beberapa RW terdapat lokasi isolasi khusus bagi pasien Covid-19 untuk mengurangi beban penanganan oleh rumah sakit rujukan. Penanganan bencana, terutama pandemi saat ini, tidak bisa tanpa keterlibatan warga. Gugus tugas di kampung terus diingatkan pentingnya protokol kesehatan untuk perlindungan atau setidaknya menekan risiko penularan pada masyarakat.
Warga menyiapkan lontong yang siap dipasarkan rumah produksi di Jalan Banyu Urip Lor Gang 10, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (12/5/2021). Lebih dari 100 keluarga membuat dan memasarkan lontong sehingga kawasan ini dikenal dengan sebutan kampung lontong.
Secara terpisah, pakar perkotaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Johan Silas, berpendapat, satu dasawarsa terakhir ibu kota Jatim ini dianggap mampu menata daerah kumuh. Sebagai catatan, kota-kota terkemuka dunia, seperti Paris, New York, London, Moskwa, Beijing, Seoul, Kyoto, dan Dubai masih menyisakan sejumlah kawasan kumuh.
Silas mengatakan, salah satu pengakuan dunia terhadap Surabaya ialah ketika kota seluas 320 kilometer persegi itu dipercaya menjadi tuan rumah Konferensi PBB untuk Permukiman dan Pembangunan Berkelanjutan (The Third Session of the Preparatory Committee for Habitat III) dengan peserta 193 negara. Sekretaris Jenderal PrepCom Habitat III Joan Clos memuji Surabaya karena penataan permukiman atau kampung-kampungnya.
Pada masa pandemi Covid-19, 5 Oktober 2020, Surabaya juga menjadi tempat peringatan Hari Habitat Dunia atau World Habitat Day, yang diikuti secara virtual oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Presiden Joko Widodo, dan Direktur Eksekutif UN Habitat (Program Pemukiman Manusia PBB) Maimunah Mohd Sharif.
Keberlanjutan
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Surabaya Retno Hastijanti mengatakan, masih banyak kampung yang perlu dibenahi karena nilai kesejarahannya yang tinggi. Misalnya, Kampung Ketandan di jantung kota yang memiliki aspek historis dan peninggalan menarik sebagai tujuan wisata kampung sejarah.
Kompas/Bahana Patria Gupta
Lampion dipasang di kampung pecinan Kapasan Dalam di Kecamatan Simokerto, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (18/2/2021). Kampung pecinan tersebut kini terus berbenah agar layak jadi destinasi wisata.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya Antiek Sugiharti mengatakan, sebelum pandemi, wisata kampung di Surabaya menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung selain taman atau ruang publik hijau lainnya.
Bahkan, di masa pandemi, meski sangat terbatas, geliat kehidupan di kampung khas terus berdenyut. Di Kapasan Dalam, yang ingin mencicipi kuliner khas di sana tidak akan pernah kehabisan asal datang pagi. Nasi campur, bakpao, kopi, dan mi adalah produk harian warga peranakan.
Di Ampel, produk harian khas Kampung Arab juga selalu tersedia. Begitu pula produksi lontong di Banyu Urip Lor, terus berdenyut karena jenis makanan ini masih digemari masyarakat.
Antiek mengatakan, karena pandemi, kegiatan wisata masih amat terkendala. Namun, jika sudah mereda, program wisata kampung di Surabaya akan kembali dimaksimalkan. Nantinya, pengunjung akan diberi berbagai pilihan untuk wisata kampung sesuai tema atau letak geografisnya. Misalnya, ingin wisata religi keislaman bisa ke Ampel lalu Peneleh. Wisata pecinan bisa ke Kapasan Dalam, Kembang Jepun, dan Tambak Bayan. Begitu pula wisata ke kawasan kota tua atau menelusuri jejak Pertempuran Surabaya November 1945.