Irjen Teddy Minahasa Menolak Diperiksa Penyidik Polda Metro Jaya
Teddy Minahasa menolak diperiksa penyidik Polda Metro Jaya, Sabtu (15/10/2022), dengan alasan ingin didampingi kuasa hukum pribadinya. Teddy merupakan salah satu dari lima polisi yang terlibat dalam peredaran narkoba.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa, Sabtu (15/10/2022), menolak diperiksa penyidik Polda Metro Jaya dengan alasan ingin didampingi kuasa hukum pribadinya. Menurut rencana, Teddy baru akan diperiksa pada Senin (17/10).
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan, saat dihubungi, Sabtu (15/10/2022), mengatakan, seharusnya Teddy sudah mulai dimintai keterangan penyidik Sabtu ini. Namun, Teddy menolak dengan alasan menunggu didampingi kuasa hukum pribadi. Walaupun, lanjutnya, penyidik telah menyiapkan kuasa hukum mengingat Teddy masih berstatus anggota Polri.
”Tadi sudah dilakukan pemeriksaan. Namun, begitu dimulai yang bersangkutan minta dihentikan karena ingin didampingi kuasa hukumnya yang menjadi pilihan beliau,” kata Zulpan.
Dengan demikian, Polda Metro Jaya akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Teddy pada Senin (17/10/2022). Namun, disampaikan Zulpan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Mabes Polri mengingat sidang pelanggaran etik Polri terhadap Teddy juga diagendakan digelar pada Senin esok.
Rencana sidang etik itu juga disampaikan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Dedi Prasetyo saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (15/10/2022). Menurut dia, Teddy yang dicalonkan sebagai Kepala Polda Jawa Timur itu hingga saat ini ditempatkan di tempat khusus Provos oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polri.
”TM (Teddy Minahasa) sedang penempatan khusus di Provos Propam Polri. Nanti TM akan menjalani kode etik dulu Senin besok. Untuk pidananya Polda Metro Jaya yang menangani,” kata Dedi.
Sebelumnya, Teddy Minahasa ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana narkotika oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Jumat (14/10/2022). Dia ditangkap bersama sejumlah anggota kepolisian aktif di Sumatera Barat dalam penyelewengan barang bukti kasus narkotika.
Penangkapan Teddy merupakan bagian dari rangkaian pengembangan kasus serta penangkapan tersangka sebelumnya. Narkotika yang peredarannya melibatkan Teddy berjenis sabu 41 kilogram.
Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mukti Juharsa dalam keterangan pers, Jumat (14/10/2022), di Polres Jakarta Pusat, mengungkapkan, penetapan tersangka terhadap Teddy berangkat dari pemeriksaan terhadap salah satu tersangka pidana narkotika, Ajun Komisaris Besar D. Kepada penyidik, D yang bertugas di Polda Sumatera Barat dan mantan Kapolres Bukittinggi ini mengaku mendapat perintah dari Teddy untuk mengambil 5 kg dari 41 kg sabu. Dari 5 kg sabu itu, barang bukti sebanyak 3,3 kg sabu sudah disita polisi dan 1,7 kg sabu diedarkan ke Kampung Bahari, Jakarta Utara.
”Irjen Pol TM sebagai pengendali barang bukti 5 kg sabu dari Sumbar. Kami masih dalami, tapi dari keterangan D itu perintah dari Bapak TM,” kata Mukti.
Kasus ini juga melibatkan beberapa anggota polisi aktif lainnya, yakni Komisaris KS, Kepala Polsek Kalibaru; dan Ajun Inspektur Satu J, anggota Polres Tanjung Priok. Barang bukti yang disita sebanyak 305 gram sabu yang ditemukan di kantor Komisaris KS. Lalu, polisi juga menangkap tersangka AD, anggota Polres Metro Jakarta Barat (Kompas.id 14/10/2022).
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyampaikan, pihaknya meminta agar Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo memanfaatkan momen ini untuk mereformasi kepolisian.
Dihubungi terpisah, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyampaikan, pihaknya meminta agar Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo memanfaatkan momen ini untuk mereformasi kepolisian. Para anggota Polri yang melanggar etik atau bahkan melanggar pidana harus diusut tuntas tanpa pandang bulu.
”Kapolri harus tegas dengan memproses pidana dan etik. Jika Irjen TM benar terlibat, sanksi pemberhentian secara tidak hormat harus dijatuhkan kepada yang bersangkutan, dan untuk proses pidana perlu dijerat dengan pasal berlapis dan perberatan hukuman,” kata Poengky.
Dia menambahkan, mulai sekarang Polri harus melakukan tes urine rutin kepada seluruh anggotanya untuk mencegah penyalahgunaan narkotika di lingkungan Polri. Hal ini juga sudah diamanatkan dalam Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat (Waskat) di Lingkungan Polri.
”Hukuman PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) bagi yang melakukan pelanggaran berat, dan hukuman rebintradisi bagi yang melakukan pelanggaran ringan. Bagi yang terkait pidana, misalnya jadi backing, pengedar atau bandar, harus diproses pidana dan dipecat,” tegasnya.
Dalam kasus ini, Teddy dan polisi lain yang terlibat kasus narkotika itu dijerat dengan Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2 juncto Pasal 132 Ayat 1 juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati dan hukuman minimal 20 tahun.