Sejauh ini Kejaksaan Agung dan PN Jakarta Selatan menolak penggunaan rumah aman bagi jaksa dan hakim yang menangani perkara Ferdy Sambo dan kawan-kawan. Namun, Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial tetap menyarankannya.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial tetap menyarankan jaksa penuntut umum dan hakim untuk menempati rumah aman atau safe house selama proses persidangan bekas Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo dan kawan-kawan. Namun, hal ini dinilai terlalu berlebihan.
Menurut Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak, pihaknya menganjurkan agar jaksa penuntut umum tinggal sementara dalam rumah aman. Alasannya, agar mereka dapat menjaga integritas serta mencegah intervensi dari pihak lain selama proses persidangan Sambo dkk berlangsung.
Terlepas rumah aman akan dipakai atau tidak, Komisi Kejaksaan berharap hal itu tetap dipersiapkan. ”Maka, kami mengusulkan begini, mau digunakan silakan, tidak digunakan tolong dipersiapkan,” ujar Barita saat dihubungi, Selasa (11/10/2022).
Rumah aman akan memudahkan jaksa penuntut umum untuk saling berkoordinasi membahas kasus Sambo, apalagi persidangan diprediksi akan berjalan maraton. Sebab, 11 tersangka dengan ribuan berkas perkara akan disidang dengan waktu sekitar lima hingga enam bulan. Persidangan itu juga akan mengadili dua perkara, yakni pembunuhan berencana dan penghalangan penyidikan yang saling berkaitan.
Sebelumnya, tawaran rumah aman ditolak oleh Kejaksaan Agung. Sebab, jaksa penuntut umum dinilai akan tetap netral dan tak dapat diintervensi saat menghadapi perkara Ferdy Sambo dan kawan-kawan.
Menjelang persidangan perdana kasus Sambo dan kawan-kawan yang dilaksanakan pada Senin (17/10) pekan depan, Komisi Kejaksaan juga akan berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda Pengawasan, Jaksa Agung Muda Intelijen, dan Jampidum.
Selain Sambo, setidaknya ada empat tersangka lain yang juga tersandung dugaan pembunuhan berencana. Mereka adalah Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Kasus dugaan penghalangan penyidikan juga menjerat Sambo, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria, Hendra Kurniawan, Arif Rahman Arifin, dan Irfan Widyanto.
Serupa dengan Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial (KY) juga telah berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri (PN) Jaksel yang akan mengadili kasus Sambo cs. Pihaknya juga telah menyarankan agar para hakim ditempatkan di rumah aman, tetapi pihak PN Jaksel menyatakan belum membutuhkan pengawalan khusus.
“KY menghormati keputusan itu karena penilaian risiko dan mitigasinya memang berada pada penyelenggara persidangan,” kata Juru Bicara KY Miko Ginting saat dihubungi terpisah.
KY akan melakukan pengamatan dan membuka pintu aspirasi agar pihaknya dapat mengajukan sejumlah rekomendasi guna menjaga integritas hakim. Pihaknya juga menerima beragam masukan dari kelompok masyarakat. Kolaborasi tersebut yang juga menjadi sumber informasi penting bagi lembaganya.
Komisi Kejaksaan dan KY akan mengawasi langsung proses persidangan Sambo dan kawan-kawan guna menjaga kepercayaan publik. Tindakan ini juga diharapkan mencegah jaksa penuntut umum maupun hakim diintervensi pihak lain, apalagi dalam proses sebelumnya, masyarakat menilai adanya kejanggalan dalam kasus ini.
Pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, mendukung keputusan jaksa penuntut umum dan para hakim yang menolak rumah aman. Alasannya, penggunaan rumah aman dinilai berlebihan, sebab tak ada indikasi tekanan atau ancaman terhadap penegak hukum yang mengadili perkara Sambo dan kawan-kawan.
“Jadi, menurut saya berlebihan, bahkan sudah jadi sorotan media dan masyarakat yang sangat luar biasa. Jadi, saya kira sangat sukar ada upaya-upaya untuk menekan jalannya peradilan,“ ujar Agustinus.
Menurut dia, apabila tak ada indikator keamanan, tak perlu disediakan rumah aman. Pengadaan rumah tersebut justru akan mengesankan adanya tekanan dari pihak lain. Pengawasan masyarakat, media, KY, dan Komisi Kejaksaan yang akan mengikuti persidangan sudah sangat cukup.
Agustinus mengatakan, jika selama ini sudah ada ancaman, maka perlu disampaikan dan diungkap. Ia ragu bahwa kasus pembunuhan berencana dan perintangan penyidikan akan muncul tekanan lebih jauh.
“Karena yang bersangkutan (Sambo) sudah mengakui perbuatannya dan minta maaf. Jadi, masa tiba-tiba akan dibebaskan? Kan sudah tidak mungkin. (Sambo) juga sudah mengakui perbuatan secara terbuka, bahkan minta maaf kepada orangtua korban,“ kata Agustinus.
Ia pun mengingatkan, jaminan peradilan yang obyektif perlu diupayakan dan dilakukan proporsional. Selama ini kekhawatiran berfokus pada upaya-upaya yang bisa menguntungkan Sambo dan kawan-kawan. Namun, jangan sampai pula tekanan publik yang berlebihan justru bisa merugikan para pelaku karena peradilan tak lagi berjalan obyektif karena mengikuti tekanan publik.
Saat ini, seluruh pihak perlu memastikan peradilan yang obyektif, kebenaran materiil juga akan ditemukan. Penemuan kebenaran tersebut, harapannya akan memberikan keputusan yang adil.
Proses untuk mengawal kasus Sambo dan kawan-kawan bergantung pada peran media juga yang akan menginformasikan persidangan ke masyarakat secara obyektif. Apalagi sidang juga akan diikuti komisioner KY dan Komisi Kejaksaan, sehingga pengawasan pun dinilai sudah cukup.