Bawaslu Didesak Selidiki Dugaan Manipulasi Hasil Verifikasi Parpol
JPPR dan KIPP meminta Bawaslu menginvestigasi dugaan manipulasi hasil verifikasi faktual partai politik yang ditengarai dilakukan oleh KPU.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu didesak untuk menyelidiki dugaan manipulasi hasil verifikasi faktual partai politik peserta Pemilu 2024. Tak hanya mencegah potensi disinformasi, investigasi juga penting untuk menjaga kepercayaan publik kepada penyelenggara pemilu. Jangan sampai isu dugaan manipulasi tersebut dimanfaatkan untuk mendelegitimasi pemilu.
Desakan itu di antaranya datang dari Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Koordinator Nasional JPPR Nurlia Dian Paramita melalui keterangan tertulis yang diterima Senin (26/12/2022) mengatakan, JPPR dan KIPP meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk melakukan investigasi terhadap informasi yang berkembang tentang dugaan manipulasi hasil verifikasi faktual. Pemeriksaan mesti dilakukan oleh Bawaslu secara profesional dan berintegritas.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Sebelumnya, masyarakat sipil mengungkapkan temuan dugaan manipulasi data hasil verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024 di Sulawesi Selatan. Mereka mengantongi temuan serupa di beberapa daerah lain. Hal ini sebangun dengan informasi dan dokumen-dokumen berita acara verifikasi faktual parpol tahap pertama yang diterima tim Kompas dari penyelenggara pemilu di sejumlah provinsi serta kabupaten dan kota.
Atas dugaan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih dan dua firma hukum, Themis Indonesia Law Firm dan AMAR Law Firm, melaporkan anggota KPU, Idham Holik, dan sembilan anggota KPU daerah ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka diadukan telah melanggar etik karena diduga memanipulasi data verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Menurut Mita, investigasi itu mendesak dilakukan karena saat ini muncul serangkaian pemberitaan yang telah dibangun atas respons terhadap dugaan manipulasi yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu tersebut. Temuan-temuan itu juga tidak dilanjutkan dengan serangkaian upaya proses hukum, seperti melaporkan kepada Bawaslu, DKPP, dan instansi yang berwenang.
Investigasi dari Bawaslu juga bisa mengurangi spekulasi publik terhadap citra kelembagaan penyelenggara pemilu di tengah tahapan pemilu yang sedang berjalan saat ini. Selain itu, isu yang telah dibangun hanya akan berpotensi menimbulkan disinformasi dan kabar bohong atau hoaks yang sangat merugikan publik apabila tidak dibuktikan secara hukum.
Oleh sebab itu, JPPR dan KIPP juga mengimbau kepada seluruh pihak agar tidak berspekulasi terhadap peristiwa yang belum dapat dipastikan kebenarannya sehingga tidak terjadi disinformasi dan hoaks yang meluas di ruang publik ”Kami meminta kepada pihak mana pun yang terlibat dalam pembangunan isu kontroversi dugaan kecurangan dan intimidasi penyelenggara pemilu harus bertanggung jawab kepada publik dengan isu yang telah dibangun secara terang benderang,” ujar Mita.
JPPR dan KIPP mengimbau agar tidak ada pihak mana pun yang memainkan isu penundaan pemilu dan beranggapan pelaksanaan pemilu tidak memiliki kesiapan.
Selain itu, JPPR dan KIPP menyayangkan adanya sejumlah pihak yang memanfaatkan kondisi ini untuk melakukan tindakan-tindakan yang inkonstitusional, yakni mendorong penundaan pemilu. Hal tersebut sangat mencoreng komitmen kebangsaan untuk menegakkan konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Pasal 22 E Ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan pemilu dilaksanakan secara periodik tanpa adanya ruang untuk dilakukan penundaan pemilu.
”JPPR dan KIPP mengimbau agar tidak ada pihak mana pun yang memainkan isu penundaan pemilu dan beranggapan pelaksanaan pemilu tidak memiliki kesiapan,” tutur Mita.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja berulang kali mengatakan, pihaknya mempersilakan masyarakat sipil untuk melaporkan dugaan manipulasi hasil verifikasi faktual ke Bawaslu. Jika ada kemungkinan pelanggaran administrasi, Bawaslu akan menindaklanjutinya.
”Atau kalau ada dugaan tindak pidana pemilu, Bawaslu akan melakukan kajian dan berkomunikasi dengan sentra penegakan hukum terpadu seperti kepolisian dan kejaksaan,” ujarnya.
Peneliti Perkumpukan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengatakan, Bawaslu secara otoritas kelembagaan mengawasi secara langsung dan melekat setiap tahapan pemilu, termasuk proses verifikasi faktual. Jika Bawaslu tidak menemukan itu di dalam proses pengawasan, artinya ada yang tidak maksimal dalam proses pengawasan.
”Atau bisa juga tindakan dugaan manipulasi itu dilakukan tertutup sehingga jauh dari jangkauan Bawaslu. Beberapa informasi yang kami terima menunjukkan itu,” tuturnya.
Menurut Fadli, Bawaslu salah besar kalau hanya menunggu laporan dari masyarakat untuk memeriksa dan menelusuri dugaan manipulasi di dalam proses verifikasi faktual parpol. Apalagi informasi ini sudah diberitakan oleh media arus utama yang kredibel. Bahkan, sudah banyak petunjuk yang disampaikan, termasuk nama-nama orang yang mengalami peristiwa dugaan manipulasi tersebut.
”Bawaslu dengan otoritas dan kewenangan yang dimiliki seharusnya sudah bisa bergerak. Bawaslu itu lembaga pengawas dan penegakan hukum yang bisa bertindak tanpa adanya laporan atau tanpa harus menunggu laporan,” katanya.