Memasuki Tahun Politik, Ulama Diharapkan Mendamaikan dan Bukan Memecah Belah Bangsa
Di tahun politik, Wapres Ma’aruf Amin berharap para ulama mengambil peran untuk mendamaikan suasana dan bukan sebaliknya. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar berharap juga ulama bisa menerbitkan fatwa haram politik uang.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dalam acara Ijtima Ulama Nusantara, Jumat (13/1/2023), Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’aruf Amin meminta para ulama dan kiai berperan mendamaikan suasana dan bukan memperpanas keadaan, khususnya menjelang Pemilu 2024. Caranya melalui ceramah-ceramah yang diberikan, keutuhan negara dan masyarakat dapat terus terjaga.
Selain itu, diharapkan juga bisa berperan menerbitkan fatwa haram menerima uang untuk memilih calon pemimpin tertentu di pemilu tahun depan. Hal itu bertujuan agar Pemilu 2024 menghasilkan pemimpin yang memiliki legitimasi kuat dari rakyat.
’
’
’
Jalur politik, tambah Wapres, dianggap sebagai salah satu jalan yang bisa ditempuh para ulama untuk berpartisipasi dalam negara. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dinilai menjadi sedikit dari banyak wadah politik bagi para kiai dan ulama untuk menyampaikan aspirasi politiknya.
”PKB ini didirikan menjadi wadah tempat gerakan politik kiai. Manifesto politiknya saja namanya Mabda Siyasi yang sarat dengan pemikiran para kiai,” katanya.
Wapres mendoakan PKB agar bisa kembali menjadi partai yang berpengaruh di Indonesia, seperti saat pertama kali didirikan pascareformasi. Di Pemilu 1999, PKB menempati posisi tiga besar dengan perolehan suara hingga 13 persen.
Ia juga berharap ke depan akan ada lagi ulama yang bisa memegang pucuk pimpinan negara, seperti yang dilakukan Gus Dur dan dirinya saat ini.
Di kelompok mana pun atau di partai mana pun, ulama harus mengambil peran menjaga keutuhan bangsa.
”Setelah Pemilu 1999 suaranya terus menurun, syukurlah sekarang sudah bangkit lagi dan harus bangkit lagi,” ujarnya.
Mengantisipasi situasi yang diprediksi memanas di tahun politik ini, perdebatan politik yang terjadi diharapkan tidak sampai membawa pada permusuhan antarkelompok. Penyelenggaraan pemilu jangan sampai merusak keutuhan bangsa Indonesia.
”Berdebatlah dengan cara yang baik,” ujar mantan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini.
Membawa kebaruan dan kemajuan
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menjelaskan, penyelenggaraan Ijtima Ulama Nusantara 2023 ini diharapkan bisa mengeluarkan berbagai pemikiran serta fatwa yang membawa kebaruan dan kemajuan bagi masyarakat Indonesia. Khusus menyambut pesta demokrasi yang menyisakan 300-an hari lagi, ia meminta agar para ulama mengeluarkan fatwa haram mengenai politik uang.
Politik uang dinilai akan merusak cara pandang masyarakat karena akan semakin pragmatis dalam memilih pemimpin. Hal ini juga akan mempersempit ruang gerak kelompok lain, seperti santri untuk maju dalam kompetisi politik.
”Santri, kan, modalnya cekak, sementara maju pileg modalnya besar. Ini membuat para santri pesimistis untuk maju berpolitik. Mohon fatwa agar meneguhkan, menerima amplop dalam memilih itu haram. ”
”Santri, kan, modalnya cekak, sementara maju pileg modalnya besar. Ini membuat para santri pesimistis untuk maju berpolitik. Mohon fatwa agar meneguhkan, menerima amplop dalam memilih itu haram,” tambahnya.
Menghilangkan praktik kotor macam itu membutuhkan keseriusan serta dukungan para kiai dan ulama. Keduanya dapat secara proaktif mendampingi dan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk tidak terpengaruh dengan uang saat akan memilih di pemilu nanti.
Ketua panitia Ijtima Ulama Nusantara 2023 yang juga Sekretaris Dewan Syuro PKB Saifullah Ma’shum menerangkan, sesuai dengan tema ”Ulama Bangkit Bersatu Menjaga Indonesia”, acara ini akan merumuskan berbagai pemikiran serta solusi bagi beberapa permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Acara ini juga akan merumuskan beberapa saran bagi internal PKB dalam menghadapi Pemilu 2024 tahun depan.
Acara yang digelar 13-14 Januari 2023 di Hotel Millennium, Jakarta, ini direncanakan menghadirkan beberapa tokoh, seperti Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Alwi Shihab; Said Aqil Siroj, Dahlan Iskan; Burhanudin Muhtadi; serta beberapa tokoh agama dan intelektual lain.