Komnas HAM Membutuhkan Dukungan Negara dan Penegak Hukum
Pelaksanaan kebijakan prioritas Komnas HAM membutuhkan dukungan kuat dari negara dan penegak hukum. Reformasi lembaga penegak hukum juga diperlukan agar ada sinergi penyelesaian kasus.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia masih membutuhkan kemauan negara dan penegak hukum. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pun mengharapkan adanya dukungan dan kerja sama dari pemerintah maupun penegak hukum untuk mengatasi hal tersebut.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Anis Hidayah, menjelaskan, penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia sangat bergantung pada kemauan negara dan penegak hukum. Ia menilai komitmen negara dan penegak hukum belum optimal. Hal itu tampak pada rekomendasi Komnas HAM yang sering tidak ditindaklanjuti oleh penegak hukum, seperti kepolisian.
”Rekomendasi Komnas HAM banyak yang tidak ditindaklanjuti atau dilaksanakan oleh kepolisian. Penyampaian rekomendasi jadi hanya sekadar mengantar dokumen dari Latuharhari (Kantor Komnas HAM) ke Blok M (Mabes Polri) saja, atau sebaliknya. Kemauan politik pemerintah dalam menegakkan masalah HAM perlu diperkuat,” tutur Anis pada Selasa (15/11/2022).
Ia menyebut, hal itu bisa terjadi karena tidak adanya integrasi antara pelaksanaan rekomendasi Komnas HAM dengan birokrasi penegakan hukum. Ia menambahkan, komitmen pemerintah dalam penuntasan kasus HAM dapat dimulai dari pembuatan kebijakan yang mengarusutamakan pandangan berperspektif HAM.
”Pembuatan kebijakan harus ada aspek HAM-nya, sekarang apakah politik anggaran dan pembuatan kebijakan berperspektif HAM? Selain membuat kebijakan berspektif hak asasi, pemerintah bisa melihat ke belakang lagi, dengan melihat dokumen masalah HAM yang belum diselesaikan, agar menjadi bahan evaluasi,” ucapnya.
Selain itu, Anis mencontohkan, meskipun kelompok marginal seperti disabilitas, buruh migran, dan perempuan sudah cukup dilindungi dengan aturan hukum yang ada, implementasinya masih jauh dari harapan. Untuk itu, pihaknya akan secara rutin memantau dan mengawasi pelaksanaan perlindungan bagi kelompok yang terpinggirkan ini.
Untuk mengakselerasi proses penuntasan kasus, pihaknya akan bertemu dengan pimpinan di Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kejaksaan Agung, serta Kepolisian RI dalam waktu dekat. ”Kami akan ke Kemenkopolhukam tanggal 21 November. Untuk kunjungan ke Kejagung dan Polri masih disusun jadwalnya,” ujar Anis.
Mengenai masih rendahnya tindak lanjut rekomendasi Komnas HAM yang dilaksanakan oleh Polri, komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, menjelaskan, pihaknya dapat menjadi jembatan atasi hal itu. Dengan demikian, penyampaian dokumen yang diinisiasi oleh Komnas HAM mendapatkan perhatian besar dari pihak kepolisian. Ia menyebut hal ini dapat mempermudah serta mempercepat proses rekomendasi yang dilakukan.
”Dengan Kompolnas, kami ada MOU (nota kesepahaman) baik dengan Polri dan Komnas HAM. Jadi, Komnas HAM terkadang memberikan tembusan surat ke Satuan Kerja Polri melalui kami, lalu kami yang lanjutkan ke pihak kepolisian. Biasanya, surat-surat dari Kompolnas cepat direspons oleh Polri, apalagi sekarang sudah ada sinergi aplikasi pengaduan masyarakat antara Kompolnas dan Polri,” ujar Poengky.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhamad Isnur menanggapi minimnya rekomendasi Komnas HAM yang ditindaklanjuti oleh kepolisian. Ia menyebut, kepolisian juga perlu direformasi agar penegakan hukum yang dilakukan tetap mengedepankan perspektif hak asasi.
”Akar masalahnya kepolisian mungkin kurang menghargai HAM, maka kepolisiannya juga harus direformasi apalagi institusi ini menjadi pelanggar HAM yang paling tinggi,” ucap Isnur.
Kepolisian juga perlu direformasi agar penegakan hukum yang dilakukan tetap mengedepankan perspektif hak asasi.
Isnur menambahkan, tantangan Komnas HAM dalam penyelesaian kasus HAM berat akan menemui jalan yang terjal karena Indonesia akan memasuki tahun-tahun politik. Selain itu, Komnas HAM diminta untuk mempercepat proses aduan pelanggaran yang ia nilai masih lamban.
”Penyelesaian kasus HAM berat ini butuh kemauan politik, tapi tantangannya dua tahun ke depan adalah tahun politik. Penuntasan kasus HAM berat kental dengan urusan politik. Komnas HAM harus mampu mendorong pemerintah berkomitmen,” ujarnya.
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Rivanlee Anandar pun mengingatkan Komnas HAM agar memberi perhatian terhadap penghapusan hukuman mati karena pembahasan masalah ini tak kunjung tuntas. Rivan menyebut hukuman mati perlu dihilangkan karena hukuman ini tidak dapat dibatalkan.
”Tidak ada sistem peradilan yang aman dari kesalahan. Untuk itu orang yang tidak bersalah berpotensi untuk dihukum mati atau dieksekusi. Sayangnya, Komnas HAM belum aktif untuk melobi atau menolak aturan ini,” ucapnya.
Ia menggarisbawahi, penghapusan hukuman mati bukan mendukung tindikan kriminal, melainkan mendukung hak hidup seseorang sebagai manusia.
Ia juga mengingatkan para komisioner Komnas HAM yang baru untuk mulai memprioritaskan masalah yang ingin diselesaikan. ”Lihat ada kasus Kanjuruhan, KM 50, atau Sambo. Komnas HAM harus fokus untuk yang memang digolongkan kasus HAM saja, sisanya bisa jadi tugas kepolisian,” jelas Rivan.