Ungkap Aliran Dana Suap Putusan Kasasi di Mahkamah Agung
KPK harus menelusuri aliran dana sekaligus jaringan korupsi di Mahkamah Agung yang merupakan lembaga peradilan tertinggi.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi diminta mengusut tuntas aliran dana suap pengurusan sejumlah perkara di Mahkamah Agung. Pasalnya, korupsi adalah kejahatan terorganisasi sehingga keterlibatan pelaku yang memiliki kuasa harus ditelusuri.
Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola saat dihubungi, Selasa (20/12/2022), mengatakan, paradigma dasar korupsi adalah memastikan aliran dana suap melewati dan sampai ke pihak mana saja. Sebagai kejahatan terorganisasi pelaku korupsi tidak berdiri sendiri. Ada pihak-pihak lain yang memiliki kuasa harus diperiksa dalam kasus suap untuk mengondisikan putusan kasasi perkara kepailitan Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar, Sulawesi Selatan.
”Dari paradigma itu, KPK harus menelusuri aliran dana lewat ke mana, dan juga jaringan korupsi di lembaga peradilan tertinggi itu,” kata Alvin.
Kemarin, KPK menetapkan panitera pengganti di kamar perdata MA Edy Wibowo sebagai tersangka baru kasus suap pengurusan perkara di MA. Edy menerima suap secara bertahap senilai total Rp 3,7 miliar selama kasasi perkara kepailitan Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar. Uang diduga suap untuk memengaruhi isi putusan. Setelah uang diberikan, putusan kasasi yang diinginkan Wahyudi Hardi dikabulkan dan isi putusan menyatakan rumah sakit Sandi Karsa Makassar tidak dinyatakan pailit.
Putusan kasasi Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa versus PT Mulya Husada Jaya Nomor 1262 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 dibacakan pada 14 September 2022. Duduk sebagai Ketua Majelis Hakim Takdir Rahmadi, serta hakim anggota Nurul Emiyah dan Rahmi Mulyati. Adapun, panitera penggantinya adalah tersangka Edy Wibowo. Vonis yang telah berkekuatan hukum tetap itu menganulir putusan pengadilan di tingkat pertama yang menyatakan Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa pailit.
”Publik perlu tahu siapa pemimpin dari kejahatan terorganisasi yang biasanya memanfaatkan kewenangan jabatannya itu,” imbuh Alvin.
Rentetan kasus suap pengurusan perkara yang dimulai dari operasi tangkap tangan hakim agung Sudrajat Dimyati itu, lanjutnya, juga selaras dengan hasil survei Integritas Pengadilan 2022 yang dilakukan oleh TII pada 26 September-7 Oktober 2022. Survei kualitatif itu dilakukan dengan menemui 1.200 responden di seluruh Indonesia.
KPK harus menelusuri aliran dana lewat ke mana dan juga jaringan korupsi di lembaga peradilan tertinggi itu.
Hasilnya, 79,6 persen responden menyatakan petugas pengadilan meminta uang untuk mengurangi hukuman. Sebanyak 71,3 persen pelaku atau korban juga memberi uang untuk mengurus perkara. Pihak ketiga yang paling diandalkan untuk mempercepat pelayanan pengadilan, yaitu advokat atau karyawan firma hukum, keluarga atau relasi dengan hakim, keluarga atau relasi dengan pengadilan, dan calo atau biro dan jasa.
Adapun, dari sisi proses bisnisnya, tahapan yang paling rawan korupsi adalah pengambilan putusan, penetapan majelis hakim, dan eksekusi. Tahapan lain yang rawan praktik suap adalah pembuktian, pendaftaran perkara, dan pemanggilan pihak-pihak terkait.
”Hasil survei juga menyatakan bahwa hakim adalah pihak di pengadilan yang paling berpeluang (86,1 persen) untuk melakukan korupsi,” katanya.
Alvin juga mengingatkan MA untuk memperkuat pengawasan secara internal setelah kasus ini. Transparansi dan akuntabilitas proses kasasi, terutama di kamar perdata juga harus diperbaiki. Selain itu, Komisi Yudisial juga bisa mengoptimalkan mekanisme pengawasan eksternal terhadap kekuasaan kehakiman.
Saat ditanya mengenai potensi pemeriksaan majelis hakim dalam perkara itu, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, KPK berpegangan pada kecukupan alat bukti untuk memeriksa seseorang. Dia meminta seluruh pihak menunggu proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK.
Pada hari Selasa ini, KPK juga melanjutkan pemeriksaan saksi suap pengurusan perkara di MA. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pemeriksaan dilakukan kepada lima pihak, yaitu petugas kebersihan di ruangan Sudrajad Dimyati Fauzi, wiraswasta Riris Riska Diana, jaksa fungsional pada Direktorat Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Dodi W Leonard Silalahi, petugas kebersihan MA Aji Wijayanto, dan staf honorer pada MA Ahmad Fauzi.
Pemeriksaan etik
KY sampai saat ini juga belum bisa memeriksa secara etik dua hakim agung dan tiga hakim yustisial yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap oleh KPK. Dua hakim agung itu adalah Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. Adapun, tiga hakim yustisial adalah Elly Tri Pangestu, Prasetyo Nugroho, dan terbaru Edy Wibowo.
Juru Bicara KY Miko Ginting mengatakan, KY baru memeriksa pemberi suap dan perantara suap, yaitu advokat dan sejumlah pengawai di MA. Pemeriksaan etik terhadap hakim agung dan yustisial sudah diagendakan dalam waktu dekat oleh KY. KY menghormati proses hukum di KPK dan memberikan ruang yang cukup untuk mengembangkan penyidikannya. KPK juga memberikan ruang bagi KY untuk memeriksa pihak-pihak yang menjadi tersangka dan ditahan di rutan KPK.
”Penegakan hukum dan etik bisa saling mendukung dan melengkapi. Pemeriksaan secara etik sudah diagendakan, tetapi belum ada waktu pastinya,” ungkapnya.