Nasdem Tegaskan Tak Keluar dari Koalisi Pemerintahan hingga 2024
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto khawatir terganggunya stabilitas pemerintahan pascadeklarasi bakal calon presiden 2024 dari Partai Nasdem. Manuver sebaiknya tak dilakukan karena pendaftaran capres masih cukup lama.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Stabilitas politik pemerintahan sempat dikhawatirkan terganggu setelah Partai Nasdem mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden 2024. Partai politik anggota koalisi pemerintahan dinilai tak semestinya bermanuver yang berpotensi mengganggu skala prioritas pemerintah. Namun, Nasdem menepisnya.
Kekhawatiran akan terganggunya stabilitas pemerintahan pascadeklarasi bakal calon presiden 2024 dari Partai Nasdem salah satunya disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto. Ia menyebut, pihaknya tidak ingin mencampuri kedaulatan partai politik lain dalam penetapan bakal calon presiden. Namun, partai politik sesama anggota koalisi pemerintahan terikat etika untuk mendorong keberhasilan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Contohnya dengan berkomitmen untuk memprioritaskan hal yang sama dengan kebijakan pemerintah. Hal itu juga hendaknya diterapkan dalam memilih figur bakal capres 2024. Jangan sampai mengusung sosok yang memiliki kebijakan berbeda dengan Presiden Joko Widodo karena akan menjadi kontradiktif.
”Kami tidak menyayangkan karena partai politik punya kalkulasi sendiri. PDI-P tidak intervensi kedaulatan partai lain. Hanya jangan sampai skala prioritas yang disampaikan Pak Jokowi kemudian bergeser menjadi kontestasi pilpres terlalu dini, apalagi yang dicapreskan itu punya policy yang berbeda dengan Pak Jokowi,” kata Hasto saat menjawab pertanyaan wartawan tentang deklarasi bakal capres Partai Nasdem, di Yogyakarta, Senin (10/10/2022).
Partai Nasdem mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal capres 2024 pada Senin (3/10/2022). Anies merupakan satu dari tiga nama tokoh potensial capres yang direkomendasikan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Nasdem, Juni lalu. Selain Anies, ada pula Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Kami tidak menyayangkan karena partai politik punya kalkulasi sendiri. PDI-P tidak intervensi kedaulatan partai lain. Hanya jangan sampai skala prioritas yang disampaikan Pak Jokowi kemudian bergeser menjadi kontestasi pilpres terlalu dini, apalagi yang dicapreskan itu punya policy yang berbeda dengan Pak Jokowi.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Nasdem Ahmad Ali mengatakan, deklarasi bakal capres dan keberadaan Nasdem di koalisi pemerintahan merupakan dua hal berbeda yang tidak berpotensi memunculkan konflik kepentingan. Sejak 2014 hingga 2024, pihaknya berkomitmen dalam mendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Bahkan, komitmen itu juga tidak dilepaskan ketika Ketua Umum Nasdem Surya Paloh memutuskan untuk memilih Anies sebagai bakal capres.
”Yang selalu menjadi kekhawatiran Pak Surya itu adalah Indonesia tidak bisa setiap ganti pemerintah ganti juga program pembangunan. Kekhawatiran itu menjadi pegangan Pak Surya dalam mencari bakal capresnya. Pak Anies pun berkomitmen melanjutkan pembangunan Pak Jokowi,” kata Ahmad.
Ia menambahkan, pandangan yang memosisikan Anies berseberangan dengan Jokowi tidak tepat. Dalam berbagai kesempatan, Anies selalu menempatkan Jokowi sebagai presiden yang merupakan atasan gubernur. Hubungan persahabatan di antara kedua tokoh itu pun sudah berlangsung lama, sejak Jokowi menjadi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga presiden. Ketika menjabat sebagai Gubernur DKI, Jokowi pun melaksanakan sejumlah program pembangunan yang sudah dirancangnya. Namun, belum semuanya sempat dilaksanakan karena ia harus mengemban tugas yang lebih besar sebagai presiden.
Oleh karena itu, kata Ahmad, komitmen Nasdem untuk menjaga stabilitas politik pemerintahan tidak perlu diragukan. ”Posisi Nasdem tidak akan pernah keluar dari koalisi pemerintahan. Itu komitmen yang kami bangun dengan beberapa partai pendukung Pak Jokowi,” ujarnya.
Namun, ia menggarisbawahi persoalan perombakan kabinet merupakan hak prerogatif presiden. Jika ada menteri dari Nasdem yang dinilai tidak memenuhi harapan dalam menjalankan tugasnya, merupakan hak presiden untuk mengeluarkannya dari kabinet. ”Meski demikian, itu tidak akan jadi alasan bagi kami untuk beroposisi dengan Pak Jokowi,” kata Ahmad.
Tidak signifikan
Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana mengatakan, respons elite PDI-P terhadap deklarasi bakal capres Nasdem memperlihatkan kekhawatiran besar terhadap stabilitas pemerintahan saat ini. Hal itu wajar karena belum pernah ada preseden parpol anggota koalisi pemerintahan mencalonkan bakal capres di tengah masa pemerintahan yang masih berjalan. Oleh karena itu, belum ada referensi untuk menduga sejauh mana pengaruh dan dampaknya.
Koalisi pemerintahan itu kan besar, jika ada salah satu yang keluar atau tidak lanjut hingga 2024, maka akan diisi oleh anggota koalisi lainnya. Dari sisi itu, terlihat tidak ada dampak signifikan dan cenderung bisa diatasi.
Kendati demikian, Aditya memprediksi, tidak ada dampak signifikan yang akan terjadi jika Nasdem memutuskan untuk mengubah haluan politiknya. Sebab, parpol tersebut saat ini tidak menempati kursi menteri yang termasuk di lingkaran inti pemerintahan. ”Koalisi pemerintahan itu kan besar, jika ada salah satu yang keluar atau tidak lanjut hingga 2024, maka akan diisi oleh anggota koalisi lainnya. Dari sisi itu, terlihat tidak ada dampak signifikan dan cenderung bisa diatasi,” ujarnya.
Menurut Aditya, manuver Nasdem akan lebih berbahaya jika hal itu menginspirasi parpol anggota koalisi lainnya, yang sudah bergabung membentuk koalisi baru untuk menghadapi Pilpres 2024. Misalnya, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kini tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), juga Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga sudah sepakat berkoalisi. Selain melibatkan lebih banyak pihak, parpol-parpol yang sudah berkoalisi itu juga cenderung menempati posisi menteri yang lebih strategis ketimbang Nasdem.