Keberadaan residivis kasus terorisme masih menjadi ancaman selama satu tahun ke depan. Rekrutmen teroris juga diperkirakan bertambah banyak pada tahun 2023.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
Petugas berjaga dalam radius 100 meter dari Kantor Polsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022), pascaledakan bom bunuh diri yang terjadi di sana.
JAKARTA, KOMPAS — Selama perayaan Natal 2022 dan Tahun Baru 2023, Polri tidak mendapati aksi terorisme. Meski demikian, Polri akan tetap mengantisipasi kemungkinan adanya aksi terorisme sepanjang 2023. Selain adanya kemungkinan bertambahnya jumlah teroris karena maraknya perekrutan, keberadaan residivis kasus terorisme juga masih menjadi ancaman selama satu tahun ke depan.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengungkapkan, Polri akan mengantisipasi atau memitigasi ancaman aksi terorisme sepanjang 2023 karena akan ada agenda nasional dan internasional yang digelar di Indonesia. Mitigasi tersebut tetap dilakukan meskipun prediksi akan terjadi gangguan terorisme pada perayaan Natal dan Tahun Baru lalu tidak terjadi.
”Detasemen Khusus 88 Antiteror bekerja sama dengan kepolisian daerah dan kepala satuan tugas wilayah di wilayah polda masing-masing sampai dengan hari ini masih terus mengembangkan penangkapan 26 tersangka terorisme, baik yang ada kaitannya dengan bomber (pengeboman) di (Kantor Kepolisian Sektor) Astanaanyar (Kota Bandung, Jawa Barat) maupun rencana-rencana aksi terorisme yang lainnya,” kata Dedi dalam konferensi pers hasil kegiatan Operasi Lilin 2022 di Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Sepanjang Desember 2022, Densus 88 Antiteror Polri menangkap 26 terduga teroris dari jaringan Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Islamiyah (JI). Tujuh terduga teroris ditengarai berkaitan dengan pelaku bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar, yang berasal dari kelompok JAD.
Oleh karena itu, menurut Dedi, Polri akan memastikan jangan sampai aksi terorisme mengganggu agenda nasional dan internasional yang akan digelar sepanjang tahun ini. Sejumlah agenda besar yang akan digelar sepanjang tahun 2023, antara lain, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN dan gelaran MotoGP Mandalika di Nusa Tenggara Barat.
Agenda nasional lain adalah penyelenggaraan Pemilu 2024. Tahun ini akan ada beberapa tahapan pemilu strategis yang digelar, seperti pendaftaran dan penetapan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD serta pendaftaran serta penetapan pasangan calon presiden-calon wakil presiden.
Konservatisme kekerasan
Menurut pengamat teroris Al Chaidar, pada 2023 akan banyak lagi teroris yang ditangkap dari jaringan JAD, JI, ataupun Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang pada tahun lalu belum terselesaikan. Sebab, ia melihat akan ada kebangkitan konservatisme kekerasan yang semakin tinggi karena masyarakat lebih percaya pada cara-cara kekerasan untuk menyelesaikan suatu persoalan.
”Sedikit saja itu membutuhkan jalan kekerasan sebagai solusinya dan banyak organisasi teroris menawarkan channeling. Itulah yang mengakibatkan jumlah perekrutan mereka sangat banyak pada 2023,” kata Al Chaidar, yang juga dosen Antropologi Universitas Malikussaleh.
Al Chaidar mengingatkan, ada kemungkinan jumlah anggota OPM akan meningkat secara signifikan karena selama ini tidak diatasi secara optimal oleh alat-alat keamanan negara. Beberapa orang akan menganggap menjadi OPM jauh lebih menguntungkan. Hal itu membuat mereka merasa lebih nyaman bergerak menjadi teroris.
Meskipun teroris tidak begitu mengetahui secara detail kegiatan nasional ataupun internasional yang akan diselenggarakan di Indonesia pada 2023, menurut Al Chaidar, pergerakan mereka tetap perlu diantisipasi. Sebab, ada kemungkinan organisasi terorisme tersebut akan merekrut orang-orang yang mempunyai latar belakang akademis yang bagus.
Sedikit saja itu membutuhkan jalan kekerasan sebagai solusinya dan banyak organisasi teroris menawarkan channeling. Itulah yang mengakibatkan jumlah perekrutan mereka sangat banyak pada 2023.
”Ada kemungkinan mereka yang direkrut itu memiliki literasi informasi yang lumayan bagus dan itu mereka kombinasikan dengan aksi-aksi mereka,” tuturnya.
Residivis
Kekhawatiran Al Chaidar tersebut sejalan dengan data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sebelumnya, Kepala BNPT Boy Rafli Amar mengungkapkan, potensi radikalisasi di dunia maya meningkat seiring masifnya penggunaan internet sejak pandemi Covid-19. Selama 2022, BNPT menemukan lebih dari 600 situs dan akun di berbagai platform media sosial yang bermuatan unsur radikal. Situs-situs tersebut menyebarkan lebih dari 900 konten propaganda.
Apalagi, jumlah eks narapidana terorisme yang kembali melakukan teror tak sedikit. Berdasarkan data Densus 88 Antiteror pada 2009-2022, ada 87 eks narapidana terorisme yang kembali melakukan serangan teror atau menjadi residivis. Dari tahun ke tahun, jumlah residivis cenderung fluktuatif. Namun, setahun terakhir terjadi peningkatan signifikan, yakni dari lima residivis pada 2021 menjadi 13 residivis. Salah satu residivis tersebut adalah Agus Sujatno atau Agus Muslim yang melancarkan aksi bom bunuh diri di Polsek Astanaanyar pada awal Desember 2022.
Staf Direktorat Identifikasi dan Sosialisasi Densus 88 Komisaris Vanggivantozy, akhir Desember lalu, mengungkapkan, keberadaan residivis tak hanya bisa berdampak pada aksi teror perseorangan. Residivis juga bisa memengaruhi orang lain untuk melakukan serangan terorisme. Salah satunya Sarwo, eks narapidana terorisme yang meradikalisasi sejumlah narapidana umum di Lembaga Pemasyarakatan Gorontalo pada 2021.