Delapan Parpol Parlemen Kompak Tolak Perubahan Sistem Pemilu
Pucuk pimpinan partai politik parlemen, minus PDI-P menyampaikan pernyataan sikap menolak wacana sistem pemilu proporsional tertutup.
- Pimpinan tujuh partai politik bertemu untuk menyampaikan sikap delapan parpol parlemen terkait sistem pemilu.
- Mereka menegaskan menolak wacana sistem pemilu proporsional tertutup.
- Partai Gerindra yang berhalangan hadir juga menegaskan menolak sistem pemilu proporsional tertutup.
JAKARTA, KOMPAS — Delapan partai politik parlemen kompak menyuarakan penolakan wacana pemberlakuan sistem pemilu proporsional tertutup pada Pemilu 2024. Mereka meminta agar penyelenggara pemilu untuk menyelenggarakan pemilu sesuai dengan tahapan yang sudah dibuat dan mengacu pada Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Delapan partai tersebut adalah Gerindra, Golongan Karya (Golkar), Demokrat, Nasdem, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Hanya saja, dalam pertemuan pimpinan delapan parpol di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Minggu (8/1/2023), untuk membahas penolakan tersebut, Gerindra tidak hadir.
Dari sembilan parpol parlemen, hanya PDI-P, yang menegaskan sikap partainya mendukung sistem proporsional tertutup karena peserta pemilu adalah parpol. Namun, PDI-P menegaskan komitmen untuk selalu taat asas dan konstitusi (Kompas.id, 3/1/2023).
Wacana penerapan kembali sistem pemilu proporsional tertutup muncul seiring dengan adanya uji materi Pasal 168 Ayat (2) UU No 7/2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. MK menjadwalkan sidang lanjutan dengan agenda mendengar keterangan dari DPR, Presiden, dan pihak terkait pada 17 Januari 2023.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyebutkan, pertemuan antardelapan partai ini akan rutin dilakukan untuk mengawal hingga wacana sistem proporsional tertutup ini bisa dihentikan dan tidak diberlakukan. Baginya, sistem proporsional terbuka lebih baik karena merupakan perwujudan demokrasi di mana rakyat mengetahui calon pemimpin yang akan dipilihnya.
”Kami menolak sistem ini (proporsional tertutup) sebagai komitmen untuk menjaga demokrasi Indonesia” ucapnya.
Untuk itu, pemberlakukan sistem ini dinilainya bisa menyebabkan kemunduran demokrasi Indonesia. Sistem proporsional terbuka juga dinilai efektif karena sudah dipakai dalam tiga kali pemilu, dan juga sesuai dengan amanat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU 6/2008 tanggal 23 Desember 2008.
Dalam penolakannya, para parpol ini juga meminta KPU fokus saja menyelanggarakan tugasnya dengan tetap netral dan independen sesuai dengan hukum yang berlaku.
Pemberlakukan sistem proporsional daftar tertutup juga dinilai tidak tepat karena pemerintah sudah menetapkan anggaran untuk Pemilu 2024, dan KPU juga sudah menetapkan tahapan penyelenggaraan pemilu sesuai dengan kesepakatan bersama. Terakhir, Airlangga menyebut, Pemilu 2024 perlu diselanggarakan secara sehat agar adanya stabilitas politik, keamanan, dan, ekonomi.
Pemberlakuan sistem baru akan merusak tahapan dan rencana yang sudah disepakati bersama.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar juga sepakat dengan pernyataan Airlangga. PKB meminta agar KPU konsisten dengan dengan agenda dan jadwal pemilu yang telah ditetapkan sebelumnya. ”Rencana, tahapan, dan anggarannya sudah ada, lebih baik semua berjalan seperti agenda nasional yang sudah ditetapkan,” ucap Cak Imin singkat.
Baca juga: Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Mendekatkan Pilihan Rakyat
Sementara itu, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan, sedari awal, partainya tegas menolak pemberlakukan sistem tersebut karena merupakan wujud pelemahan demokrasi. Ada dua alasan utama, penolakan partainya terhadap kehadiran sistem proporsional tertutup ini, yaitu pertama, rakyat menjadi tidak bisa memilih wakil rakyatnya secara langsung.
”Kita tidak mau seakan membeli kucing dalam karung. Harapannya sistem pemilunya tetap proporsional terbuka sesuai dengan undang-undang yang eksis hari ini,” ucapnya.
Alasan kedua, sistem proporsional terbuka membuka ruang serta peluang yang adil di antara kader untuk mendapatkan suara dari rakyat. Hal ini memungkinkan setiap kader partai bisa menjaring sebanyak mungkin aspirasi dari masyarakat luas.
”Jangan sampai kader sudah berjibaku mendapatkan suara rakyat, tapi semangatnya rontok karena sistem seperti ini,” jelasnya.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, meski perwakilan partainya tidak hadir pada pertemuan ini, Gerindra sepakat dengan poin penolakan yang disampaikan tujuh partai lain. Gerindra menganggap rakyatlah yang memiliki kuasa untuk memilih wakilnya, bukan partai.
Adapun ketidakhadiran perwakilan partainya hari ini karena beberapa petinggi sudah memiliki agenda lain.
”Pak Prabowo kemarin sudah menegaskan menolak sistem ini. Kami tidak hadir hari ini karena Pak Ketum ada acara, dan beberapa petinggi dijadwalkan memberi bantuan korban banjir di Jawa Tengah. Saya sendiri sedang di luar kota,” katanya melalui pesan singkat.
Sesuai jadwal
Penolakan juga disuarakan Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan. Ia menyebut sistem proporsional terbuka sudah teruji di tiga pemilu sebelumnya, yaitu Pemilu 2009, 2014, dan 2019. Kondisi ini menandakan sistem ini telah efektif untuk dijalankan. Pemberlakuan sistem baru juga dapat merusak fokus dari partai yang kini sedang dalam tahap menyaring calon anggota legislatif yang hendak mereka usung.
”Kita menolak keras ada sistem tertutup. Kita harusnya sesuai jadwal saja. Caleg sudah mulai disusun, bayangkan kalau itu harus mundur lagi,” tuturnya.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera Ahmad Syaikhu menjelaskan, implementasi sistem tertutup merupakan sebuah kemunduran bagi penyelenggaraan pemilu dan demokrasi. Ia mengajak setiap pihak mengakhiri keraguan terhadap sistem yang digunakan hari ini, dan meminta para penyelanggara pemilu bisa melaksanakan pesta demokrasi ini dengan independen dan adil.
”Kita akhiri keraguan agar kita firm Pemilu akan dilaksanakan 14 Februari 2024,” tambahnya.
Selanjutnya, Wakil Ketua Umum Nasdem Ahmad Ali berharap agar KPU konsisten melaksanakan pemilu sesuai amanat undang-undang yang berlaku. KPU diminta tidak menggunakan sistem yang belum ada landasan hukumnya. Polemik mengenai sistem ini diharapkan segera berakhir agar tidak mengundang kegaduhan lebih besar.
Baca juga: Menimbang Perdebatan Sistem Pemilu Legislatif, Terbuka atau Tertutup?
”Sistem pemilu yang berlaku hari ini adalah terbuka dan diatur undang-undang. KPU berpegang teguh dengan hukum yang eksisting hari ini, karena kita harus memberikan kepastian,” jelasnya.
PPP, yang diwakili wakil ketua umumnya, Amir Uskara, menjelaskan, sistem proporsional terbuka sudah menjadi sistem yang paling tepat untuk Pemilu 2024 karena telah sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu.
”Pertemuan ini membawa kesejukan bagi masyarakat. Saat pace-nya sedang naik, kita bisa duduk bersama,” katanya.
Memberi tekanan
Penolakan delapan partai dinilai efektif memberikan tekanan terhadap wacana pemberlakuan sistem proporsional tertutup. Pengajar politik Universitas Paramadina, Khoirul Umam, menuturkan, sistem proporsional daftar tertutup berpotensi menguntungkan partai tertentu saja dan bisa menggerus suara partai lain. Dalam konteks ini, pemberlakuan sistem proporsional tertutup akan menguntungkan PDI-P selaku partai politik yang memiliki party ID yang lebih besar.
”Sistem ini berpeluang menyingkirkan PAN dan PPP yang kedekatannya dengan warga terbatas dan minimnya tokoh karismatik di dalamnya. Sementara Golkar juga akan tergerus karena banyak varian kepentingan politik di internal partainya,” ucapnya.
Sistem proporsional tertutup merampas hak warga yang ingin mengetahui orang yang akan memimpinnya.
Sistem proporsional terbuka dinilai lebih demokratis, karena rakyat memiliki pemahaman tentang siapa yang akan ia pilih. Sebaliknya, sistem proporsional tertutup tidak karena akan merampas hak rakyat yang ingin memilih wakil yang sesuai dengan pilihannya.
Dia menilai independensi Mahkamah Konsitusi menjadi pertaruhan. Untuk itu, delapan partai politik parlemen yang mengajukan penolakan ini harus tetap solid agar kesepakatan yang dicapai hari ini dapat dikawal dengan baik.