Jubir Covid-19: Lonjakan Kasus akibat Subvarian XBB Masih Terkendali
Capaian vaksinasi penguat saat ini baru 64,8 juta orang atau 27,6 persen. Padahal, WHO menyarankan cakupan vaksinasi penguat sebanyak 50 persen dari total penduduk. Sementara subvarian baru Omicron kembali muncul.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 24 negara mengalami kenaikan kasus Covid-19 yang terutama terkait dengan kehadiran subvarian baru, Omicron XBB atau BA.2.10. Meski penularannya lebih cepat, tingkat perawatan dan fatalitas dari subvarian itu dinilai lebih rendah. Seiring melonjaknya kasus Covid-19 di Tanah Air, pemerintah menyiapkan 5 juta dosis vaksin Pfizer.
Varian XBB pertama kali diidentifikasi pada Agustus 2022. ”Apabila kita melihat gelombang XBB di Singapura, ternyata lebih cepat menular 0,79 kali dibandingkan dengan gelombang varian BA.5 dan 0,46 kali gelombang BA.2,” ujar juru bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro, ketika memberikan keterangan di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (27/10/2022).
Kementerian Kesehatan telah mengumumkan adanya empat kasus subvarian Omicron XBB di Indonesia pada 26 September-25 Oktober 2022. Semua pasien telah selesai masa isolasi mandiri dan dinyatakan sembuh. Gejala yang ditimbulkan varian baru XBB ini lebih kurang masih sama dengan subvarian Omicron terdahulu.
Pusat pengendalian pencegahan penyakit (CDC) menyebutkan, gejala XBB, antara lain demam, merasa kedinginan, batuk, kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau pilek, mual atau muntah, diare, dan sesak napas. Pemerintah terus memperkuat pengawasan, pengetesan, pelacakan, serta genome sequencing untuk mengetahui sebaran subvarian XBB.
Apabila kita melihat gelombang XBB di Singapura, ternyata lebih cepat menular 0,79 kali dibandingkan dengan gelombang varian BA.5 dan 0,46 kali gelombang BA.2.
”Kita belajar dari situasi di negara tetangga kita untuk meningkatkan kewaspadaan. Jangan sampai terjadi lonjakan kasus kembali di Indonesia. Ingat, berdasarkan sejarah, kenaikan kasus hampir selalu terjadi pasca adanya varian baru yang muncul,” ucapnya.
Hingga Rabu (26/10/2022) terjadi kenaikan kasus konfirmasi harian nasional sebanyak 3.048 kasus. Sebelumnya, pada Senin (24/10/2022) terjadi penambahan sebanyak 1.703 kasus dan pada Selasa (25/10/2022) sebanyak 3.008 kasus. ”Meski terjadi kenaikan kasus konfirmasi, tetapi alhamdulilah, puji syukur, angka kematian cenderung menurun. Trencase fatality rate dalam seminggu terakhir turun 0,14 persen dibandingkan dengan Minggu sebelumnya,” ujar Reisa.
Temuan Subvarian Omicron XBB Bertambah, Kasus Covid-19 Melonjak
Seiring kenaikan kasus, kondisi keterisian rumah sakit Covid-19 atau BOR nasional naik sekitar 19,88 persen dalam sepekan terakhir. Hingga Rabu (26/10/2022), jumlah kasus aktif atau orang yang sedang terinfeksi Covid-19 adalah sebanyak 21.481 orang. Dengan demikian, positivity rate mingguan meningkat menjadi 8,88 persen. Tiga provinsi dengan penambahan kasus konfirmasi harian tertinggi adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Menurut Reisa, indikator suatu negara siap untuk masuk ke fase endemi adalah laju penularan kasus harian harus kurang dari 5 persen, angka kasus aktif kurang dari 5 persen, tingkat kematian sekitar 2 persen, dan tingkat keterisian tempat tidur kurang dari 5 persen. Pengamatan dilakukan dalam waktu 6 bulan.
”Maka, apabila memang kita ingin segera berhasil keluar dari pandemi, tentu indikator-indikator tersebut harus kita penuhi. Nah, sayangnya, sampai saat ini justru terjadi peningkatan kembali meskipun masih dalam kondisi yang terkendali,” kata Reisa.
Vaksinasi penguat
Di sisi lain, capaian vaksinasi penguat atau booster saat ini baru mencapai 64,8 juta orang atau sebesar 27,6 persen. Padahal, WHO menyarankan cakupan vaksinasi penguat sebanyak 50 persen dari total jumlah penduduk. Indonesia masih harus terus mengatasi ketertinggalan. Sementara cakupan vaksinasi dua dosis sudah lebih dari 73,2 persen dari total sasaran.
Ini menyebabkan banyak sebetulnya, satu: terapi antibodi monoklonal yang akhirnya enggak efektif. Kedua: ini yang juga menyebabkan kasus breakthrough infection atau orang yang sudah divaksinasi, tetapi kemudian terinfeksi menjadi semakin banyak itu, ya, bisa-bisa mendekati 50 persen gitu.
Untuk mendongkrak ketersediaan vaksin, pemerintah terus berupaya menyediakan dengan skema pengadaan dan hibah. ”Sebanyak 5 juta dosis vaksin Pfizer telah tersedia pada akhir minggu, setelah pengujian dari Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) selesai, dapat segera didistribusikan ke semua provinsi,” kata Reisa.
Dihubungi terpisah, peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global Griffith University Australia, Dicky Budiman, menyebut bahwa kecepatan infeksi subvarian Omicron XBB bisa 2-3 kali lipat dibandingkan dengan subvarian sebelumnya. Bersama subvarian BQ1, subvarian XBB ini berada di posisi teratas untuk menurunkan antibodi tubuh.
”Ini menyebabkan banyak sebetulnya, satu: terapi antibodi monoklonal yang akhirnya enggak efektif. Kedua: ini yang juga menyebabkan kasus breakthrough infection atau orang yang sudah divaksinasi, tetapi kemudian terinfeksi menjadi semakin banyak itu, ya, bisa-bisa mendekati 50 persen gitu. Ya dari kasus itu,” kata Dicky.
Masyarakat dinilai telah memiliki bekal atau modal imunitas yang memadai setelah memperoleh vaksinasi dosis ketiga. Namun, jumlah orang yang masuk kelompok rawan dan belum mendapat vaksin juga masih banyak. Hal ini berpotensi memperpanjang masa krisis pandemi Covid-19. Selain itu, potensi dampak jangka panjang atau long covid juga semakin besar.
Dicky juga menyoroti kelangkaan vaksin yang sempat terjadi. ”Kita mau cepat keluar dari situasi krisis. Salah satu penentu yang sangat signifikan: modal imunitas dari vaksinasi yang harus segera diberikan dan diambil solusinya kelangkaan ini dengan, misalnya, ya Indovac yang sudah mendapatkan Emergency Use Authorization segera dirilis atau diproduksi karena kebutuhannya terjadi saat ini,” ujarnya.