Saat jaksa menyebut bahwa perbuatan Ferdy Sambo dalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir J tak menunjukkan sikap kesatria aparat kepolisian, Sambo langsung menoleh ke arah jaksa yang membacakan dakwaan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sidang dakwaan kasus pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dimulai di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak pukul 10.05, Senin (17/10/2022). Salah satu terdakwa dalam kasus itu, bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Ferdy Sambo, menjalani sidang dakwaan paling awal. Dia terlihat mengikuti persidangan dengan tenang.
Pada saat memasuki ruangan sidang Oemar Senoadji di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sambo terlihat memakai rompi berwarna merah tahanan Kejaksaan Agung. Rompi merah itu dilepas sebelum dia duduk di kursi pesakitan. Sambo terlihat bugar dan siap mengikuti sidang dengan mengenakan kemeja batik, celana hitam, dan sepatu lars berwarna hitam.
Selain itu, Sambo terlihat membawa berkas dakwaan dengan sampul berwarna hitam, alat tulis berupa stabilo dan pulpen, serta buku catatan (notes) berwarna hitam. Selama dakwaan dibacakan oleh tim jaksa penuntut umum, Sambo terlihat memberikan tanda pada berkas dakwaan dengan stabilo berwarna kuning. Sesekali, dia juga terlihat memberikan catatan di berkas dakwaan itu.
Meskipun terlihat tenang mengikuti jalannya persidangan, sesekali Sambo juga terlihat menggerak-gerakkan kakinya.
Selain itu, pada saat tim jaksa menyebut bahwa perbuatan Sambo dalam pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah tidak menunjukkan sikap kesatria aparat kepolisian, Sambo langsung menoleh ke arah jaksa yang membacakan dakwaan itu. Beberapa menit, Sambo menatap tajam jaksa yang membacakan dakwaan itu.
Dalam dakwaan kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah itu disebutkan, Sambo merencanakan untuk menghilangkan nyawa ajudan pribadinya itu setelah mendapatkan laporan dari istrinya, Putri Candrawathi, bahwa dia mengalami perbuatan ”kurang ajar” atau pelecehan seksual selama berada di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli lalu atau sehari sebelum Nofriansyah dibunuh.
Sambo kemudian menanyakan kepada salah satu ajudannya, Brigadir Kepala Ricky Rizal, soal kesanggupannya untuk menghabisi Nofriansyah. Namun, Ricky menolak perintah itu dengan alasan tidak kuat secara mental. Ketika permintaan itu ditanyakan kepada ajudan lainnya, yaitu Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, ia menyanggupi permintaan itu.
Jaksa menilai, meskipun para pihak yang merencanakan pembunuhan Nofriansyah, terutama Sambo, mengetahui bahwa perbuatan itu melanggar hukum, tidak ada yang mencoba menghentikan rencana itu. Mereka justru bersama-sama membuat perencanaan itu terjadi.
Tindakan Sambo yang menghilangkan nyawa Nofriansyah juga disebut jaksa sebagai tindakan yang tidak kesatria karena tidak ada upaya konfirmasi atas peristiwa sebenarnya di Magelang. Sambo justru langsung meminta Eliezer menembak Nofriansyah di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan.