Hakim Belum Siap, Sidang Putusan Benny Tjokro Ditunda Sepekan
Sidang putusan terhadap Benny Tjokrosaputro, terdakwa kasus dugaan korupsi PT Asabri (Persero) ditunda sepekan. Sebelumnya, ia dituntut pidana mati serta pidana membayar uang pengganti Rp 5,7 triliun.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Β·3 menit baca
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Terdakwa kasus korupsi Asabri, Benny Tjokrosaputro menanti sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis (5/1/2023). Namun, karena putusan belum siap, sidang pun ditunda.
JAKARTA, KOMPAS - Sidang dengan agenda pembacaan putusan bagi terdakwa kasus dugaan korupsi PT Asabri (Persero), yakni Benny Tjokrosaputro, yang sedianya dilangsungkan hari Kamis (5/1/2023) ini ditunda oleh majelis hakim. Penundaan dilakukan karena putusan terhadap terdakwa belum siap.
Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mencantumkan jadwal sidang dengan nomor perkara 49/Pid.Sus-TPK/2021/PN Jkt Pst dengan terdakwa Benny Tjokrosaputro berlangsung di PN Jakarta Pusat, Kamis (5/2023) pukul 10.00. Kemudian, sidang dibuka sekitar pukul 15.30 oleh ketua majelis hakim Ig Eko Purwanto.
Dalam sidang tersebut, jaksa menghadirkan terdakwa Benny Tjokrosaputro. Benny masuk ruang Hatta Ali sesaat sebelum sidang dimulai. Sembari menunggu, Benny sesekali tampak berbincang dengan tim kuasa hukumnya.
"Ternyata belum bisa menyelesaikan putusan dan kami memerlukan waktu tambahan. Oleh karena itu, sidang ini ditunda satu minggu menjadi Kamis, 12 Januari 2023," kata ketua majelis hakim sesaat setelah membuka sidang.
Majelis hakim kemudian meminta jaksa penuntut umum untuk kembali menghadirkan terdakwa pada Kamis depan. Terkait hal itu, penasihat hukum Benny tidak keberatan. Kemudian, sidang pun ditutup oleh ketua majelis hakim.
Adapun, dalam perkara ini, jaksa menuntut Benny dengan pidana mati serta pidana membayar uang pengganti Rp 5,7 triliun dengan ketentuan jika tidak membayar paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita.
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Terdakwa kasus korupsi Asabri, Benny Tjokrosaputro dalam sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis (5/1/2023). Namun, karena putusan belum siap, sidang pun ditunda.
Benny Tjokrosaputro adalah terdakwa terakhir - dari total sembilan terdakwa - yang belum divonis oleh majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Adapun delapan terdakwa lainnya telah menjalani proses hukum di tingkat satu.
Majelis hakim di pengadilan tingkat pertama telah menjatuhkan putusan bagi terdakwa Adam R Damiri, Sonny Widjaja, Hari Setianto, Bachtiar Effendi, Lukman Purnomosidi, Jimmy Sutopo, Heru Hidayat, serta Teddy Tjokrosaputro, adik kandung Benny.
Prestasi
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam kunjungan virtualnya ke jajaran kejaksaan di seluruh Indonesia, mengatakan, kejaksaan mendapatkan apresiasi dari Presiden Joko Widodo karena telah menangani perkara korupsi dengan kerugian negara yang besar. Kasus korupsi Asabri menjadi salah satu kasus yang disebut Presiden selain kasus korupsi Asuransi Jiwasraya (Persero) dan kasus korupsi di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
"Pencapaian tersebut tidak membuat kita berpuas diri, namun harus kita jadikan motivasi dan penyemangat untuk terus meningkatkan kinerja. Karena perlu disadari bahwa menggapai prestasi itu sulit, namun mempertahankan prestasi jauh lebih sulit," katanya.
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, kejaksaan terus menelusuri aset milik Benny Tjokrosaputro dan melakukan sita eksekusi terkait kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Tbk maupun kasus korupsi PT Asabri. Dalam kasus korupsi Asuransi Jiwasraya, Benny divonis penjara seumur hidup dan pidana uang pengganti Rp 6,07 triliun.
Ketut mengatakan, terakhir kejaksaan menyita 21 hektare tanah di Kabupaten Tangerang dan 12,94 hektare di Kabupaten Bogor. Untuk tanah yang sudah selesai disita eksekusi, kemudian aset tersebut diserahkan ke Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung.