Jaksa Sebut Kuat Ma’ruf Bawa Pisau untuk Antisipasi jika Nofriansyah Melawan
Setelah mendengar rencana Sambo ingin membunuh Nofriansyah, Kuat membawa pisau di dalam tas selempangnya. Pisau ini digunakan untuk mengantisipasi jika Nofriansyah melakukan perlawanan.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa penuntut umum menyebut Kuat Ma’ruf membawa pisau di tas selempangnya ketika ia mendengar rencana bekas Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo hendak membunuh Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Pisau dibawa untuk berjaga-jaga jika Nofriansyah melakukan perlawanan.
Hal tersebut diungkapkan jaksa dalam pembacaan dakwaan terhadap Kuat Ma’ruf dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). Kuat tampak mengenakan celana hitam, kemeja putih, dan masker hijau lengkap dengan rompi tahanan kejaksaan berwarna merah dan tangan diborgol saat menghadiri sidang.
Selama sidang, rompi dan borgol tersebut dilepas. Asisten rumah tangga Sambo ini langsung terduduk lesu di kursi terdakwa, kepalanya menunduk sembari mendengarkan jaksa penuntut umum membacakan dakwaan. Sidang yang dimulai pukul 21.30 ini dipimpin majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santosa dengan didampingi Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono sebagai hakim anggota.
Jaksa penuntut umum mengungkapkan, Kuat sempat mengusulkan kepada istri Sambo, Putri Candrawathi, untuk memberitahu kepada suaminya agar rumah tangganya tidak terganggu. Usulan itu disampaikan Kuat setelah melihat Nofriansyah keluar dari kamar Putri di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, pada Jumat (8/7/2022) dini hari.
”Ibu harus lapor Bapak, biar di rumah ini tidak ada duri dalam rumah tangga ibu,” kata jaksa menirukan perkataan Kuat. Meskipun, saat itu Kuat belum mengetahui pasti kejadian yang sebenarnya antara Nofriansyah dan Putri.
Setelah itu terjadi ketegangan di rumah Sambo di Magelang pada 8 Juli 2022 malam. Saat itu terjadi keributan antara Kuat dan Nofriansyah. Keributan itu kemudian diikuti tindakan Brigadir Ricky Rizal menyembunyikan senjata Nofriansyah.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebutkan, akibat keributan itu, Putri menghubungi Brigadir Kepala Ricky Rizal dan Bhayangkara Dua Richard Eliezer yang sedang berada di luar rumah. Putri meminta Ricky dan Eliezer kembali ke rumah di Magelang.
Setibanya di rumah, keduanya mendengar ada keributan, tetapi tidak mengetahui secara pasti apa yang terjadi. Keduanya kemudian menuju kamar Putri yang berada di lantai dua dan menemukan Putri sedang tiduran dengan berselimut di atas tempat tidur. ”Ada apa, Bu?” ujar jaksa menirukan pertanyaan Ricky kepada Putri.
Menjawab pertanyaan itu, Putri menanyakan keberadaan Nofriansyah. Putri kemudian memerintah Ricky memanggil Nofriansyah untuk menemuinya.
Pagi harinya, sekitar pukul 10.00, Putri meminta Kuat untuk mengemudikan mobil untuk pulang ke Jakarta meski Kuat bukanlah seorang sopir Sambo. Putri sengaja dipisahkan dengan Nofriansyah yang berada di mobil lain bersama Ricky.
Setelah itu, baru Ricky turun lagi ke lantai satu menghampiri Nofriansyah yang berada di depan rumah. Ricky kemudian menanyakan keributan yang terjadi sebelumnya di rumah itu. ”Enggak tahu, Bang, kenapa Kuat marah sama saya,” kata jaksa menirukan jawaban Nofriansyah.
Sesampainya di Jakarta, setelah mendengar rencana Sambo yang ingin membunuh Nofriansyah, Kuat turut membawa pisau di dalam tas selempangnya. Pisau ini digunakan untuk mengantisipasi jika Nofriansyah melakukan perlawanan. Dia kemudian ikut bersama Sambo ke lokasi pembunuhan Nofriansyah di rumah dinas Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Padahal, Kuat bersama Bripka Ricky seharusnya langsung pulang ke Rumah Sambo di Magelang.
Jaksa melanjutkan, saat tiba di rumah Duren Tiga, Kuat tanpa disuruh langsung menutup pintu balkon padahal itu bukan tugasnya. Tugas ini biasanya dilakukan oleh asisten rumah tangga Sambo lainnya, yakni Diryanto. Setelah itu Sambo melakukan skenario pembunuhan Nofriansyah.
Sambo merencanakan skenario bahwa Nofriansyah telah melecehkan Putri yang kemudian berteriak minta tolong, lalu Eliezer datang. Saat Eliezer datang, Nofriansyah menembak Eliezer pertama kali lalu mereka tembak-menembak.
Sebelum menjalankan rencana, Sambo memerintahkan Eliezer untuk menyembunyikan senjata api milik Nofriansyah. Sambo bahkan menyiapkan sarung tangan berwarna hitam untuk menghindari jejak tertinggal. Skenario ini direncanakan Sambo dilakukan di rumah dinas Sambo sebagai Kadiv Propam Polri di Duren Tiga. Jarak antara rumah dinas ini dan rumah Saguling hanya sekitar 500 meter.
Semua rencana ini diketahui oleh Putri, tetapi ia disebut jaksa tidak berupaya untuk mencegah niat jahat suaminya dan cenderung cuek mengikuti rencana jahat Sambo. Begitu pun dengan Ricky Rizal serta terdakwa lain, seperti Eliezer serta Kuat Ma’ruf (asisten rumah tangga Sambo).