"Untukmu Capresmu, Untukku Capresku" dari Wakil Presiden Ma'ruf Amin...
Perbedaan pilihan capres atau partai jadi kewajaran yang mesti disikapi dengan santai. Apalagi bangsa Indonesia telah melewati sekian banyak kontestasi. Karena itu, ingatlah selalu"lakum capresukum,walana capresuna".
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·5 menit baca
Secara fisik, gesekan antara dua benda dapat menimbulkan energi panas. Di ranah politik, gesekan gagasan atau pilihan pun dapat memantik suasana menjadi hangat dan bahkan panas. Ketika beberapa partai politik telah mendeklarasikan calon presiden yang akan diusung pada Pemilihan Umum 2024 mendatang, misalnya, suhu politik di Tanah Air belakangan ini pun akan memanas.
Aneka suara, pandangan, serta riuh perbincangan hingga perdebatan dari para elit partai politik hingga masyarakat terkait nama yang digadang-gadang menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) menghangatkan ruang publik. Pun halnya mengenai arah pilihan terhadap partai politik di pemilu mendatang.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Di tengah menghangatnya temperatur politik belakangan ini, Wakil Presiden Ma’ruf Amin pun mengajak masyarakat menanggapi berbagai perbedaan pilihan politik dengan santai agar perdebatan tidak mengarah menjadi konflik. Dan, sebagai seorang ulama, Wapres Amin memiliki cara tersendiri agar pesan mudah ditangkap dengan bahasa yang dipahami khalayak.
“Kalau berbeda capres, (katakan) lakum capresukum, walana capresuna (untukmu capresmu, untukku capresku),” kata Wapres Amin saat menyampaikan pidato kebangsaan di Kampus Universitas Alma Ata, Jalan Brawijaya Nomor 99, Tamantirto, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (24/10/2022) sore.
Selain dalam konteks pemilihan capres-cawapres, perbedaan juga kerap terjadi pada pemilihan partai politik. Setiap partai politik tentu memiliki visi atau misinya masing-masing sehingga perbedaan pilihan pun semestinya disikapi dengan baik.
“Saya sering mengatakan, kalau kita berbeda partai (maka) kita katakan lakum partaiukum, walana partaiuna (untukmu partaimu, untukku partaiku). Ya sudah masing-masing partai saja,” kata Wapres Amin tersenyum.
Suara tawa hadirin yang menyertai setidaknya menggambarkan bahwa pesan Wapres Amin tersebut mengena dan dipahami mereka. Wapres Amin di kesempatan itu juga memaparkan bahwa bangsa Indonesia sejauh ini telah melewati banyak kontestasi politik, sehingga perbedaan yang terjadi menjelang Pemilu merupakan hal yang wajar.
Wapres Amin pun menilai hal paling penting adalah bagaimana menghadapi perbedaan pilihan politik tersebut secara damai. “Oleh karena itu, kita tidak boleh kemudian (hanya) karena perbedaan (lantas) menyebabkan perpecahan,” katanya.
Dalam pidato kebangsaannya, Wapres Amin menuturkan bahwa Indonesia di tahun 2045, 100 tahun setelah kemerdekaan, diproyeksikan menjadi Indonesia Emas. Pada saat itu Indonesia diproyeksikan akan berperingkat kelima dunia dalam konteks produk domestik bruto (PDB) dengan nominal sebesar 9.100 miliar dolar AS dan PDB per kapita sebesar 30.000 dolar AS per tahun.
Jumlah penduduk Indonesia saat itu diprediksi akan mencapai sekitar 300 juta jiwa dengan penduduk kelas menengah sebesar 82 persen di antaranya. Dan, penduduk usia produktif sebanyak 52 persen dari total populasi. Deretan proyeksi tersebut menjadi modal, peluang, sekaligus tantangan yang mesti dioptimalkan.
Pemimpin transformatif
Menurut Wapres Amin, visi Indonesia Emas akan terwujud apabila, salah satunya, Indonesia memiliki pemimpin transformatif, yakni pemimpin yang terus melakukan perbaikan secara berkelanjutan. “Pemimpin transformatif (adalah) yang bisa menggerakkan, mengubah. Bukan hanya pemimpin yang baik, tetapi juga melakukan perbaikan. Bukan (hanya) pemimpin yang saleh tetapi juga muslih, melakukan perbaikan,” ujarnya.
Pemimpin transformatif (adalah) yang bisa menggerakkan, mengubah. Bukan hanya pemimpin yang baik, tetapi juga melakukan perbaikan.
Wapres menuturkan bahwa pemimpin yang transformatif bukan hanya penjaga hal-hal lama yang baik, tetapi juga pengambil hal-hal baru yang lebih baik. “Bahkan saya tambah paradigmanya, pemimpin yang dapat melakukan perbaikan ke arah yang lebih baik secara berkelanjutan, secara sustainable,” ujarnya.
Indonesia saat ini masih memiliki waktu kurang lebih 23 tahun untuk menuju 2045. Rentang waktu 23 tahun ini menjadi kesempatan Indonesia menyiapkan, menyemai, dan melahirkan para pemimpin transformatif yang dapat membawa percepatan tercapainya visi Indonesia Emas.
Wapres Amin pun merinci tiga poin penting yang harus dimiliki pemimpin transformatif. Pertama, semangat cinta tanah air. “Cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Semangat ini yang harus kita dengungkan,” katanya.
Kedua, pemimpin transformatif juga mesti mampu menjaga komitmen kebangsaan yang diamanatkan para pendiri bangsa yakni NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. “Saya menyebutnya sebagai kesepakatan nasional. Kesepakatan nasional yang ditandatangani oleh putra-putra terbaik bangsa sebagai landasan konstitusi,” ujar Wapres Amin.
Ketiga, menurut Wapres Amin, untuk mewujudkan Indonesia Emas juga diperlukan pemimpin transformatif yang mampu menjadi pemakmur bumi. Adapun kuncinya adalah pemimpin tersebut harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebelumnya, Rektor Universitas Alma Ata Hamam Hadi mengungkapkan bahwa penyelenggaraan pidato kebangsaan kali ini merupakan bagian kepedulian Universitas Alma Ata terhadap masalah sosial masyarakat. Hal ini terutama sebagai bagian upaya pendidikan sosial politik masyarakat Indonesia.
Universitas Alma Ata telah beberapa kali menyelenggarakan dialog kebangsaan tingkat nasional. “Terakhir Universitas Alma Ata menyelenggarakan dialog kebangsaan pada akhir bulan Juli 2022 dengan menghadirkan narasumber tokoh ulama dan budayawan, yaitu al-mukarom KH Mustofa Bisri dan almarhum al-mukarom Prof Dr Azyumardi Azra,” kata Hamam.
Kali ini, Hamam menuturkan, bertepatan dengan acara Maulid Nabi Muhammad SAW, Peringatan Hari Lahir Ke-7 Universitas Alma Ata, dan Hari Santri 2022, Universitas Alma Ata menghadirkan Wapres sebagai narasumber untuk menyampaikan pidato kebangsaan dengan tema “Kepemimpinan Transformatif untuk mengawal terwujudnya Indonesia Emas 2045".
“Topik ini didasarkan pada watak kepemimpinan Rasulullah SAW yang merupakan pemimpin paling berpengaruh di dunia, dan diharapkan mampu dijadikan rujukan oleh para pemimpin dan calon pemimpin negeri ini. Topik ini menjadi lebih relevan dan urgen untuk disampaikan kepada masyarakat Indonesia ketika bangsa Indonesia kini memasuki tahun politik, di mana suhu politik di Indonesia sudah mulai hangat-hangat panas,” kata Hamam.
Hadir dalam acara ini, Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih, para mahasiswa, serta segenap civitas akademika Universitas Alma Ata.
Adapun Wapres Amin didampingi Kepala Sekretariat Wapres Ahmad Erani Yustika, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan dan Wawasan kebangsaan Velix Wanggai, Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi, Staf Khusus Wapres Bidang Umum Masykuri Abdillah, Staf Khusus Wapres Bidang Politik dan Hubungan Kelembagaan Robikin Emhas, dan Tim Ahli Wapres Farhat Brachma.
Sebelumnya, pesan "untukmu capresmu, untukku capresku", disampaikan Wapres Amin saat menghadiri acara Peringatan Hari Santri Nasional 2022 di Pesantren Muhammadiyah Boarding School (MBS) Prambanan di pagi hari yang sama.
Ada harapan upaya mengingatkan secara rutin "mantra" seperti ini diharapkan masyarakat menyadari bahwa keragaman pilihan dalam konteks kontestasi politik merupakan kewajaran. Jadi, tak perlu gontok-gontokan hanya karena berbeda pilihan.