OTT Tak Surutkan Kasus Korupsi, KPK Pastikan Tak Akan Berhenti
Kasus korupsi tidak pernah surut lantaran pelaku semakin lihai menjalankan praktik korupsi. Karena itu, KPK tetap akan melakukan OTT karena diyakini tetap efektif memberantas korupsi.
JAKARTA, KOMPAS — Kendati belum bisa mengurangi rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan tidak akan berhenti menggelar operasi tangkap tangan atau OTT. Sebab, KPK meyakini OTT merupakan strategi efektif untuk memberantas korupsi. Kasus korupsi tidak pernah surut lantaran pelaku semakin hati-hati dan lihai.
Menurut catatan kinerja KPK 2022, sepanjang tahun ini lembaga antirasuah itu sudah melakukan 12 kali OTT. Jumlah tersebut dua kali lipat lebih banyak ketimbang OTT yang dilakukan pada 2021 yang hanya enam kali.
KPK juga mencatat, ada 120 penyidikan perkara dengan 149 tersangka yang ditangani sepanjang tahun 2022. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 12 penyidikan dengan 38 tersangka.
Ketua KPK Firli Bahuri, Selasa (27/12/2022), mengatakan, OTT merupakan salah satu bentuk pelaksanaan tugas pokok KPK sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Dalam Pasal 6 Huruf e disebutkan, KPK dapat melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. OTT merupakan stategi pemberantasan korupsi yang dikembangkan KPK melalui pendidikan dan peningkatan peran serta masyarakat.
”Ini juga bentuk pencegahan, perbaikan sistem, dan juga penegakan hukum melalui penindakan. Maka dari itu, OTT tidak akan pernah kami kurangi ataupun kami surutkan,” ujar Firli dalam konferensi pers kinerja KPK tahun 2022 di Gedung Juang KPK, Jakarta.
Firli menambahkan, kendati OTT gencar dilakukan, korupsi terus bermunculan lantaran berbagai faktor. Salah satunya faktor keserakahan, kebutuhan, atau kesempatan yang timbul karena ada kekuasaan. Hal itu, menurut Firli, sesuai dengan dalil politisi berkebangsaan Inggris, Lord Acton, bahwa ”Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely”. Kekuasaan cenderung korup. Kekuasaan absolut akan sepenuhnya korup.
”Sejak KPK berdiri pada 2003, setidaknya 1.519 sudah tersangka. OTT juga sudah cukup banyak. Ini maknanya, kalaupun penindakan kami lakukan, tetapi tidak boleh kami surutkan dan tetap harus kami lanjutkan,” ujar Firli.
Baca juga: Deretan Pejabat yang Terjaring OTT KPK Sepanjang 2022
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, OTT yang telah dilakukan KPK efektif dalam pemberantasan korupsi. Walakin, ia tidak memungkiri bahwa OTT tidak membuat pelaku kapok atau pelaku lain takut melakukan korupsi.
Alexander mengatakan, KPK bahkan pernah melakukan OTT sampai 30 kali pada 2018. Itu merupakan jumlah terbanyak sepanjang sejarah KPK berdiri. Namun, itu tidak menghentikan para pelaku lain untuk melakukan korupsi atau suap. Malah, pelaku korupsi justru semakin berhati-hati dan lihai dalam menjalankan aksinya.
Sebab, kata Alexander, fakta dan mekanisme OTT terungkap dalam persidangan. Ia menduga, pelaku korupsi telah mempelajarinya. ”Jadi, para pelaku bukan belajar bagaimana supaya tidak berkeinginan untuk korupsi, tetapi bagaimana tetap korupsi tetapi tidak ketahuan,” katanya.
Ia pun menyampaikan, sepanjang masyarakat masih menginformasikan dugaan adanya suap, sepanjang itu pula KPK akan menindaklanjuti laporan tersebut. Tindak lanjut tersebut berupa penindakan, termasuk di dalamnya melakukan OTT.
Wakil Ketua KPK lainnya, Nurul Ghufron, mengatakan, penindakan pun bukan berarti tidak ada kendala. Suap tetap ada, tetapi kini telah beradaptasi dengan teknologi. Bahkan, kata Ghufron, serah terima dan komunikasi pelaku suap pun sudah semakin canggih sehingga sulit terdeteksi.
Para pelaku bukan belajar bagaimana supaya tidak berkeinginan untuk korupsi, melainkan bagaimana tetap korupsi tetapi tidak ketahuan.
Namun, Ghufron memastikan, KPK akan menganggap itu sebagai tantangan yang harus diselesaikan, alih-alih hambatan.
Adapun pembahasan terkait OTT menyeruak belakangan ini setelah pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut mengatakan, OTT yang dilakukan KPK tidak baik bagi negeri. Ia pun berharap sisi pencegahan lebih dikedepankan untuk mencegah korupsi, salah satunya dengan sistem pemerintahan berbasis digital.
”Jika digitalisasi birokrasi bisa berjalan, akan mengurangi potensi terjadinya pelanggaran. OTT itu tidak bagus sebenarnya buat negeri ini, (seperti) jelek banget begitu,” kata Luhut dalam peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi Tahun 2023-2024 di Jakarta, Selasa (20/12/2022) (Kompas, 24/12/2022).
Kinerja KPK
Sepanjang 2022, KPK telah melakukan OTT meliputi tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di pemerintahan Kota Bekasi, kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, tahun 2021-2022, dan suap pengurusan perkara di PN Surabaya Jawa Timur.
Selain itu, tindak pidana korupsi suap terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021, dan suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta.
KPK juga melakukan OTT untuk tindak pidana korupsi terkait jual beli jabatan di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, suap oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait penerimaan calon mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022, suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, dan suap dalam pengelolaan dana hibah Provinsi Jawa Timur.
Menurut catatan kinerja 2022, KPK telah melaksanakan sejumah kegiatan penindakan meliputi 113 penyelidikan, 120 penyidikan, 121 penuntutan (meningkat 33 perkara dari tahun 2021, 121 perkara inkracht (meningkat 34 perkara dari tahun 2021), dan mengeksekusi putusan 100 perkara (meningkat 11 perkara dari tahun 2021).
Baca juga: Pernyataan Luhut Disebut Rugikan Upaya Pemberantasan Korupsi
KPK juga menangani tindak pidana korupsi oleh korporasi sejumlah satu perkara dan pengembangan perkara dengan pengenaan pasal tindak pidana pencucian uang sejumah lima perkara. Dalam catatan juga disebutkan, KPK telah menangkap 16 orang dari 21 orang daftar pencarian orang (DPO). Adapun sejumlah lima orang yang masih DPO, yaitu Kirana Kotama, Izil Azhar , Harun Masiku , Paulus Tannos, dan Ricky Ham Pagawak.
Kirana Korama ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 2017 berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pemberian hadiah terkait penunjukan perusahaan perantara dari Filipina, Ashanti Sales Incorporation, sebagai agen eksklusif PT PAL Indonesia (Persero) dalam pengadaan kapal berjenis strategic sealift vessel (SSV) untuk Pemerintah Filipina pada 2014.
Adapun Izil Azhar ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 2018 terkait dugaan gratifikasi proyek Dermaga Sabang 2006-2011 bersama dengan bekas Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Sementara itu, Harun merupakan tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024. Lalu, Paulus Tannos ialah tersangka kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau E-KTP.
Ricky Ham Pagawak adalah tersangka kasus dugaan korupsi pemberian suap, penerimaan suap, serta gratifikasi terkait pelaksanaan berbagai proyek di Pemerintah Kabupaten Mamberamo Tengah, Papua.