Survei Litbang ”Kompas” Oktober 2022 menunjukkan posisi tiga teratas dari sisi elektabilitas bakal calon presiden tetap dipegang oleh Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
Survei Litbang Kompas Oktober 2022 menunjukkan elektabilitas Ganjar Pranowo menyalip Prabowo Subianto dan menempati posisi teratas.
Ganjar mendapat elektabilitas 23,2 persen, sedangkan Prabowo 17,6 persen.
Anies Baswedan meraih elektabilitas 16,5 persen.
JAKARTA, KOMPAS — Setahun jelang pendaftaran peserta Pemilihan Presiden 2024, persaingan tokoh potensial calon presiden (capres) kian sengit. Dari tiga figur yang konsisten di papan atas, yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, belum satu pun mendominasi elektabilitas. Karakter figur yang terasosiasi kuat dengan basis pemilih tertentu membuat mereka sulit mengambil suara dari ceruk pemilih di luar basis tradisionalnya.
Persaingan antartokoh potensial capres yang kian sengit terekam dalam survei Litbang Kompas Oktober 2022. Ganjar Pranowo menyalip Prabowo Subianto dan menempati posisi teratas dengan elektabilitas 23,2 persen. Raihan itu naik dibandingkan survei dua periode sebelumnya, yakni Januari (20,5 persen) dan Juni (22 persen). Elektabilitas Prabowo yang sebelumnya konsisten berada di posisi pertama kini turun. Pada Oktober, ia berada di posisi kedua dengan elektabilitas 17,6 persen. Pada survei Januari ia mendapat 26,5 persen dan Juni (25,3 persen).
Sementara itu, elektabilitas Anies Baswedan naik meski masih berada di peringkat ketiga. Hasil survei Oktober menunjukkan, elektabilitas Anies mencapai 16,5 persen. Sebelumnya, pada survei Januari elektabilitas Anies 14,2 persen dan sempat turun pada Juni, yakni 12,6 persen. Selain perolehan angka yang masih dinamis, persaingan juga terasa ketat karena elektabilitas antartokoh tak terpaut jauh.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Presiden PKS Sohibul Iman, calon gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri ke kanan) setelah pertemuan dengan tim pemenangan Anies-Sandi di Jakarta, Sabtu (15/4/2017).
Dari ketiga figur tersebut, dua di antaranya sudah mendapatkan dukungan parpol. Prabowo yang juga Ketua Umum Gerindra dideklarasikan partainya untuk menjadi capres 2024 Agustus lalu. Gerindra juga sudah mengantongi tiket untuk mendaftar Pilpres 2024 karena berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Adapun syarat untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden yang ditetapkan Undang-Undang No 7/2017 tentang Pemilu adalah memiliki setidaknya 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Sementara itu, Anies telah dideklarasikan sebagai bakal capres Nasdem awal Oktober. Namun, Nasdem perlu bergabung dengan parpol lain untuk mengusung capres. Komunikasi intensif dilakukan Nasdem dengan sejumlah parpol, seperti Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sementara itu, Ganjar sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) terikat aturan partai yang hingga saat ini melarang anggotanya berbicara ihwal Pilpres 2024. PDI-P merupakan satu-satunya parpol yang bisa mengusung capres dan cawapres tanpa berkoalisi karena jumlah kursi di DPR sudah memenuhi ambang batas pencalonan presiden.
Pekan lalu Ganjar mengaku ia berada dalam dua realitas. Pertama, realitas politik sebagai kader PDI-P yang harus mematuhi aturan partai. Ada pula realitas sosial yang terekam dari berbagai hasil survei elektabilitas, yakni keinginan publik yang memilihnya sebagai tokoh potensial capres. Saat itu, menanggapi hasil survei Litbang Kompas, Ganjar berterima kasih atas temuan tersebut. Akan tetapi, ia enggan mengomentarinya lebih lanjut.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kanan) bersama Sekjen DPP PDI-P (PDI-P) Hasto Kristiyanto (tengah) dan Ketua DPP PDI-P Bidang Kehormatan Kamaruddin Watubun seusai memberikan klarifikasi di kantor DPP PDI-P, Jakarta, Senin (24/10/2022). Ganjar Pranowo dipanggil terkait pernyataannya yang siap maju dalam Pemilihan Presiden 2024 beberapa waktu lalu.
Ganjar hanya menegaskan ia masih berkonsentrasi mengurus Jateng. Lagi pula, kata dia, capres yang akan diusung PDI-P hak prerogatif Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. ”Itulah penghormatan saya kepada PDI-P,” ujarnya dihubungi pekan lalu.
Sudah mengerucut
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Nasdem Willy Aditya mengatakan, konsistensi ketiga figur yang berada di tiga besar itu menunjukkan pilihan publik sudah mengerucut kepada mereka. Karena itu, elektabilitas Ganjar, Prabowo, dan Anies selalu bersaing ketat. Jika mereka kelak bersaing di Pilpres 2024, ia memprediksi pertarungan riil akan sama sengitnya.
Sebagai partai yang telah mendeklarasikan dukungan kepada Anies sebagai capres 2024, Nasdem sudah punya strategi memenangi kompetisi. Namun, rumusan itu belum matang, karena Nasdem masih harus membangun koalisi dengan parpol lain. Selain itu, pandangan tim internal Anies karena dia bukan kader Nasdem, juga mesti dipertimbangkan.
KOMPAS/SUCIPTO
Budisatrio Djiwandono
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Budisatrio Djiwandono mengatakan, turunnya elektabilitas Prabowo menjadi masukan bagi Gerindra. Namun, angka survei masih dinamis seiring masih jauhnya tanggal pendaftaran peserta Pilpres 2024, yakni Oktober 2023. Ia meyakini derajat keterpilihan Prabowo akan naik pada waktunya karena saat ini Prabowo masih fokus menjalankan tugas sebagai menteri pertahanan. Ia menambahkan, Gerindra dan Prabowo sudah berpengalaman mengikuti tiga kali kontestasi pilpres yang selalu sengit.
Menuju 2024, Gerindra juga terus bersiap diri karena persaingan diprediksi juga bakal ketat. Salah satunya dengan memperkuat struktur partai, baik di tingkat pusat, daerah, maupun kabupaten/kota. ”Kami percaya, kekuatan kami ada di akar rumput, untuk itu kami perlu terus memperkuat struktur sampai ke tataran paling bawah. Kami harus bersiap menghadapi berapa pun nanti konstelasi pasangan capres-cawapres,” katanya.
Selain Ganjar, Prabowo, dan Anies, juga ada empat nama lain dengan elektabilitas di atas 2 persen, yakni Gubernur Jabar Ridwan Kamil (8,5 persen), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno (2,5), Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa (2,3), dan Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (2,2). Dari empat nama itu, Ridwan Kamil mengalami lonjakan elektabilitas, dari 3,4 persen (Juni) menjadi 8,5 persen (Oktober).
Ridwan Kamil mengapresiasi hasil survei Kompas. Selain mencerminkan dinamika masyarakat, itu juga menjadi bahan evaluasi kinerja baginya. Namun, sejauh ini ia akan fokus menjalankan tugas sebagai kepala daerah. Ia meyakini kerja optimal akan sejalan dengan efek elektoral yang didapat.
”Soal elektoral akan mengiringi, dan parpol tentu akan menilai dan bisa melihat dari rekam jejak yang ada,” katanya melalui keterangan tertulis.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Tidak dominan
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional Wasisto Raharjo Jati sepakat persaingan elektabilitas antara Ganjar, Prabowo, dan Anies berlangsung sengit. Hal itu terjadi karena tidak ada tokoh yang dominan atas tokoh lainnya. Adapun hal ini terjadi lantaran ketiga sosok sama-sama merepresentasikan karakter pemilih berbeda, baik dari segi demografi, usia, maupun dikotomi sipil-militer.
Dalam konteks ketiadaan sosok dominan, kata Wasisto, salah satu langkah yang bisa diambil para figur potensial capres untuk mendongkrak suaranya adalah mengambil ceruk suara dari kubu lain. Namun, hal itu sulit dilakukan karena perbedaan karakter antarfigur yang mencolok. Hal serupa juga sulit dilakukan parpol pendukung karena setiap parpol sudah memiliki identitas kuat yang juga berbeda.
Untuk itu, setidaknya ada dua hal yang perlu dioptimalkan untuk menggaet basis pemilih yang berbeda dengan karakter para tokoh potensial capres itu. Pertama, melalui peran sukarelawan yang bergerak di akar rumput. ”Selain itu, diperlukan pula sosok cawapres yang bisa menjadi komplementer bagi setiap capres,” kata Wasisto.