Hasto Kristiyanto: Pertemuan Delapan Parpol Bagian Tradisi Demokrasi
”Pertemuan yang dilaksanakan di Hotel Dharmawangsa, ya, itu kita hormati sebagai bagian dalam tradisi demokrasi kita,” kata Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P Hasto Kristiyanto menghormati pertemuan delapan pimpinan partai politik yang dilangsungkan di Hotel Dharmawangsa. Dia menyebutnya sebagai bagian dalam tradisi demokrasi di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Hasto di sela acara Makan Bareng 10.000 Warga DKI Jakarta yang digelar Dewan Pimpinan Daerah PDI-P DKI Jakarta di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, Minggu (8/1/2023). Acara tersebut merupakan salah satu rangkaian menyambut Hari Ulang Tahun Ke-50 PDI Perjuangan yang jatuh pada 10 Januari mendatang.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Pertemuan yang dilaksanakan di Hotel Dharmawangsa, ya, itu kita hormati sebagai bagian dalam tradisi demokrasi kita. Kita, kan, baru mempersiapkan hari ulang tahun PDI Perjuangan. Semuanya sibuk. Hari ini saja ada lima agenda,” kata Hasto.
Adapun pucuk pimpinan delapan partai politik menggelar pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Minggu (8/1), untuk membahas penolakan terhadap wacana perubahan sistem pemilu menjadi daftar tertutup. Delapan parpol itu ialah Gerindra, Golongan Karya (Golkar), Demokrat, Nasdem, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Hanya saja, dalam pertemuan itu, pimpinan Gerindra tidak hadir, tetapi menegaskan sikapnya yang juga menolak sistem proporsional tertutup.
Menurut Hasto, pertemuan tersebut bagus dan sama sebagaimana pertemuannya dengan warga masyarakat. Terkait dengan tidak ikut sertanya Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dalam pertemuan tersebut, menurut Hasto, dialog yang dilakukan Megawati dengan ketua umum suatu parpol mengenai bangsa dan negara biasanya dilakukan dalam situasi yang kontemplatif, tidak secara terbuka seperti yang dilakukan di Hotel Dharmawangsa.
Terkait dengan dukungan PDI-P terhadap sistem proporsional tertutup, Hasto menegaskan bahwa hal itu telah diputuskan di dalam kongres yang didasarkan pada kajian yang matang mengenai sistem proporsional tertutup. Salah satu yang diungkapkan Hasto adalah mengenai kebutuhan PDI-P agar DPR RI diisi oleh para pakar yang memang ahli di bidangnya sesuai pembagian komisi di DPR.
Namun, lanjut Hasto, banyak pakar atau ahli di bidang tertentu yang ketika diberi tawaran PDI-P untuk maju ke pemilihan legislatif menyatakan tidak sanggup karena besarnya dana yang harus disiapkan. Sebab, dengan sistem proporsional terbuka, dibutuhkan antara Rp 5 miliar dan Rp 100 miliar untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat di DPR.
Terkait dengan upaya uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), Hasto menyatakan, PDI-P tidak memiliki keadaan untuk memenuhi syarat melakukan uji materi di MK. Oleh karena itu, ia memastikan bahwa PDI-P akan menghormati apa pun putusan MK.
”Yang perlu disadari bersama, judicial review yang merupakan ranah MK itu untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Itu yang diuji, bukan untuk menguji opini, melainkan untuk menguji undang-undang terhadap konstitusi kita,” tutur Hasto.
Hasto juga meyakini bahwa MK memiliki sikap kenegarawan. Sebab, pemilihan para hakim MK telah melibatkan tiga lembaga, yakni DPR, pemerintah, dan Mahkamah Agung.
”Sehingga ada tiga institusi yang tidak begitu mudah untuk diintervensi karena memang itu yang dijaga dengan sangat baik, dengan penuh tanggung jawab, oleh Mahkamah Konstitusi,” katanya.
Calon presiden
Terkait kemungkinan pengumuman nama calon presiden (capres) yang bakal diusung PDI-P pada saat peringatan HUT ke-50 PDI-P, Hasto menyatakan, dalam setiap peringatan HUT PDI-P akan selalu dirancang adanya elemen kejutan. Sebab, Megawati sebagai Ketum PDI-P beberapa kali melakukan kejutan semacam itu, semisal saat menyatakan pencalonan Joko Widodo sebagai capres yang diusung PDI-P di periode keduanya.
Meski demikian, menurut Hasto, Megawati akan melakukan kalkulasi terlebih dahulu dan akan memilih waktu yang tepat untuk mengumumkan capres yang bakal diusung PDI-P. Sebelum memutuskan memilih sebuah nama, menurut Hasto, Megawati akan mendengarkan dan menimbang proses dan calon yang ada, melakukan kontemplasi, serta berkunjung ke makam Bung Karno di Blitar, Jawa Timur.
Di sisi lain, lanjut Hasto, peringatan HUT ke-50 PDI-P mendatang akan lebih melihat internal partai dengan suasana yang kontemplatif. Demikian pula terkait kemungkinan mengundang ketua umum parpol lain, Hasto mengatakan, pada peringatan kali ini Megawati lebih memilih untuk bertemu dengan kader PDI-P yang berasal dari ranting dan satuan tugas partai di level terbawah.
”Maka, beliau (Megawati) mengambil kebijakan bahwa HUT PDI-P ini lebih ke dalam, bagaimana Ibu Mega bertemu anak-anak beliau,” ujar Hasto.
Ketua DPP PDI-P Eriko Sotarduga mengungkapkan bahwa terdapat kelompok anak muda yang mengusulkan agar Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri dicalonkan menjadi capres pada Pemilu 2024. Salah satu alasannya adalah adanya fenomena para pemimpin senior yang kemudian terpilih kembali menjadi presiden atau perdana menteri, seperti terjadi di Brasil dan Malaysia.
Menurut Eriko, usulan tersebut cukup masuk akal. Namun, ia harus melaporkannya terlebih dahulu kepada Megawati selaku Ketum PDI-P yang memiliki wewenang untuk menetapkan capres yang bakal diusung PDI-P.
”Keputusan ini di tangan Ibu Ketua Umum, baik waktu maupun saat diputuskan. Memang usulan itu juga baru kami dapatkan kemarin. Ini perlu dikaji dan menarik,” ujar Eriko.