Setelah Nofriansyah Dibunuh, Putri Cuek sedangkan Sambo Ungkit Soal Harga Diri
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, masih sempat berganti pakaian. Adapun Sambo meyakinkan sejumlah pihak soal skenario tewasnya Nofriansyah yang disusunnya, dengan dalih harga diri dan kehormatan keluarga.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR, DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tak lama setelah Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat tewas dibunuh di rumah dinas Ferdy Sambo, di Kompleks Rumah Dinas Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli lalu, jaksa menyebutkan, istri Sambo, Putri Candrawathi meninggalkan lokasi kejadian dengan tenang dan acuh tak acuh atau cuek. Padahal, Nofriansyah merupakan ajudan yang sudah lama dipercaya oleh Sambo untuk mengawal Putri.
Penilaian itu disampaikan oleh jaksa penuntut umum Rudy Irmawan saat membacakan dakwaan terhadap Ferdy Sambo, salah satu dari lima terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). Sidang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Wahyu Iman Santosa dengan didampingi Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono sebagai hakim anggota.
Menurut jaksa, Nofriansyah merupakan ajudan yang sudah lama dipercaya Sambo untuk melayani, mendampingi, dan mengawal Putri di mana pun berada. ”Sehingga dengan hubungan kedekatan yang sudah terjalan selama ini maka kematian Yosua (Nofriansyah) seharusnya memengaruhi kondisi batin Putri,” kata jaksa.
Sebelum meninggalkan rumah dinas suaminya sesaat setelah Nofriansyah ditembak, jaksa menguraikan bahwa Putri masih sempat berganti pakaian. Ketika masuk ke rumah dinas itu, awalnya Putri berpakaian baju sweater warna coklat dan celana legging warna hitam. Namun, ketika meninggalkan rumah dinas suaminya itu, Putri sudah berganti pakaian model blus kemeja warna hijau garis-garis hitam dan celana pendek warna hijau garis-garis hitam. ”Lalu, saksi Putri dengan tenang dan acuh tak acuh (cuek) pergi meninggalkan rumah dinas Duren Tiga, diantar Ricky Rizal (salah satu ajudan Sambo),” kata jaksa.
Dalam berkas dakwaan, disebutkan pula bahwa Sambo berupaya memengaruhi sejumlah pihak, terutama bawahannya, untuk memercayai skenario tembak-menembak antara dua ajudannya, Nofriansyah dan Eliezer, yang membuat tewasnya Nofriansyah, serta pelecehan pada Putri yang memicu tembak-menembak, dengan dalih pelecehan pada Putri menyangkut harga diri.
”Ini harga diri, percuma jabatan dan pangkat bintang dua, kalau harkat dan martabat serta kehormatan keluarga hancur karena kelakuan Yosua. Mohon rekan-rekan untuk masalah ini diproses apa adanya, sesuai peristiwa di tempat kejadian perkara,” perintah Sambo seperti di berkas dakwaan. Alasan berikut perintah Sambo itu, menurut jaksa, disampaikan Sambo kepada, di antaranya, bekas Kepala Biro Paminal Divisi Propam Polri Hendra Kurniawan dan Kepala Biro Provost Polri Benny Ali.
Sambo juga mengatakan jika saksi dan barang bukti untuk merekayasa peristiwa sebenarnya sudah diamankan. Dia juga meminta kepada sejumlah pihak agar peristiwa pemicu di Magelang tidak dipertanyakan lagi. Dia meminta kronologi peristiwa dimulai dari rumah dinas di rumah dinas Duren Tiga.
Di Magelang, pada 7 Juli atau sehari sebelum pembunuhan, Nofriansyah disebut dalam dakwaan telah melecehkan Putri. Sambo yang menerima laporan itu dari Putri, marah. Kemudian pada 8 Juli, ia disebut merencanakan pembunuhan Nofriansyah. Eliezer menjadi penembak pertama Nofriansyah. Setelah ia terkapar, Sambo disebut ikut menembak di bagian kepala untuk memastikan Nofriansyah telah meninggal.
Untuk mendukung skenario rekayasa peristiwa pembunuhan Nofriansyah yang disusun Sambo, ia juga melakukan tindakan menghalang-halangi penyidikan, menghilangkan barang bukti sejumlah rekaman CCTV, di sekitar lokasi kejadian perkara.
Atas dakwaan itu, tim kuasa hukum Sambo yang dipimpin oleh Armas Hanis mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Eksepsi kuasa hukum langsung dibacakan seusai dakwaan selesai dibacakan oleh tim jaksa.