Genjot Serapan Anggaran, Kemendagri Usulkan 13 Solusi bagi Pemda
Kemendagri menawarkan 13 solusi kepada pemerintah daerah untuk mengatasi persoalan serapan anggaran yang rendah. Namun, peneliti otonomi daerah menilai mekanisme ”reward and punishment” dari Kemendagri belum efektif.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo meminta pemerintah daerah memperbaiki serapan anggaran pada tahun 2023. Ada 13 terobosan yang ditawarkan untuk diterapkan guna mempercepat serapan anggaran, mulai dari pengadaan dini untuk percepatan belanja daerah hingga penyederhanaan bentuk kontrak pekerjaan.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri hingga 29 Desember 2022, serapan anggaran daerah mencapai 83,04 persen atau senilai Rp 1.081 triliun. Jumlah ini turun 3,12 persen dibandingkan realisasi pada tahun 2021 yang mencapai 86,16 persen atau senilai Rp 1.098 triliun.
Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo saat rapat koordinasi dengan kepala daerah secara daring, Senin (2/1/2023) di Jakarta, mengatakan, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab lambatnya realisasi belanja APBD 2022. Menurut catatan Kemendagri, pelaksanaan lelang kerap terhambat. Salah satunya karena tahap perencanaan proyek pembangunan atau penyusunan detail engineering design (DED) dilakukan bersamaan dengan tahun anggaran yang sama. Akibatnya, kegiatan fisik terhambat pelaksanaannya. Kendala teknis lainnya adalah sering terjadi perubahan lokasi kegiatan.
Penagihan kegiatan juga baru dilakukan pada akhir tahun anggaran, tidak langsung per termin sesuai dengan kemajuan kegiatan. Ini menjadi penyebab grafik serapan anggaran biasanya baru melonjak naik dua bulan menjelang tutup tahun.
”Dari sisi pemda juga kerap terlambat menetapkan penjabat pengelola keuangan serta penjabat pengadaan barang dan jasa. Adapun, dari sisi pemerintah pusat, juga ada andil karena penetapan petunjuk teknis dana alokasi khusus (DAK) dari kementerian dan lembaga sering terlambat,” katanya.
Persoalan klasik lainnya adalah keterbatasan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang pengelolaan keuangan dan pengadaan barang/jasa, masih kurangnya pemantauan dan evaluasi dari pimpinan daerah, keterlambatan penyelesaian administrasi dan laporan pertanggungjawaban kegiatan, serta di sejumlah daerah, kegiatan wajib dilaporkan dan menunggu persetujuan dari kepala daerah.
”ASN juga masih khawatir dan akan berurusan dengan aparat penegak hukum (APH) saat salah menggunakan anggaran,” katanya.
Oleh karena itu, Kemendagri menawarkan 13 solusi kepada pemerintah daerah. Pertama, jika masih ada ketakutan untuk menggunakan anggaran karena bisa terseret masalah hukum, pemda bisa meminta pendampingan dan asistensi APH untuk koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi. Aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) juga diminta melakukan pratinjau terhadap dokumen perencanaan dan keuangan daerah. Dengan demikian, organisasi perangkat daerah yakin dan percaya diri menggunakan anggaran.
Untuk mempercepat penyerapan anggaran, pemda diminta mempraktikkan pengadaan dini sejak Agustus 2022 untuk belanja APBD 2023. Dengan catatan, sudah ada nota kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) ditandatangani kepala daerah dan pimpinan DPRD. Kontrak kerja diminta disederhanakan dengan memperhatikan petunjuk teknis dan pelaksanaan dari pusat ataupun aturan perundang-undangan.
”Secara teknis, Kemendagri, juga mendorong agar penetapan pejabat pengelola keuangan dan pejabat pengadaan barang/jasa di luar tahun anggaran agar mereka bisa mempelajari petunjuk teknis penggunaan anggaran,” ungkapnya.
Selain lelang dini, percepatan belanja juga bisa dilaksanakan melalui platform e-katalog, e-katalog lokal, toko daring, serta penggunaan kartu kredit pemerintah daerah (KKPD). Penyusunan DED proyek-proyek yang akan dilaksanakan pada tahun 2023 bisa lebih awal agar pekerjaan fisik tak terlambat. Pembayaran tagihan dari pihak ketiga diminta diubah berdasarkan termin sesuai dengan kemajuan proyek agar tidak menumpuk di akhir tahun.
”Kemendagri juga akan memberikan reward and punishment terhadap pemda yang capaian realisasi pendapatan dan belanjanya bagus. Pemda akan diberikan hadiah berupa piagam penghargaan, sedangkan hukuman bagi yang serapan anggaran rendah adalah surat teguran,” katanya.
Sanksi tak optimal
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman mengatakan, mekanisme reward and punishment yang diterapkan Kemendagri dinilai tidak efektif menangani masalah klasik tersebut. Menurut dia, reward and punishment jangan hanya sekadar piagam penghargaan dan juga surat teguran. Seharusnya, daerah yang berhasil melakukan serapan anggaran dan program yang dilakukan benar-benar dibutuhkan masyarakat, ada penambahan dana insentif daerah (DID), atau penambahan proyek prioritas dari APBN.
“Jangan hanya sebatas perankingan dan piagam penghargaan. Tetapi harus ada hal yang riil yang diterima daerah yang berhasil menyerap anggaran dengan baik,” ucapnya.
Untuk daerah yang serapan anggarannya masih kecil, bisa digenjot lagi dengan memberikan bimbingan teknis untuk peningkatan kapasitas SDM. Selain itu, pegawai bisa dipertemukan dengan forum pemda sehingga bisa belajar melalui kiat berhasil daerah lain.
Herman juga mengusulkan agar pengelolaan belanja di daerah didorong untuk fokus pada program yang benar-benar prioritas. Jangan sampai pemda dibebani terlalu banyak program, padahal kemampuan fiskal mereka kecil. Sebab, hal itu, akan memengaruhi serapan anggaran yang bisa berdampak pada buruknya evaluasi penilaian dari pusat.
”Dari hulu, perlu didorong agar pemda menetapkan 2-3 program prioritas saja. Pemerintah pusat mendorong agar program prioritas ini terlaksana sehingga keterbatasan anggaran bisa dioptimalkan,” terangnya.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan menambahkan, pemerintah daerah tidak perlu khawatir akan berhadapan dengan aparat penegak hukum saat menggunakan anggaran. Tentunya, mereka perlu memahami secara saksama aturan main, misalnya mekanisme pengadaan barang dan jasa. Sudah ada aturan yang bertujuan untuk mempercepat pengadaan barang dan jasa dengan cara swakelola yang melibatkan organisasi kemasyarakatan.
Jika masih ragu, pengguna anggaran segera berkonsultasi kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Inspektorat, untuk memastikan penggunaan anggaran sudah sesuai dengan aturan. Alasan ketakutan memakai anggaran karena bisa bermasalah secara hukum jangan menjadi alasan klasik serapan anggaran rendah.
”Selain nilai serapan anggaran yang harus sesuai target, kualitas serapan anggaran juga harus dilihat Kemendagri. Karena mungkin ada daerah yang serapan anggarannya rendah, tetapi tepat sasaran dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” katanya.