Koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS Masih Terganjal Penentuan Cawapres Anies
Koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS akan dideklarasikan setelah bakal cawapres disepakati. Sebelum itu, Demokrat dan PKS juga akan mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
Nasdem, Demokrat, dan PKS terus mematangkan rencana pembentukan koalisi untuk Pilpres 2024.
Koalisi akan dideklarasikan setelah Nasdem, Demokrat, dan PKS menyepakati bakal cawapres pendamping Anies Baswedan.
Saat ini Demokrat dan PKS masih berkukuh mengajukan kader masing-masing sebagai bakal cawapres, sementara Nasdem ingin tokoh non-parpol.
JAKARTA, KOMPAS — Meski sudah mulai dijajaki sejak enam bulan lalu, pembicaraan di antara Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera untuk membentuk ”Koalisi Perubahan” tak kunjung mencapai titik temu. Pembahasan terkendala belum adanya kesepakatan ihwal formulasi pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung. Kebuntuan panjang berisiko gagalnya pembentukan koalisi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Setelah Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres), ketiga partai politik (parpol) masih mendiskusikan bakal cawapres untuk mendampingi Anies. Demokrat dan PKS mendorong kadernya untuk menjadi bakal cawapres. Sementara itu, Nasdem menginginkan bakal cawapres dari luar parpol.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan, baik Demokrat, Nasdem, maupun PKS sepakat untuk membangun koalisi tanpa saling memaksakan kehendak. Ketiga pihak harus bisa saling meyakinkan untuk bisa merumuskan pasangan capres-cawapres yang merepresentasikan gerakan perubahan dan perbaikan. ”Pasangan itu juga harus bisa membawa kans kemenangan yang paling besar, itu yang menjadi konsensus,” katanya seusai menyampaikan pidato awal tahun 2023 di Kantor DPP Demokrat, Jakarta, Kamis (12/1/2023).
Agus tidak memungkiri, Demokrat mengajukan dirinya untuk menjadi bakal cawapres untuk Koalisi Perubahan. Namun, usulan itu masih terus didiskusikan dengan Nasdem dan PKS.
Menurut Agus, hal utama yang mesti diperhatikan untuk mencari bakal cawapres adalah aspirasi publik, bukan data statistik yang belum tentu bisa dikonfirmasi di lapangan. Sekalipun belum ada kesepakatan mengenai pasangan capres-cawapres yang berdampak pada belum terbentuknya koalisi secara resmi, Agus memastikan bahwa komunikasi untuk membentuk gabungan parpol itu masih berjalan. Di tengah situasi politik yang dinamis dan tensi politik yang menghangat, Demokrat terus berupaya untuk mencapai konsensus pembentukan koalisi.
”Saat ini kami terus berproses (membangun koalisi), kami juga senang perkembangannya nyata, on the track,” ujarnya.
Selain mengemukakan soal pembentukan koalisi, Agus dalam pidato awal tahunnya juga menyampaikan catatan kritis terhadap sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan penolakan terhadap penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja. Selain itu, Demokrat juga kembali menegaskan penolakan atas wacana mengembalikan sistem pemilu proporsional daftar terbuka ke daftar tertutup.
Secara terpisah, Ketua DPP PKS Ahmad Mabruri mengungkapkan, pembicaraan mengenai pembentukan Koalisi Perubahan sudah semakin matang. Tim kecil yang bertugas untuk merumuskan platform dan membahas pasangan capres dan cawapres kian intens berdialog. ”Deklarasi (koalisi) mungkin tinggal menunggu waktu yang tepat,” ujarnya.
Mabruri menambahkan, PKS masih mengajukan Wakil Ketua Majelis Syura PKS Ahmad Heryawan untuk menjadi bakal cawapres. Meski tidak menjawab apakah keputusan penerimaan usulan itu akan berdampak pada sikap partai akan melanjutkan pembentukan koalisi atau tidak, ia menekankan bahwa Koalisi Perubahan masih pilihan yang terbaik.
Ketua DPP Nasdem Effendy Choirie membenarkan bahwa pembentukan Koalisi Perubahan masih dalam proses pembahasan. Sebelum koalisi dibentuk, ia mendapatkan informasi bahwa PKS dan Demokrat terlebih dulu akan mendeklarasikan dukungan terhadap Anies Baswedan sebagai bakal capres. Ia mengklaim, deklarasi tidak dilakukan terburu-buru karena masih mempertimbangkan dinamika politik yang berkembang.
”Informasi yang kami dengar seperti itu, intinya mereka tetap mendukung Anies. Deklarasi diperkirakan akhir Januari atau Februari,” ujarnya.
Siapa pun yang ditetapkan, yang penting cawapres bisa mendongkrak suara, memenuhi kelemahan Mas Anies. Sekarang boleh-boleh saja PKS dan Demokrat mengusulkan siapa saja dari kader-kadernya.
Sejauh ini, lanjut Choirie, Demokrat dan PKS mengusulkan kadernya masing-masing. Usulan tersebut ditampung dan dibicarakan bersama. ”Siapa pun yang ditetapkan, yang penting cawapres bisa mendongkrak suara, memenuhi kelemahan Mas Anies. Sekarang boleh-boleh saja PKS dan Demokrat mengusulkan siapa saja dari kader-kadernya,” katanya.
Saat ini, sejumlah nama juga mulai dibicarakan di internal Nasdem. Mereka di antaranya berasal dari kalangan Nahdliyin, seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, aktivis sosial Yenny Wahid, dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin.
Peneliti pada Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati memandang, untuk memecah kebuntuan pembentukan Koalisi Perubahan, Nasdem, Demokrat, dan PKS hendaknya bisa mengesampingkan ego masing-masing. Jalan tengah yang bisa ditempuh, antara lain, Nasdem memberikan kesempatan bagi Demokrat dan PKS bermusyawarah menentukan bakal cawapres.
”Tanpa itu, risiko yang paling terlihat adalah pembentukan koalisi berpotensi stagnan, bahkan bisa bubar jalan,” kata Wasisto.
Jika Koalisi Perubahan gagal terbentuk, tidak mudah bagi ketiga parpol tersebut untuk berkoalisi dengan parpol lain. Penerimaan oleh poros koalisi lain sangat dipengaruhi syarat yang diajukan oleh ketiga parpol tersebut. Jika mereka masih mengajukan syarat tertentu, belum tentu poros koalisi lain bersedia membuka peluang menerima Nasdem, Demokrat, ataupun PKS.