PDI-P Sesalkan Pertemuan Sukarelawan Jokowi di GBK
Banyak pihak di sekitar Presiden Jokowi tidak paham bahwa elite kelompok sukarelawan merupakan kumpulan dari berbagai kepentingan.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyesalkan adanya pertemuan Nusantara Bersatu: Satu Komando untuk Indonesia yang diselenggarakan para sukarelawan pendukung Presiden Joko Widodo di Pemilu Presiden 2014 dan 2019.
Agenda tersebut dinilai dapat menurunkan citra Jokowi di tengah berbagai prestasi selama menjabat. Sukarelawan pun diingatkan agar tidak menyeret Presiden untuk turut serta dalam manuver-manuver jelang Pilpres 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto menegaskan, sangat menyesalkan sikap elite sukarelawan yang dekat dengan kekuasaan kemudian memanfaatkan kebaikan Presiden Joko Widodo. Sikap tersebut dapat menurunkan citra presiden.
Dampaknya, prestasi yang diraih selama masa kepemimpinan Jokowi, misalnya Presidensi G20 yang membanggakan di level dunia dan masyarakat Indonesia, akhirnya menjadi kerdil hanya karena gegap gempita sesaat.
”Kepemimpinan Presiden Jokowi yang sudah going global dan menjadi inspirasi dunia direduksi dengan cara-cara yang tidak elegan. Sepertinya elite sukarelawan tersebut mau mengambil segalanya. Jika tidak dipenuhi keinginannya, mereka mengancam akan membubarkan diri. Akan tetapi, jika dipenuhi, elite tersebut melakukan banyak manipulasi,” ujar Hasto saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (27/11/2022).
Hasto menambahkan, banyak pihak yang berada di sekitar Jokowi tidak paham bahwa elite kelompok sukarelawan merupakan kumpulan dari berbagai kepentingan. Padahal, semestinya urusan bangsa dan negara, apalagi terkait dengan pemimpin ke depan, merupakan persoalan bersama yang harus dijawab dengan jernih, penuh pertimbangan, dan menjadi jalan untuk meraih kejayaan Indonesia.
Oleh karena itu, bagi Hasto, penyelenggaraan acara Nusantara Bersatu: Satu Komando untuk Indonesia, di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, menjadi pelajaran politik yang penting, baik dengan mobilisasi massa yang dilakukan maupun cara-cara menjanjikan sesuatu yang tidak sehat. Namun, ia tidak memerinci soal janji tidak sehat yang dimaksud.
“PDI Perjuangan mengimbau kepada ring satu Presiden Jokowi agar tidak bersikap ABS (asal bapak senang) dan benar-benar berjuang keras agar kepemimpinan Pak Jokowi yang kaya prestasi sudah on the track. Prestasi Pak Jokowi itu untuk bangsa Indonesia dan dunia, bukan untuk kelompok kecil yang terus melakukan manuver kekuasaan,” tutur Hasto.
Baca Juga: Pertemuan di GBK, Ajang Unjuk Kekuatan
Politisi PDI-P, Deddy Sitorus, pun menilai, agenda Nusantara Bersatu diselenggarakan dalam waktu yang tidak tepat, berbiaya tinggi, dan dapat merendahkan kepemimpinan Presiden Jokowi. Kelompok sukarelawan semestinya lebih peka dengan kondisi bangsa yang masih berduka dengan terjadinya gempa di Cianjur, Jawa Barat, bukan justru fokus pada urusan pemilu.
Deddy yang menjabat sebagai anggota Komisi VI DPR juga menyoroti soal larangan penggunaan GBK hingga penyelenggaraan Piala Dunia U-20 pada 2023. Untuk itu, ia meminta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengevaluasi inisiator Nusantara Bersatu, bahkan ia pun berencana mengangkat persoalan itu dalam rapat Komisi VI DPR.
Tak hanya itu, Deddy juga meminta kelompok sukarelawan menjaga kehormatan Presiden sebagaimana dilakukan PDI-P sebagai partai pengusung Jokowi. Sukarelawan hendaknya tidak membawa Jokowi pada manuver politik jelang 2024.
”Sebagai Presiden yang sedang menjabat, sebaiknya para relawan tidak menyeret Presiden ke arah manuver terkait pilpres. Jangan sampai pilpres yang akan datang dituduh berpotensi curang karena manuver relawan yang akhirnya mengesankan bahwa Presiden memiliki preferensi tertentu terkait kontestasi 2024,” kata Deddy.
Pertemuan sukarelawan Jokowi dalam agenda Nusantara Bersatu: Satu Komando untuk Indonesia diselenggarakan di Stadion GBK, Jakarta, Sabtu (26/11). Acara yang diikuti ribuan sukarelawan itu juga dihadiri Presiden Jokowi.
Ini bukan pertama kali Jokowi menghadiri agenda kelompok sukarelawan. Sebelumnya, ia juga pernah datang ke Rapat Kerja Nasional V Pro Jokowi (Projo) di Magelang, Jawa Tengah, akhir Mei. Akhir Mei, Jokowi juga hadir memberikan sambutan di kegiatan Musyawarah Rakyat (Musra) di Bandung, Jawa Barat, yang bertujuan mencari sosok calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) 2024.
Saat berpidato di acara Nusantara Bersatu, Jokowi sempat menyebut ciri pemimpin yang memikirkan rakyat, yakni wajahnya penuh kerutan dan rambutnya yang memutih. Ia juga menyebut bahwa pemimpin selalu ingin turun ke bawah untuk merasakan langsung keringat rakyat.
Baca Juga: Dukungan Jokowi dan Safari Prabowo Saat Elektabilitas Tergerus
Harus tetap netral
Dihubungi terpisah, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Andi Arief memandang, keterlibatan Presiden dalam agenda sukarelawan yang memobilisasi sejumlah besar massa merupakan imbas dari melemahnya Jokowi di hadapan partai politik.
Untuk memperkuat posisinya, Jokowi dilihat sedang mencoba menunjukkan posisinya yang kuat di tengah kelompok sukarelawan.
Tak hanya itu, Presiden juga berupaya mendapatkan simpati parpol dengan memberikan sinyal dukungan kepada sejumlah tokoh potensial calon presiden. Misalnya, ketika menghadiri peringatan Hari Ulang Tahun Ke-58 Partai Golkar pada Oktober lalu, Jokowi menyebut Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto sebagai calon pemimpin yang mumpuni. Begitu pula saat membuka pameran industri pertahanan Indo Defence 2022, awal November, Presiden juga menyebut bahwa Pilpres 2024 merupakan waktu bagi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk memenangi kontestasi setelah kalah di dua pilpres sebelumnya.
”Ketemu Partai Golkar, bilang Airlangga. Gerindra, Prabowo. Kemudian di kelompok sukarelawan, Ganjar. Ini menunjukkan (Jokowi) semacam tidak memiliki kepercayaan diri karena dalam posisi lemah di hadapan parpol. Ini risiko politik karena Presiden tidak bisa menguasai parpol tertentu,” kata Andi.
Selain itu, menurut dia, sikap tersebut juga berpotensi memunculkan keberpihakan pada salah satu calon. Hal ini yang harus diantisipasi ke depan karena, jika Presiden atau pemerintah tidak netral, bisa terjadi berbagai kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres 2024.
”Presiden harus bersikap netral dan meninggalkan legacy. Lebih baik berkonsentrasi menghasilkan pileg dan pilpres yang sukses karena salah satu ukuran kesuksesan sebagai presiden adalah menyelenggarakan pemilu yang jujur, adil, dan fair,” kata Andi.
Sebelumnya, Ketua Panitia Nusantara Bersatu Aminuddin Maruf mengatakan, dalam agenda tersebut Jokowi belum memberikan arahan apa pun terkait sosok yang akan didukung di Pilpres 2024. Sebagaimana diatur dalam konstitusi, Presiden pun memahami bahwa parpol yang berhak untuk mengusung capres dan cawapres. Kelompok sukarelawan tak ingin mendesak Presiden untuk segera mengungkapkan siapa yang akan didukung pada 2024 dan berkomitmen untuk mengikuti arahan Jokowi.