Kedekatan dengan Kiai Permudah Gaet Pemilih Muslim
NU secara institusi tidak boleh ikut dukung-mendukung. Namun, PBNU tidak memiliki keinginan untuk membatasi pilihan politik dari pimpinan pesantren. Sebab, hal itu merupakan hak pribadi yang harus dilindungi.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan kiai dan santri tak pernah absen menjadi salah satu kelompok yang didatangi oleh tokoh-tokoh yang ingin berkontestasi dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024. Kedekatan dengan kiai memudahkan capres merebut simpati dari kalangan pemilih Muslim.
Safari politik ke pondok pesantren mulai marak dilakukan sejak pemilihan presiden langsung pada 2004. Sejak era Susilo Bambang Yudhoyono hingga Joko Widodo, semua calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) selalu mengunjungi pesantren dan bertemu untuk sekadar bersilaturahmi, bahkan meminta restu para kiai.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Pola yang sama pun masih terjadi hingga saat ini. Seusai Idul Fitri 1443 Hijriah, sejumlah tokoh mulai intens berkeliling ke sejumlah pesantren. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengunjungi sejumlah pesantren di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Beberapa pesantren yang dikunjungi Prabowo adalah Pesantren Tebuireng, Jombang, yang dipimpin KH Abdul Hakim Mahfudz; Pesantren Al-Anwar, Rembang, pimpinan KH Maimoen Zubair putra KH Maimoen Zubair; dilanjutkan berkunjung ke rumah KH Habib Muhammad Luthfi bin Yahya di Pekalongan.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menemui Rais Syuriah Pengurus Cabang NU Makassar KH Anre Gurutta Haji Baharuddin. Adapun Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa bersilaturahmi ke Pesantren Lirboyo dan Ploso di Kediri. Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir pun datang pada silaturahmi ulama se-Pasuruan Raya. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto saat bulan Ramadhan lalu mengunjungi Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Ahmad Fahrur Rozi saat dihubungi dari Jakarta, Senin (9/5/2022), menuturkan, pertemuan para kiai dengan sejumlah tokoh merupakan urusan masing-masing pimpinan pesantren. Pertemuan itu dilakukan sendiri-sendiri dan tidak ada kaitan dengan NU secara organisasi. Kegiatan itu tidak dilarang selama tidak mengaitkannya dengan institusi NU.
”NU secara institusi tidak boleh ikut dukung-mendukung, tetapi kalau secara pribadi pimpinan pesantren tidak ada masalah karena pesantren itu lembaga yang mandiri,” ujarnya.
Pertemuan para kiai dengan sejumlah tokoh merupakan urusan masing-masing pimpinan pesantren. Pertemuan itu dilakukan sendiri-sendiri dan tidak ada kaitan dengan NU secara organisasi.
Menurut Fahrur, PBNU tidak memiliki keinginan untuk membatasi pilihan politik dari pimpinan pesantren. Sebab, hal itu merupakan hak pribadi yang harus dilindungi. Mereka pun berhak menentukan pilihan politiknya sehingga 27.000 pesantren yang berafiliasi dengan NU pasti berbeda pilihannya.
Bahkan, ketika Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi maju sebagai cawapres di Pilpres 2004 dan Rais Aam PBNU KH Ma'ruf Amin maju dalam Pilpres 2019, PBNU tidak pernah mengeluarkan instruksi untuk memilih mereka. ”NU tidak boleh terlibat dalam politik praktis, tidak boleh digunakan untuk dukung-mendukung,” katanya.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Sukron Kamil, menuturkan, sejak era Orde Baru, para kiai sering kali didatangi oleh presiden dan calon presiden yang akan berkontestasi dalam pilpres. Kiai dan santri dianggap memiliki ceruk suara yang besar, terutama di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang banyak pemilih dari kalangan Nahdliyin.
Melalui silaturahmi dengan para kiai, lanjutnya, tokoh-tokoh itu bisa dicitrakan dekat dengan kalangan pemilih Muslim yang jumlahnya mayoritas setiap pemilu. Dengan demikian, mereka lebih mudah masuk ke pemilih berlatar belakang Muslim meski tokoh itu tidak berasal dari kalangan santri. ”Meski tidak memberikan dukungan, setidaknya para kiai memberikan doa kepada tokoh-tokoh tersebut," tuturnya.
Menurut Karim, tren membuat kedekatan dengan kalangan kiai dan santri akan terus terulang di Pemilu 2024. Apalagi di Pemilu 2019, Wapres Amin pun berasal dari kalangan santri sehingga pemilih Muslim tetap menjadi incaran setiap kandidat. Terlebih, NU secara institusi menegaskan sikapnya yang inklusif sehingga masing-masing tokoh selalu berupaya mendapatkan dukungan dari para kiai dan santri.