Soal Pengusulan Yudo Margono, Presiden: Pemilihan Bergantung Rotasi Matra
Presiden Joko Widodo angkat bicara mengenai alasan mengusulkan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono sebagai calon panglima TNI.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menyebutkan rotasi matra sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih panglima TNI. Di sisi lain, elemen masyarakat sipil berharap Laksamana Yudo Margono sebagai calon tunggal panglima mampu memastikan netralitas TNI menjelang Pemilu 2024.
Presiden Joko Widodo mengajukan nama Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono untuk menjadi calon panglima TNI menggantikan Jenderal Andika Perkasa. Surat presiden (surpres) untuk mendapatkan persetujuan DPR telah disampaikan Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Senin (28/11/2022).
Pemilihan tersebut, menurut Presiden, salah satunya untuk rotasi matra TNI. ”Satu, yang kita ajukan satu (calon), KSAL yang sekarang karena memang kita rotasi matra,” kata Presiden Jokowi kepada wartawan di Rumah Adat Radakng, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Selasa (29/11/2022).
Saat ini, jabatan panglima TNI diduduki oleh Jenderal Andika Perkasa yang akan memasuki masa pensiun pada akhir Desember 2022. Andika berasal dari matra TNI Angkatan Darat. Sebelum itu, panglima TNI diduduki oleh Marsekal Hadi Tjahjanto yang berasal dari TNI Angkatan Udara. Sementara itu, panglima TNI sebelumnya dipegang Jenderal Gatot Nurmantyo dan Jenderal Moeldoko. Keduanya berasal dari TNI AD. Panglima yang berasal dari TNI AL sebelumnya adalah Laksamana Agus Suhartono pada periode 2010-2013.
”Panglima TNI sudah diajukan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan,” kata Presiden.
Setelah surpres pengusulan calon panglima TNI diterima DPR, Laksamana Yudo Margono akan segera menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR. Diharap, DPR bisa menyelesaikan proses dan menyetujui sebelum masa sidang berakhir pada 15 Desember. Jenderal Andika Perkasa akan pensiun sebagai panglima TNI pada 21 Desember 2022 dan pensiun sebagai anggota TNI pada 1 Januari 2023.
Secara terpisah, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf mengingatkan, panglima TNI yang baru perlu memastikan TNI tidak terlibat politik praktis karena hal itu dilarang UU TNI. Menjelang Pemilu 2024, tarikan kepentingan politik akan selalu ada. Karena itu, tantangan panglima TNI ke depan adalah menjauhkan TNI dari kegiatan politik praktis dan menjaga netralitas TNI.
Papua juga akan menjadi ladang pembuktian panglima TNI yang baru. Perubahan pola pendekatan keamanan di Papua dari yang represif menjadi persuasif semestinya dilakukan. ”Selama ini pola pendekatan keamanan di Papua masih represeif dan berlebihan sehingga terjadi berbagai kasus kekerasan dan pelanggaran HAM. Oleh karena itu, panglima TNI baru perlu mengevaluasi pola pendekatan keamanan di Papua yang selama ini represif,” tutur Araf.
Evaluasi terhadap anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil dan melanggar UU No 34/2004 tentang TNI juga menjadi pekerjaan rumah berikutnya. Sebab, terdapat beberapa catatan termasuk catatan Ombudsman RI bahwa terjadi pelanggaran dalam penempatan jabatan TNI aktif dalam jabatan sipil.
Semua nota kesepahaman TNI dengan berbagai lembaga sipil dengan dalih tugas selain perang dan jelas bertentangan dengan UU TNI juga perlu dievaluasi. Sejauh ini, kata Araf, terdapat lebih dari 30 nota kesepahaman TNI dengan instansi sipil dan swasta yang melanggar UU TNI. Mengacu UU TNI, tugas selain perang dapat dilakukan jika ada keputusan presiden dengan perimbangan DPR, bukan melalui MoU atau nota kesepahaman saja.
Panglima TNI yang baru juga perlu mendukung agenda reformasi dan transformasi TNI. Hal ini meliputi reformasi peradilan militer, restrukturisasi komando teritorial (koter), modernisasi alutsista secara transparan dan akuntabel, serta meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI.
Panglima TNI yang baru juga diharap memiliki komitmen dan penghormatan HAM. Dengan demikian, prajurit yang melanggar UU dapat dibawa dalam pengadilan yang independen. Pekerjaan rumah lainnya, menurut Araf, adalah mengantisipasi ancaman eksternal, seperti konflik Laut China Selatan dan persoalan perang Rusia-Ukraina.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai pergantian panglima TNI adalah sesuatu yang standar dan berulang. Pergantian panglima TNI yang relatif cepat juga dinilainya tak menjadi masalah. Jenderal Andika menjabat sekitar setahun, sejak 17 November 2021. Sebelumnya, Marsekal Hadi Tjahjanto menjabat Panglima TNI sejak 2017 sampai 2021. Adapun Laksamana Yudo Margono akan pensiun 26 November 2023.
”Sebenarnya di TNI bekerja punya landasan renstra (rencana strategis). Kementerian Pertahanan ada RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional), kemudian TNI membuat renstra sendiri di bawahnya. Sehingga jenderal yang ditunjuk menjadi panglima itu hanya melanjutkan renstra. Enggak boleh keluar dari itu,” tutur Moeldoko kepada wartawan, Senin (28/11).
Salah satu bagian dalam renstra yang harus diikuti adalah rencana kekuatan dasar minimal (minimum essensial force/MEF). Kendati demikian, menurut Moeldoko, semua tetap bergantung pada keuangan negara. Ketika pertumbuhan ekonomi negara tinggi, pencapaian MEF akan berkembang. Sebaliknya, ketika pertumbuhan ekonomi rendah, distribusi anggaran ke TNI mengikuti.