Praperadilan Ditolak, Anak Buah Sambo Tetap Ditahan
Anak buah Ferdy Sambo, Irfan Widyanto, akan tetap ditahan oleh kejaksaan dan akan menjalani sidang lanjutan pembacaan eksepsi pekan depan.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Permohonan pembatalan penahanan yang dimohonkan oleh Irfan Widyanto, salah satu terdakwa kasus perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022). Hakim memutuskan permohonan ini gugur karena Irfan sudah menjalani sidang pembacaan dakwaan kemarin.
Atas dasar itu, hakim ketua Alimin Ribut Sujono memutuskan, sidang praperadilan dengan nomor perkara 96/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL ini tidak bisa memenuhi permohonan Irfan. Pembacaan putusan ini digelar di Ruang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
”Permohonan praperadilan yang diajukan oleh Ajun Komisaris Irfan Widyanto, salah satu terdakwa perkara perintangan penyidikan kasus Ferdi Sambo dan kawan-kawan, dinyatakan gugur oleh hakim tunggal Alimin Ribut Sujono,” kata pejabat Humas PN Jaksel, Djuyatmo, saat dikonfirmasi, Kamis.
Putusan hakim ini berdasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2021 yang menyatakan, praperadilan yang mencakup sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan sebagai obyeknya akan gugur sejak berkas perkara dilimpahkan dan diterima oleh pengadilan. Alasan pengadilan tetap menggelar sidang praperadilan Irfan meski sudah tahu sidang dakwaan akan digelar bersamaan adalah untuk menjamin hak setiap tersangka untuk mengajukan praperadilan, hal ini tercantum dalam Pasal 79 dan Pasal 80 KUHAP.
Sebelumnya, Irfan yang saat peristiwa perintangan penyidikan bertugas di Bareskrim Polri mengajukan permohonan pembatalan penahanan dirinya oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan terkait kasus perintangan penyidikan dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Kejari Jaksel dinilai tidak memiliki alasan yang logis untuk menahan Irfan. Sementara, Kejari Jaksel menahan Irfan karena dikhawatirkan akan melarikan diri, merusak dan menghilangkan barang bukti, serta mengulangi tindak pidana.
”Kami melihat penahanan itu tidak sah. Sebab, penahanan harus ada alasan menurut hukum dan menurut keperluan, serta ada kekhawatiran. Lalu kekhawatirannya apa? Adapun pada saat penyidikan Irfan tidak ditahan,” kata pengacara Irfan, Henry Yosodiningrat.
Dia menyebut, saat sidang pembacaan dakwaan kemarin, dia sudah meminta hakim menunda sidang dakwaan karena praperadilan belum diputuskan. Namun, hakim menolak karena persidangan kasus perintangan penyidikan ini menerapkan asas murah, cepat, dan sederhana.
”Ya sudah, kita lanjut saja ke agenda sidang selanjutnya pemeriksaan saksi karena kami tidak mengajukan keberatan atas dakwaan (eksepsi). Cuma saya menyayangkan kenapa hakim tidak mau menunda sehari saja sampai permohonan praperadilan diputuskan,” ujarnya.
Dalam permohonannya, Irfan meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk membatalkan penahanannya di Kejari Jaksel. Dia mengklaim, tidak ada upaya untuk melarikan diri, merusak, dan menghilangkan barang bukti, serta mengulangi tindak pidana sebagaimana yang menjadi alasan penahanan oleh Kejari Jaksel.
Irfan, kata Henry, sudah bersikap kooperatif selama proses penyidikan sehingga tidak ditahan oleh penyidik. Semua barang bukti juga sudah disita oleh penyidik dan jabatan Irfan sudah dicabut oleh Polri sehingga tidak ada alasan untuk ditahan oleh Kejari Jaksel. Selain itu, Irfan juga meminta hakim mempertimbangkannya karena ia masih memiliki 3 anak yang berusia paling kecil 4 tahun dan terbesar 10 tahun.
Dalam kasus perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J, Irfan didakwa terlibat melakukan penggantian dekoder kamera pemantau (CCTV) di sekitar rumah Ferdy Sambo. Total ada tiga dekoder yang diganti Irfan, yakni satu dekoder dari rumah Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Ridwan Ricky Nelson Soplanit yang tak lain adalah tetangga Sambo dan dua dekoder CCTV di pos satpam kompleks Polri di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Semua perbuatan Irfan berdasarkan perintah Sambo untuk menghilangkan jejak rekaman CCTV pembunuhan Nofriansyah.
Irfan bersama tiga terdakwa lain, yakni bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Ferdy Sambo, bekas Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Hendra Kurniawan, dan bekas Kepala Detasemen A Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Agus Nurpatria, membenarkan dakwaan tersebut dengan tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan jaksa.
Sementara tiga terdakwa lain, yakni Arif Rahman Arifin, Baiquni Wibowo, dan Chuck Putranto, mengajukan eksepsi. Sidang eksepsi ketiganya akan digelar pekan depan.
Ketujuh terdakwa itu didakwa Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar. Namun, selain pasal itu, Sambo juga didakwa Pasal 340 tentang pembunuhan berencana.