Setelah Membunuh Brigadir J, Sambo Disebut Manipulasi Anak Buahnya
Anak buah Ferdy Sambo dibohongi bahwa telah terjadi pelecehan seksual oleh Brigadir J terhadap istri Sambo. Skenario Sambo ini berujung pada beragam cara untuk menutup fakta sesungguhnya, seperti menghilangkan CCTV.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, kompak sama-sama membohongi anak buah Sambo, salah satunya bekas Kepala Biro Pengamanan Internal Hendra Kurniawan. Mereka berbohong bahwa telah terjadi pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri di rumah dinas Polri Duren Tiga, Jakarta, pada Jumat (8/7/2022) sore. Pelecehan itulah yang memicu penembakan terhadap Nofriansyah.
Fakta itu terungkap dalam sidang dakwaan perkara penghalang-halangan penyidikan (obstruction of justice) dengan terdakwa Hendra Kurniawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022). Majelis hakim yang memeriksa perkara itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ahmad Suhel serta majelis anggota Djuyamto dan Hendra Yuristiawan. Adapun tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dipimpin oleh Syahnan Tanjung.
Sidang dimulai sekitar pukul 09.50 dan dihadiri langsung oleh terdakwa Hendra Kurniawan. Hendra tiba di ruangan sidang Oemar Seno Adji PN Jaksel dengan memakai rompi tahanan berwarna merah dan tangan terborgol.
Hendra mengenakan setelan rapi kemeja berwarna putih, celana, dan sepatu berwarna hitam. Dia mengikuti jalannya persidangan sembari tekun menyimak berkas dakwaan yang dibawa. Sesekali, dia juga terlihat membubuhkan catatan di berkas dakwaan bersampul merah itu.
Jaksa menyebutkan, sesaat setelah Nofriansyah terbunuh, Sambo menghubungi sejumlah pihak. Salah satunya adalah Hendra Kurniawan. Dia saat itu sedang berada di kolam pancing Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Setelah mendapat telepon dari atasannya, dia langsung meluncur ke Kompleks Polri, Duren Tiga.
Sesampainya di rumah dinas Sambo, dia bertemu dengan atasannya itu di garasi mobil rumah. Dia langsung bertanya kepada Sambo. ”Ada peristiwa apa bang?” kata Hendra seperti ditirukan jaksa.
Pertanyaan itu pun dijawab oleh Sambo dengan tidak jujur. Ada upaya Sambo memanipulasi anak buahnya untuk mengaburkan peristiwa sebenarnya yang terjadi. Sambo pun menjawab bahwa telah terjadi pelecehan seksual terhadap istrinya yang dilakukan oleh Nofriansyah.
”Ada pelecehan terhadap mbakmu,” kata Sambo seperti dibacakan jaksa.
Sambo pun menjelaskan bahwa istrinya berteriak-teriak saat kejadian, kemudian Nofriansyah panik dan keluar dari kamar Putri. Kejadian itu pun awalnya disebut ketahuan oleh ajudan pribadi yang lainnya, yaitu Richard Eliezer Pudihang Lumiu, yang berdiri di tangga lantai dua rumah tersebut.
Secara spontan, Nofriansyah yang berada di depan kamar Putri, pun menembak Eliezer. Eliezer membalas tembakan itu sehingga terjadilah peristiwa tembak- menembak yang akhirnya menewaskan Nofriansyah.
”Inilah cerita yang direkayasa oleh Ferdy Sambo dan disampaikan kepada Hendra Kurniawan,” kata jaksa.
Di rumah dinas itu, Hendra juga bertemu dengan Kepala Biro Provost Polri Benny Ali yang telah lebih dulu datang ke rumah tersebut bersama dengan Kepala Bagian Gakkum Ro Provost Polri Susanto. Hendra lalu menanyakan kembali kepada Benny, bentuk pelecehan yang terjadi terhadap Putri seperti apa.
Benny yang mengaku sudah bertemu dengan Putri Candrawathi di rumah pribadinya di Jalan Saguling III mendapatkan konfirmasi bahwa benar telah terjadi pelecehan seksual terhadap dirinya yang sedang beristirahat di kamarnya. Kepada Benny, Putri menceritakan bahwa saat itu dia sedang beristirahat di kamar dengan mengenakan baju tidur dan celana pendek. Nofriansyah masuk ke kamar pribadi Putri lalu meraba paha sampai mengenai kemaluannya. Putri pun kaget dan terbangun, lantas berteriak.
Karena teriakan itu, Nofriansyah menodongkan senjata api yang dibawanya kepada Putri sambil mencekik leher dan memaksa agar membuka kancing bajunya. Putri pun berteriak histeris yang kemudian membuat Nofriansyah panik dan keluar kamar. Saat itulah, dia bertemu dengan Eliezer sehingga terjadi tembak-menembak. Cerita yang didapatkan Benny Ali itu disampaikan kembali kepada Hendra.
Setelah mendengar cerita di ruang tengah rumah dinas itu, Hendra pun kemudian melihat jenazah Nofriansyah yang masih tergeletak di bawah tangga dapur. Tak lama kemudian, datang ambulans yang akan membawa jenazah itu untuk diotopsi di Rumah Sakit Polri Kramatjati.
Hendra kembali ke kantornya di Biro Paminal Propam Polri dan mencoba menghubungi anak buahnya, Agus Nurpatria Adi Purnama. Anak buahnya itu pun mengatakan bahwa dia telah meminta keterangan dari Eliezer dan asisten keluarga Sambo, Kuat Ma’ruf. Keterangan yang disampaikan oleh keduanya sama dengan keterangan yang disampaikan oleh Sambo dan istrinya.
Seusai kejadian itu, Sambo juga sempat memanggil Hendra lagi bersama dengan Benny Ali, Eliezer, Ricky Rizal (ajudan Sambo), dan Kuat Ma’ruf di Biro Provost Lantai 3 Polri. Sambo mengumpulkan semua pihak itu untuk menyamakan pikiran sesuai dengan skenario yang telah dibuat sebelumnya atas peristiwa di Duren Tiga.
Sambo menyampaikan bahwa masalah yang terjadi adalah soal harga diri. Dia menyebut bahwa percuma punya jabatan pangkat bintang dua jika harkat, martabat, serta kehormatan keluarga hancur karena kelakuan Nofriansyah. Sambo juga menyebutkan bahwa dia sudah menghadap pimpinan dan menjelaskan bahwa pertanyaan pimpinan hanya soal apakah dia ikut menembak atau tidak. Dia pun menjawab bahwa tidak ikut menembak.
”Siap, tidak jenderal. Kalau saya nembak, kenapa harus di dalam rumah, pasti saya selesaikan di luar. Kalau saya yang nembak, bisa pecah itu kepalanya (jebol) karena senjata pegangan saya kaliber 45,” kata Sambo seperti disebutkan jaksa.
Setelah itu, Sambo meminta kepada anak buahnya agar masalah tersebut diproses apa adanya sesuai dengan kejadian di TKP, keterangan saksi, dan barang bukti yang diamankan. Dia juga menyebut bahwa peristiwa di Magelang tidak perlu disebutkan, dan meminta agar berangkat dari kejadian di Duren Tiga saja. Dia juga meminta agar tindak lanjut perkara itu dilakukan oleh Biro Paminal Polri saja.
Tak berhenti di situ, Sambo juga meminta agar pemeriksaan saksi-saksi penyidik di Polres Metro Jakarta Selatan diamankan oleh Hendra. Dia meminta agar penyidikan perkara itu tidak gaduh karena menyangkut masalah pelecehan istrinya. Dia juga meminta Hendra untuk mengecek rekaman kamera pengintai di sekitar kompleks Polri Duren Tiga.
Atas perintah Sambo itu, Hendra kemudian menghubungi sejumlah anggota polisi yang memiliki kemampuan untuk menganalisis CCTV. Dia meminta agar rekaman CCTV di-screening sesuai dengan permintaan Sambo. Kemudian, anak buahnya menemukan ada sejumlah 20 CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga. Hendra meminta agar tidak semua CCTV itu dihilangkan atau diganti yang baru, tetapi hanya sebagian yang penting-penting saja.
Atas kejadian itu, Hendra didakwa melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak melawan hukum melakukan tindak pidana yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya. Hendra pun dijerat dengan Pasal 48 juncto Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.