Perketat Pengawasan untuk Atasi Peredaran Narkoba yang Libatkan Polisi
Komisi Kepolisian Nasional akan memberikan masukan terkait prosedur standar operasi pemusnahan barang bukti, seperti narkoba, termasuk di dalamnya memperkuat pengawasan.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peredaran narkoba yang melibatkan anggota polisi di Indonesia terus terjadi. Teranyar, bekas Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa ditetapkan menjadi tersangka karena menjual barang bukti narkoba. Untuk memutus keterlibatan personel polisi, pengawasan harus diperkuat, termasuk di dalamnya pengawasan terhadap pemusnahan barang bukti.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Yusuf Warsyim, menilai, kasus Irjen Teddy adalah perbuatan oknum yang menyalahgunakan kewenangannya. ”Hal ini bukan menunjukkan adanya peredaran narkoba di lingkungan anggota. Tentu tidak demikian,” kata Yusuf saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (16/10/2022).
Yusuf mengatakan, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo sejak awal sudah mengingatkan dan bersikap tegas dalam memberikan arahan kepada jajarannya. Apabila ada pejabat atau anggota yang terlibat dalam pelanggaran pidana, termasuk narkoba, mereka langsung ditindak dan dicopot jabatannya tanpa didahului dengan teguran.
Menurut Yusuf, sikap tersebut menunjukkan ketegasan Kapolri terhadap anggotanya yang bermain-main dengan narkoba. Adapun terkait kasus Irjen Teddy, yang paling utama dilakukan adalah pengawasan yang lebih kuat dalam pemusnahan barang bukti narkoba.
”Kompolnas akan memberikan masukan terkait dengan SOP (prosedur standar operasi) pemusnahan barang bukti agar tidak mudah untuk disalahgunakan. SOP dengan pengawasan yang superketat tentunya,” ucapnya.
Sementara itu, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen (Purn) Ito Sumardi mengatakan, dirinya belum bisa menyimpulkan mengapa Teddy terlibat mengedarkan narkoba. Ito mengaku kenal baik dengan Teddy. Menurut dia, Teddy adalah orang yang berprestasi dan taat beribadah. Apalagi, Teddy pernah mengemban tugas sebagai ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 2014.
”Cuma mengapa sampai (barang bukti narkoba) disisihkan kemudian dijual? Saya juga masih belum bisa menyampaikan suatu kesimpulan. Tapi, yang jelas, kalau peredaran narkoba di kalangan Polri itu setahu saya sangat tidaklah mungkin,” kata Ito.
Ito melanjutkan, jika ada anggota yang mengedarkan narkoba, sama saja ia mengkhianati institusi Korps Bhayangkara. Ia menganggap polisi yang berani melakukan hal itu kurang waras. Terkait peredaran narkoba yang melibatkan anggota polisi, Ito menyampaikan hal tersebut kesalahan dari individu itu sendiri dan pihak di luar institusi Polri.
”Seratus persen saya yakini ada oknum yang terlibat secara pribadi. Ada (diedarkan) untuk bagi dia sendiri, yang satu mungkin (mengedarkan narkoba) digunakan untuk mendapatkan keuntungan finansial,” ucapnya.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengatakan, praktik pelanggaran hukum terkait narkoba di tubuh Polri menyasar dari personel di level bawah sampai perwira tinggi. Mereka menjadi pengguna hingga menjadi pemasok dengan cara menjual barang bukti.
Menurut Bambang, hal ini menunjukkan bahwa Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat (Waskat) belum efektif. ”Makanya perlu penguatan pengawasan eksternal secara kelembagaan, di antaranya dengan memperkuat Kompolnas atau pelibatan publik, selain membuat kontrol sistem di internal,” ujar Bambang.
Mengutip pemberitaan Kompas, pada Februari 2021, petugas Propam Polda Jawa Barat menindak Kepala Kepolisian Sektor Astana Anyar Polres Kota Besar (Polrestabes) Bandung Komisaris Yuni Purwanti Kusuma Dewi karena mengonsumsi sabu bersama belasan anggotanya. Kasus ini berbuah pemecatan terhadap 19 anggota Polres Jabar yang terlibat kasus itu.
Lalu, Mei 2021, petugas Propam Polri mengamankan tiga perwira dan dua bintara anggota Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Surabaya saat pesta narkoba. Tiga di antaranya disidang di Pengadilan Negeri Surabaya per September (Kompas.id, 29/12/2021).
Sebelumnya, Teddy Minahasa ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana narkotika oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Jumat (14/10/2022). Dia ditangkap bersama sejumlah anggota kepolisian aktif di Sumatera Barat dalam penyelewengan barang bukti kasus narkotika.
Penangkapan Teddy merupakan bagian dari rangkaian pengembangan kasus serta penangkapan tersangka sebelumnya. Narkotika yang peredarannya melibatkan Teddy berjenis sabu seberat 41 kilogram.
Penetapan tersangka terhadap Teddy berangkat dari pemeriksaan terhadap salah satu tersangka pidana narkotika, Ajun Komisaris Besar D. Kepada penyidik, D yang bertugas di Polda Sumatera Barat dan mantan Kapolres Bukittinggi ini mengaku mendapat perintah dari Teddy untuk mengambil 5 kg dari 41 kg sabu. Dari 5 kg sabu itu, barang bukti 3,3 kg sabu sudah disita polisi dan 1,7 kg sabu diedarkan ke Kampung Bahari, Jakarta Utara.
Kasus ini juga melibatkan beberapa anggota polisi aktif lainnya, yakni Komisaris KS, Kepala Polsek Kalibaru, dan Ajun Inspektur Satu J, anggota Polres Tanjung Priok. Barang bukti yang disita sebanyak 305 gram sabu yang ditemukan di kantor Komisaris KS. Lalu, polisi juga menangkap tersangka AD, anggota Polres Metro Jakarta Barat (Kompas.id, 14/10/2022).
Dalam kasus ini, Teddy dan polisi lain yang terlibat kasus narkotika itu dijerat dengan Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2 juncto Pasal 132 Ayat 1 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Ancaman hukumannya hukuman penjara minimal 20 tahun dan maksimal hukuman mati.