Suksesi kepemimpinan 2024 menjadi salah satu isu strategis yang dibahas dalam Muktamar Ke-48 Muhammadiyah. Persyarikatan itu ditantang untuk menyiapkan para calon pemimpin bangsa.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Muhammadiyah dituntut mempersiapkan pemimpin bangsa, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan regenerasi kepemimpinan pada 2024, tetapi juga untuk puluhan tahun mendatang. Sejarah panjang dan luasnya khazanah pemikiran para tokoh persyarikatan tersebut dinilai cukup menjadi bekal untuk mencetak calon pemimpin bangsa. Apalagi, tidak sedikit kader Muhammadiyah bergabung dengan partai politik dan menempati posisi strategis.
Bukan hanya itu, Muhammadiyah juga diharapkan berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia Emas pada 2045. Sebab, organisasi kemasyarakatan Islam yang didirikan KH Ahmad Dahlan pada 1912 itu memiliki sumber daya manusia yang dapat digerakkan untuk membangun negeri.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto dalam diskusi suksesi kepemimpinan di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (15/11/2022), mengungkapkan, peran Muhammadiyah bagi Indonesia tak perlu diragukan. Sejak didirikan 110 tahun lalu, Muhammadiyah melahirkan tokoh-tokoh yang berpengaruh bagi kehidupan bangsa dan negara. Bahkan, 22 orang di antaranya dikukuhkan sebagai pahlawan nasional berkat perannya di masa pergerakan dan kemerdekaan.
Peran para tokoh itu juga memperlihatkan bahwa mereka merupakan produk hasil penggemblengan organisasi yang memiliki semangat menghasilkan pemimpin tak hanya untuk bangsa, tetapi juga dunia. ”Karena itu, dengan gagasan Islam with progress (Islam berkemajuan) itu, Muhammadiyah harus bisa menyiapkan pemimpin, tidak hanya untuk 2024, tetapi juga 2034 bahkan 2044,” kata Hasto.
Diskusi yang digelar sebagai rangkaian Muktamar Ke-48 Muhammadiyah itu juga dihadiri Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, dan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma’mun Murod. Suksesi 2024 menjadi salah satu isu strategis yang juga dibahas dalam muktamar.
Hasto melanjutkan, untuk melahirkan pemimpin nasional, Muhammadiyah juga harus bisa menyiapkan kadernya di ranah politik praktis. ”Menyikapi Pemilu 2024, kader-kader Muhammadiyah dapat dipersiapkan menjadi calon (anggota) legislatif khususnya melalui partai politik (parpol) yang berperan penting di dalam sejarah memperoleh, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Indonesia,” ujarnya.
Eddy Soeparno menambahkan, untuk menghasilkan pemimpin yang ideal pada 2024, Muhammadiyah diharapkan bisa menetapkan politik gagasan sebagai salah satu rekomendasi muktamar. Politik gagasan yang dimaksud adalah inisiatif untuk mengedepankan pertarungan ide dan gagasan guna mencegah meluasnya politik identitas yang dapat memecah belah bangsa.
”Dengan politik gagasan, maka ruang publik akan diisi dengan perdebatan ide dan gagasan, publik bisa mengetahui apa yang dikampanyekan (para calon yang berkontestasi di Pemilu 2024). Perdebatan gagasan ini pun kami harapkan bisa saling merangkul tidak saling menjatuhkan,” kata Eddy.
Lebih jauh, Arsul mengharapkan Muhammadiyah tetap menjadi penjaga moral. Tidak hanya moral bangsa, tetapi juga partai-partai politik sebagai pilar utama demokrasi.
Sementara Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengungkapkan, mempersiapkan calon-calon pemimpin bangsa memang menjadi salah satu perhatian Muhammadiyah. Persyarikatan berikhtiar memfasilitasi, bahkan mendistribusikan anggota dan kader untuk dapat tampil dalam kepemimpinan nasional. ”Tentu tidak hanya di eksekutif, tetapi juga bisa di legislatif dan lembaga-lembaga negara lainnya,” katanya.
Ikhtiar itu dilakukan karena Muhammadiyah menyadari bahwa peran lembaga-lembaga negara dan parpol sangat penting dalam demokratisasi, proses legislasi, serta penyelenggaraan negara. Mempersiapkan aktor-aktor di lembaga legislatif ataupun eksekutif juga merupakan bagian dari distribusi kader di bidang kebangsaan.
Mempersiapkan calon-calon pemimpin bangsa memang menjadi salah satu perhatian Muhammadiyah. Persyarikatan berikhtiar memfasilitasi, bahkan mendistribusikan anggota dan kader untuk dapat tampil dalam kepemimpinan nasional
Meski begitu, kata Mu’ti, Muhammadiyah tetap menjadi organisasi dakwah, bukan bagian dari parpol tertentu. Persyarikatan hanya berupaya membangun komunikasi intens dengan seluruh parpol demi mempersiapkan kepemimpinan nasional. Selain itu, juga untuk menjaga demokrasi dan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara tetap berjalan sesuai jalurnya.
Indonesia emas
Tak hanya mempersiapkan calon pemimpin masa depan, Muhammadiyah juga didorong akan berperan aktif mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045. Harapan itu disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat menerima audiensi Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pimpinan Pusat Aisyiyah, Selasa siang di kediaman Wapres di Jakarta.
”Dengan kemampuan SDM yang dimiliki oleh Muhammadiyah, Wapres berharap besar bagaimana kontribusi Muhammadiyah terhadap bangsa dan negara ini menyongsong Indonesia Emas,” kata Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi yan juga hadir dalam pertemuan.
Pertemuan dihadiri Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Sekretaris Umum Abdul Mu’ti, dan Sekretaris Agung Danarto, serta Ketua Umum PP Aisyiyah Noordjanah Djohantoni dan Sekretaris Rohimi Zamzam.
Dalam pertemuan, menurut Masduki, disampaikan pula program-program Muhammadiyah dan Aisyiyah terkait keislaman, sosial, kesehatan, dan pendidikan. Selain itu, dibahas pula mengenai risalah Islam berkemajuan yang akan didiskusikan dalam muktamar.
Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah di Surakarta, Jawa Tengah, akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo pada 19 November dan ditutup oleh Wapres Amin pada 20 November. Salah satu agenda muktamar adalah memilih dan menetapkan ketua umum dan jajaran PP Muhammadiyah-Aisyiyah 2022-2027.