Efektivitas Pemerintah yang Naik Jadi Modal Wujudkan Birokrasi Kelas Dunia
Meski skor efektivitas pemeirntah naik, beberapa penguatan perlu dilakukan pemerintah. Selain menciptakan birokrasi yang mau mendengarkan keluhan publik, juga menjawab keluhan dengan pelayanan yang baik dan optimal.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Bank Dunia menyebutkan skor efektivitas pemerintah Indonesia meningkat, dari 0.35 pada 2020 menjadi 0.38 pada 2021. Peningkatan skor menaikkan peringkat Indonesia, dari peringkat 73 ke peringkat 64 dari 214 negara. Peningkatan skor efektivitas Pemerintah Indonesia ini dinilai menjadi dapat modal mewujudkan birokrasi berkelas dunia.
"Tata kelola pemerintahan yang baik, yang terdiri dari akuntabilitas, kapasitas, dan kinerja pemerintah adalah kunci untuk bersaing di level global," kata Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani, di gedung Bina Graha Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Menurut Jaleswari, peningkatan skor efektivitas pemerintah Indonesia versi Bank Dunia, menjadi modal besar bagi pemerintah untuk menghadapi G20, dan mewujudkan cita-cita Presiden Joko Widodo menciptakan visi birokrasi kelas dunia.
Pada 23 September 2022, Bank Dunia merilis World Governance Indicator yang salah satunya terdiri dari Government Effectiveness Index atau Indeks Efektivitas Pemerintah. Skor efektivitas pemerintah ini merupakan penilaian terhadap kinerja dan efektivitas pemerintah negara-negara di dunia.
"Tata kelola pemerintahan yang baik, yang terdiri dari akuntabilitas, kapasitas, dan kinerja pemerintah adalah kunci untuk bersaing di level global"
Dalam rilisnya, Bank Dunia menyebut skor efektivitas pemerintah Indonesia meningkat, dari 0.35 pada 2020 menjadi 0.38 pada 2021, dengan skala -2.5 terendah hingga 2.5 tertinggi. Peningkatan skor menaikkan peringkat Indonesia, dari 73 ke peringkat 64 dari 214 negara. Indonesia mengungguli Italia, Polandia, India, Meksiko, Rusia, dan Brazil.
Sementara negara dengan pemerintah paling efektif dengan skor di atas 2 adalah Singapura, Swiss, dan Denmark. Indeks Efektivitas Pemerintah mencoba mengukur efektivitas kinerja birokrasi di 214 negara di dunia. Parameternya, kualitas layanan publik, derajat independensi birokrasi terhadap intervensi politik, kualitas formulasi kebijakan, dan kredibilitas pemerintah.
Jaleswari mengatakan, capaian Indeks Efektivitas Pemerintah tersebut, harus menjadi pemicu untuk meningkatkan keseriusan seluruh aparatur birokrasi pemerintah dalam menjalankan reformasi birokrasi. Sesuai arahan Presiden, lanjut dia, reformasi birokrasi harus dijalankan secara berkelanjutan, masif, serentak di semua level pemerintah, baik pusat maupun daerah.
"Selain itu juga harus dilakukan benchmarking dalam layanan publik, yang sudah baik dijadikan contoh, agar bisa ditiru oleh instansi daerah lain," ujar Jaleswari.
Perlu diperkuat lagi
Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto menilai memang ada peningkatan efektivitas kinerja pemerintah Indonesia. Namun, hal ini masih perlu diperkuat lagi. Agus berharap peningkatan efektivitas pemerintahan itu akan terus berlangsung. Apalagi, Presiden Joko Widodo selalu menekankan agar aparat birokrasi melayani masyarakat sampai dirasakan manfaatnya.
“Untuk mendukung pelayanan publik, diperlukan aparat birokrasi yang kompeten dan berkinerja. Birokrasi harus diisi oleh orang-orang berdasarkan pada sistem merit, bukan oleh faktor kekerabatan, pertemenan atau afiliasi politik,” tambah Agus.
“Reformasi birokrasi harus berdasarkan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu, kelincahan aparat birokrasi diperlukan agar dinamika perubahan bisa direspon dengan baik”
Beberapa penguatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah antara lain untuk menciptakan birokrasi yang mau mendengarkan keluhan publik. Pemerintah juga harus segera menjawab keluhan dengan kebijakan dan pelayanan publik yang baik.
“Reformasi birokrasi harus berdasarkan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu, kelincahan aparat birokrasi diperlukan agar dinamika perubahan bisa direspon dengan baik,” ucap Agus.
Reformasi Birokrasi
Jaleswari menambahkan, saat ini pemerintah sudah membentuk Gugus Tugas Percepatan Reformasi Birokrasi di daerah untuk mendukung agenda RB prioritas. Agenda prioritas tersebut adalah Mal Pelayanan Publik (MPP), dan implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Sejauh ini, Jumlah MPP yang telah diresmikan oleh Kementerian PANRB sejak 2017 sampai dengan 1 September 2022 sebanyak 67 MPP.
Gugus tugas bersinergi dengan tim percepatan MPP yang dibentuk oleh Setwapres dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), untuk memastikan target pembentukan 100 MPP pada 2022, dan 150 MPP pada 2023. "Target itu sesuai arahan Presiden dan Wakil Presiden," tambah Jaleswari.
“Jika Kementerian PANRB memiliki peran untuk mengawal dari sisi reformasi birokrasi guna terwujudnya birokrasi yang profesional melayani, maka NSLIC/NSELRED dapat mendukung dari sisi pemberdayaan”
Reformasi bidang pelayanan publik dalam penyelenggaraan MPP pun terus digencarkan. Memperkuat hal tersebut, Kementerian PANRB berkolaborasi dengan National Support for Local Investment Climates/National Support for Enhancing Local and Regional Economic Development (NSLIC/NSELRED) untuk mempercepat terwujudnya MPP di seluruh Indonesia, melalui diseminasi guna meningkatkan pengetahuan pemerintah daerah dalam pembentukan MPP.
Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Diah Natalisa menjelaskan kerja sama ini dilakukan untuk saling mendukung dalam mengatasi masalah publik. “Jika Kementerian PANRB memiliki peran untuk mengawal dari sisi reformasi birokrasi guna terwujudnya birokrasi yang profesional melayani, maka NSLIC/NSELRED dapat mendukung dari sisi pemberdayaan,” ujarnya dalam Lokakarya Diseminasi Hasil dan Pembelajaran Proyek NSLIC/NSELRED secara virtual, Rabu (28/9/2022).
Selain membantu dalam menyosialisasikan kebijakan MPP, NSLIC/NSELRED juga bekerja sama dengan Kementerian PANRB dalam menyusun Peraturan Menteri PANRB Nomor 92/2021 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan MPP dan membantu dalam pembuatan video terkait penyelenggaraan MPP.
Menurut Diah, MPP merupakan kebijakan yang menyatukan seluruh pelayanan yang diselenggarakan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan swasta di dalam satu tempat. Penyatuan ini diharapkan tidak hanya mengintegrasikan semua layanan di satu lokasi namun dapat mewujudkan penyederhanaan proses bisnis pelayanan publik.
“Integrasi pelayanan dalam mal pelayanan publik merupakan perwujudan kolaborasi dari berbagai stakeholder pelayanan publik yang diharapkan mengikis ego sektoral yang sampai hari ini masih sering kita temukan,” tutur Diah.
Standar Pelayanan merupakan pintu masuk utama bagi pengguna layanan dalam mengakses layanan yang diselenggarakan oleh instansi penyelenggara pelayanan. “Kemudahan akses dan kejelasan informasi terhadap layanan yang diselenggarakan oleh pemerintah serta adanya penerapan pelayanan publik yang inklusif dapat menjadi salah satu penopang dari proses pemerataan akses terhadap sumber-sumber ekonomi bagi semua kelompok,” tutur Diah. (WKM)