Langgam dan Gaya Ibu Negara Kita, Dari Anti Poligami hingga Mengurus Jamban...
Tak ada yang menduga peran yang dilakukan para Ibu Negara saat mendampingi Presiden.Meskipun terkesan hanya pendamping suami, para Ibu Negara ternyata punya peran menentukan dalam gaya dan langgamnya sendiri-sendiri.
Di dalam tata pemerintahan di Indonesia, kehadiran First Lady atau Ibu Negara sudah dianggap sebagai suatu kelaziman. Dari sejak merdeka, Indonesia telah memiliki Fatmawati Soekarno sebagai Ibu Negara. Meskipun tidak dilembagakan secara tegas dalam sebuah peraturan khusus, kehadiran Ibu Negara punya peran penting dalam menyokong kinerja Presiden dalam ruang semi formal.
Salah satu peran Ibu Negara Iriana Joko Widodo yang mendapat apresiasi adalah saat dia mendampingi Presiden Joko Widodo kunjungan ke Ukraina. Keberanian Iriana ikut ke negara yang sedang dalam kondisi perang mendapat banyak pujian. Selain itu, dia juga bertemu dengan para pengungsi, sempat berinteraksi, dan memberikan empati.
Seiring makin meredanya badai Pandemi Covid-19, Ibu Iriana makin sering terlihat mendampingi Presiden Jokowi di ruang publik. Dalam rangkaian agenda Presiden Jokowi ke wilayah Indonesia Timur yang pada Kamis (1/9/2022) telah memasuki hari ke-3 kunjungan, Ibu Iriana tampak selalu setia mendampingi.
Ibu Iriana pun turut terlibat menyerahkan bantuan sosial kepada para pedagang pasar dan masyarakat penerima manfaat di Pasar Kampung Doyo Baru, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua pada Rabu (31/8/2022). Presiden Jokowi duduk berjongkok dan Ibu Iriana tampak berbincang-bincang dengan para pedagang yang menghamparkan dagangannya di tanah dan berbelanja buah-buahan seperti alpukat, mangga, serta matoa. Tak hanya itu memang. Gerak kesederhanaan Ibu negara ini ternyata hingga mengurus jamban bagi rakyatnya di Provinsi Banten. Seperti diberitakan Kompas, Ibu Negara Iriana, Senin (24/2/2020) pagi, memberikan bantuan 1.000 jamban atau kakus untuk warga di Kota Serang, Banten. Melalui bantuan itu, Iriana mengajak warga Kota Serang, terutama mereka yang sudah puluhan tahun tak memiliki water closet (WC) atau tempat khusus untuk buang air besar dapat memulai hidup bersih dan sehat dengan cara menggunakan WC untuk BAB.
Peran kesejarahan yang penting
Pengajar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari berpandangan bahwa peran Ibu Negara lebih mengarah ke ruang konvensional atau tradisi. “Budaya tradisi ketatanegaraan, bukan diformilkan. Peran Ibu Negara itu ya men-support Presiden dalam ruang-ruang semi formal yang sebenarnya sangat penting tapi tidak bisa diatur eksplisit,” ujar Feri.
Kedudukan dan kewenangan Ibu Negara di Indonesia memang tidak diatur secara formal. Namun, Ibu Negara masuk dalam salah satu bentuk pelayanan jajaran Sekretariat Presiden yang bertugas memberikan pelayanan kerumahtanggaan, keprotokolan, dan pelayanan pers kepada Presiden dan Wakil Presiden seperti tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 141 Tahun 1999 tentang Sekretariat Presiden.
“Karena bagaimana pun Ibu Negara bukan bagian dari lembaga kepresidenan, tapi punya peran kesejarahan penting karena publik menganggapnya sebagai The First Lady, yang betul-betul mendampingi orang nomor satu di dalam sistem presidensial”
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2007 Pasal 11A tentang Staf Khusus Presiden pun menyebut bahwa ”masing-masing Staf Khusus Presiden dibantu paling banyak tiga asisten, yang satu di antaranya diperbantukan kepada Ibu Negara.” Secara umum, Ibu Negara punya tugas mendampingi Presiden ketika menerima tamu dari negara lain maupun kunjungan kenegaraan.
“Karena bagaimana pun Ibu Negara bukan bagian dari lembaga kepresidenan, tapi punya peran kesejarahan penting karena publik menganggapnya sebagai The First Lady, yang betul-betul mendampingi orang nomor satu di dalam sistem presidensial,” tambah Feri.
Baca Juga: Ibu Negara, Pelobi Politik, dan Monumen
Fleksibilitas Peran
Sebagai istri, Ibu Negara bisa memberi dukungan kepada suaminya lebih maksimal karena sehari- hari bersentuhan langsung, bertemu, dan berjumpa dengan Presiden. Dalam perjumpaan itu, mereka saling bertukar pikiran. “Tentu, dia akan punya peran penting dalam psikologi kebijakan. Jadi peran itu tidak harus dilembagakan, malah salah,” ucap Feri.
Pelembagaan peran Ibu Negara dinilai justru akan mengurangi fleksibilitas gerak dalam memberikan dukungan pada Presiden. “Jadi tidak dibenarkan ada pelembagaan, itu menjadikannya sangat formil. Bahkan peran Ibu Negara di titik tertentu, jauh akan lebih maksimal dengan luwesnya peran Ibu Negara,” kata Feri.
Selama ini, fleksibilitas peran Ibu Negara ini antara lain muncul dalam keterlibatan dalam kasus yang melibatkan perempuan dan anak. Kepala Negara kemudian “mengirimkan” Ibu Negara sebagai perwakilan untuk menyelesaikan masalah perempuan dan anak. Publik biasanya juga akan lebih tersentuh ketika Ibu Negara turut terjun langsung ke lapangan.
“Juga sangat bergantung pada Ibu negaranya, apakah dia punya kemampuan sosial yang baik, komunikasi yang baik, kecerdasan yang sangat baik dalam melihat situasi sehingga dia bisa memaksimalkan perannya. Nah, kalau misalnya dia punya masalah tersendiri misalnya kurang, daya nalar politiknya lambat, kalau diformilkan akan buat masalah baru yang bisa berbahaya dalam ruang politik,” ucap Feri.
Kenyataannya, Iriana adalah salah satu yang menjaga kesehatan Joko Widodo, selain tim dokter kepresidenan tentunya. Ketika pandemi Covid-19 menyerang, Iriana cukup menentukan dalam pengetatan keluar masuknya tamu dan perangkat di Istana Kepresidenan Bogor misalnya.
Di sisi lain, Iriana pun bisa tampil di publik. Sepekan sebelum terlibat dalam kunjungan kerja Presiden ke Indonesia Timur, Ibu Iriana bersama Ibu Wury Ma'ruf Amin serta istri menteri di Kabinet Indonesia Maju yang tergabung dalam Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE KIM) mulai kembali melakukan kegiatan sosial bersama-sama.
Ibu Iriana meninjau pemeriksaan kesehatan IVA (inspeksi visual asam asetat) di Kabupaten Tangerang, Banten, pada Rabu (24/8/2022). Pemeriksaan IVA dilakukan untuk deteksi dini penyakit kanker serviks atau kanker mulut rahim pada perempuan. “Pemeriksaan IVA test berapa tahun sekali?” tanya Ibu Iriana. “Satu tahun sekali (bila hasil positif),” jawab Yohana, salah satu peserta tes.
OASE dibentuk sejak 2014. Para istri menteri Kabinet Kerja bersama Nyonya Iriana dan Nyonya Mufidah Kalla membentuk OASE Kabinet Kerja. Saat pergantian kabinet tahun 2019, OASE tetap dibentuk. Kali ini menjadi OASE Kabinet Indonesia Maju. Kegiatannya masih berkisar pada pendidikan, pengasuhan, peningkatan kualitas kesehatan, sosial dan budaya, Indonesia bersih, dan Indonesia hijau.
Saat pandemi, Ibu Iriana menjelaskan bahwa OASE KIM tetap aktif melakukan kegiatan sosial. Namun, kegiatan tersebut dibatasi dan tidak bisa dilakukan secara bersamaan. "Biasanya kita dari bidang 1 sampai bidang 5 kegiatannya bersamaan, tapi dengan adanya pandemi kita hanya khusus kegiatan per bidang, karena rombongannya harus kecil ya tidak boleh sebanyak ini," ujar Iriana.
Dalam kesempatan tersebut, Ibu Iriana dan Ibu Wury juga menghadiri penyelenggaraan penguatan karakter pendidikan anak usia dini (PAUD) melalui profil pelajar Pancasila di PAUD Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Bina Insani, Kabupaten Tangerang. Bersama anak-anak PAUD, Ibu Iriana melakukan simulasi cuci tangan pakai sabun (CTPS) serta bernyanyi bersama anak-anak.
"Di zaman Pak Jokowi, CSR tidak boleh dipakai untuk kegiatan OASE. Kegiatan OASE hanya diizinkan diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan seperti kesehatan di kemenkes dan lainnya"
Kegiatan OASE memang berbeda dengan kegiatan Ibu Negara sebelumnya, misalnya, almarhum Ny Ani Yudhoyono. Melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) sejumlah BUMN, Indonesia Pintar yang dijalankan alamrhum melalui Mobil, Rumah, dan Kapal Pintar, dapat berjalan dengan optimal. "Di zaman Pak Jokowi, CSR tidak boleh dipakai untuk kegiatan OASE. Kegiatan OASE hanya diizinkan diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan seperti kesehatan di kemenkes dan lainnya," ungkap seorang pejabat Istana di awal Presiden Jokowi memimpin pada 2014. Salah satu penggunaan CSR di era Presiden Jokowi adalah digunakan untuk pembiayaan cetak 3 kartu sakti Jokowi, yaitu Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana Joko Widodo mengunjungi Pasar Kampung Doyo Baru, Kabupaten Jayapura pada Rabu, 31 Agustus 2022 untuk menyerahkan bantuan sosial kepada para pedagang pasar dan masyarakat penerima manfaat.
Dari Masa ke Masa
Konstitusi Indonesia tidak menguraikan posisi lembaga ibu negara, namun Ibu Negara memikul tugas penting dan menghadapi harapan yang tinggi dari masyarakat. Dalam kacamata publik, mereka seringkali dipandang sebagai perempuan publik yang berpengaruh, aktivis politik, hingga model kewanitaan Indonesia.
Setahun lalu, tepatnya pada 21 Agustus 2021, saat kasus Covid-19 belum landai, agenda kerja pun dijalankan secara daring oleh Ibu Iriana Jokowi. Kegiatan yang digelar secara virtual saat itu adalah memasak rendang sedunia, sebuah ajang dalam rangka pencatatan rendang sebagai warisan budaya dunia dari Sumatera Barat ke Unesco atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Seperti diketahui, CNN Internasional pada tahun 2011 telah menobatkan rendang sebagai hidangan terlezat dalam daftar 50 hidangan di dunia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2013 pun mengakui rendang sebagai warisan budaya tak benda Indonesia dari Sumatera Barat.
Selanjutnya, pada tahun 2021, rendang menempati posisi ke-11 sebagai makanan terenak di dunia versi CNN Travel. “Tapi itu tidak cukup. Kita harus berjuang lebih. Target kita rendang bisa dinobatkan sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia oleh Unesco,” kata Ibu Negara Iriana Jokowi saat memberikan sambutan secara daring pada acara memasak rendang sedunia kala itu.
Oleh karena itu, Iriana menuturkan, kegiatan masak rendang bersama pun digelar untuk menunjukkan kekayaan kuliner Indonesia kepada dunia. “Dan, kita yakinkan kepada dunia bahwa rendang layak dicintai dan diakui oleh Unesco dan dunia. Bukan hanya itu, kita ingin agar rendang dicintai dan tersaji di seluruh dunia,” ujarnya.
Peran para ibu negara – dan juga presiden, saat negeri ini dipimpin Presiden Megawati Soekarnoputri – pun terlihat jejaknya dalam penataan desain interior istana kepresidenan. Pada buku berjudul Siti Hartinah Soeharto, Ibu Utama Indonesia yang ditulis Abdul Gafur (PT Citra Lamtoro Gung Persada, 1993), disebutkan bahwa Ibu Negara pertama, RI Ny Fatmawati Soekarno belum banyak berbuat sesuatu yang monumental di Istana Merdeka. Alasan Gafur, karena keadaan saat itu tidak atau belum memungkinkan. Fatmawati meninggalkan Istana Merdeka di tahun 1955 sebagai tanda protes keras kepada perkawinan suaminya dengan Hartini. Sejak saat itu hingga akhir hayatnya, Fatmawati tidak pernah kembali ke Istana Merdeka lagi.
"Monumental dalam pengertian apa sehingga pak Gafur bisa menilai ibu saya seperti itu? Pak Gafur lupa ya sebelum diangkat menjadi Presiden RI, dan ibu Fatmawati menjadi Inu Negara, tetapi ibu Fatmawati sudah menjahit bendera Merah Puti yang kemudian untuk pertama kalinya Proklamasi Kemerdekaan RI dijahit dan digunakan hingga bertahun-tahun di Istana Merdeka. Itulah bendera pusaka yang dijahit Ibu Negara karena Bung Karno pada 18 Agustus sudah ditunjuk menjadi Presiden RI dan Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden RI"
Kesimpulan buku itu ditepis putra sulung Presiden Soekarno dan Ibu Fatmawati, Guntur Soekarno. "Monumental dalam pengertian apa sehingga pak Gafur bisa menilai ibu saya seperti itu? Pak Gafur lupa ya sebelum diangkat menjadi Presiden RI, dan ibu Fatmawati menjadi Inu Negara, tetapi ibu Fatmawati sudah menjahit bendera Merah Puti yang kemudian untuk pertama kalinya Proklamasi Kemerdekaan RI dijahit dan digunakan hingga bertahun-tahun di Istana Merdeka. Itulah bendera pusaka yang dijahit Ibu Negara karena Bung Karno pada 18 Agustus sudah ditunjuk menjadi Presiden RI dan Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden RI," ujar mas To, panggilan akrab Guntur, kepada Kompas, Kamis (1/9/2022) malam. Bagaimana kisah Fatmawati menjahi bendera pusaka, dituliskan sendiri oleh Fatmawati dalam bukunya yang dieditori oleh Guntur Soekarno sendiri. berjudul Catatan kecil Bersama Bung Karno (1970).
Bangsa Indonesia, tambah Guntur tidak tahu detil apa yang dilakukan Fatmawati. "Siapa yang menata interior dan taman-taman di sekitar Istana Merdeka dan Istana Negara sejak Presiden Soekarno kembali dan masuk ke Istana Jakarta pada 1949? Istana dan halamannya waktu itu sangat kotor dan berantakan sekali setelah ditinggal Belanda dan Jepang. Bapak didampingi Ibu Fatmawati bahu membahu membersihkan dan menata kembali interior gedung dan halaman serta taman-taman Istana. Bapak dan ibu dibantu oleh beberapa petugas dan pegawai Istana waktu itu," tambah mas To.
Menurut Guntur lagi, Ibu Fatmawati pada 1954 juga mendirikan Rumah Sakit yang kemudian dinamakan RS Fatmawati. "Ibu yang menggagas dan meletkkan batu pertama pembangunan rumah sakit yang di awal pendiriannya dikhususkan bagi penderita TBC Anak dan rehabilitasinya. Namun, RS tersebut penyelenggaran dan pembiayaannya dialihkan ke Departemen Kesehatan agar lebih efektif melayani masyarakat. Aoakah itu bukan monumental? " kata mas To lagi. Guntur mengingatkan, salah satu yang munumental lagi adalah sikap ibu Fatmawati sebagai Ibu Negara yang menolak dimadu karena Bung Karno menikah lagi dengan ibu Hartini. "Ibu menolak dan sangat anti poligami meskipun secara agama pernikahan bapak dengan ibu Hartini diizinkan oleh agama. Sebagai sikap dan prinsipnya menolak poligami, ibu keluar dari Istana. Sementara Ibu tinggal di paviliun istana yang terletak di sebelah barat Istana Merdeka (kini menjadi ruang vvip di dekat masjid Baitulrachim). Ibu tinggal di sana sambil membangun rumah sendiri di jalan Sriwijaya, yang uangnya berasal dari gaji bapak sebagai Presiden. Rumah dibangun secara bertahap karena gaji bapak sebagai Presiden, tidak besar-besar banget waktu itu," ungkapnya.
Ibu Fatmawati di tengah dengan kerudung
Meski demikian, Bung Karno tetap menghormati sikap Fatmawati sebagai ibu negara. "Jadi, kalau ada acara-acara resmi kenegaraan, bapak selalu ajak ibu hadir. Namun, ibu tidak mau datang kalau di acara itu ada ibu Hartini. Misalnya, pembukaan Asian Games di Gelora Senayan, ibu tidak mau datang karena ada ibu Hartini. Tapi datang saat bersama bapak saat menyambut tim bulutangkis Indonesia yang menang Thomas Cup," tutur Guntur lagi. "Itulah peranan ibu Fatmawati sebagai Ibu Negara. Tidak kecil jadi," jelas Mas To lagi.
Dari ibu Tien, Ainun, Sinta ke Megawati
Berbeda dengan First Lady di Amerika Serikat yang tinggal di Gedung Putih selama masa jabatan suaminya yang menjabat presiden, Ibu Tien Soeharto bersama Presiden Soeharto dan putra-putrinya tidak mendiami Istana Merdeka. Keluarga Soeharto memilih tinggal di rumah pribadinya di Jalan Cendana Nomor 8 Jakarta Pusat.Namun, meskipun tidak menjadi penghuni Istana Merdeka, Tien Soeharto menghendaki peng-Indonesia-an istana. “Istana Presiden itu adalah peninggalan zaman Belanda. Bangunannya sudah kuno, oleh karena itu saya berusaha agar isinya tampak lebih menyolok corak ke-Indonesiaannya,” kata Tien Soeharto.
Di ruang Jepara, misalnya, Tien menampilkan ukiran Jepara yaitu hiasan dinding berupa relief dengan tema epos Ramayana yang lebar dan digantung di dinding. Meja kursinya serba ukiran Jepara. Dua pilar ruang dalam Istana Merdeka juga diselubungi kayu jati berukir Jepara. Pintu-pintu ruang makan pun diberikan ukiran sehingga tampak lebih serasi.
“Agar interior istana kelihatan lebih anggun, maka ruangan-ruangan resepsi diberikan karpet taiping. Pada waktu itu di Jakarta belum ada pabriknya, maka dipesan dari Singapura. Saya memilih warna merah untuk Istana Merdeka dan hijau bagi Istana Negara. Warna kordennya juga disesuaikan dengan warna karpet, sehingga enak dipandang mata,” tutur Tien Soeharto.
“Agar interior istana kelihatan lebih anggun, maka ruangan-ruangan resepsi diberikan karpet taiping. Pada waktu itu di Jakarta belum ada pabriknya, maka dipesan dari Singapura. Saya memilih warna merah untuk Istana Merdeka dan hijau bagi Istana Negara. Warna kordennya juga disesuaikan dengan warna karpet, sehingga enak dipandang mata”
Di era singkat pemerintahan Presiden BJ Habibie, seperti dituliskan di buku Istana-istana Kepresidenan di Indonesia, Peninggalan Sejarah dan Budaya, yang ditulis Asti Kleinsteuber (2010), hampir tidak ada perubahan bangunan dan interior. Namun, berbagai penyesuaian dilakukan oleh Hj Hasri Ainun Besari, untuk menjadikan ruang kerja di Istana Merdeka memenuhi syarat guna menunjang kerja seorang presiden yang dikenal akrab dengan teknologi. Ibu Ainun Habiie--begitu panggilannya--misalnya, dengan menempatkan sofa kulit bergaya Chesterfield di ruang kerja Presiden Habibie yang berbeda dengan irama kerja kedua presiden pendahulunya, bekerja tanpa henti hingga larut malam.
Ibu Negara Hj. Sinta Nuriyah lain lagi. Sejak suaminya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi presiden keempat (1999-2001), Hj. Sinta Nuriyah memilih untuk sahur bersama fuqara dan masakin (kaum miskin) serta mustadl'afin dan madhlumin (kaum tertindas) di sejumlah daerah. Bayangkan.
Perubahan dengan sentuhan seorang wanita pun banyak terjadi ketika Presiden Megawati Soekarnoputri menjabat. Waktu itu, tidak ada ibu negara, Suaminya, alamrhum Taufik Qiemas dengan setia mendampingi istrinya, Megawati ke mana-mana. Peranan Megawati sendiri sebagai anak Presiden, tentu punya romantisme sendiri dengan Istana yang saat masa kanak-kanak ditinggalinya bersama keluarganya. Ia pun mengubah dan menyederhanakan interior kembali seperti awal saat ayahnya memimpin negeri. Ia mengembalikan gaya dan penampilan Istana Merdeka dan Istana Negara ada arsitektur aslinya.
Karena sehari-sehari tugasnya cukup berat memulihkan ekonomi Indonesia pasca dampak krisis 1998, Megawati meminta bantuan Levana Soekarno dan adiknya, membantu Megawati mendesain interior istana. Levana adalah istri dari mending Bayu Soekano, adik Megawati dari ibu Hartini Soekarno.
Baca Juga: 1.000 Jamban dari Ibu Negara
Sebagai perbandingan, salah satu Ibu Negara di AS yang dikenal banyak berperan dalam mendekorasi Gedung Putih adalah Jacqueline Kennedy, istri Presiden ke-35 AS John Fitzgerald Kennedy atau JFK (1961-1963). Buku Dinasti Kennedy, Kebangkitan dan Kehancurannya 1848-1984 karya John H Davis (penerjemah Is Rachmat, penerbit Erlangga (1987) mengisahkan, antara lain, ketika Jacqueline atau lazim disapa Jackie Kennedy memiliki gagasan memugar Gedung Putih agar kembali seperti keadaannya pada masa Presiden ke-5 AS James Monroe (1817-1825).
Ditulis di buku tersebut bahwa dengan mengenakan celana jeans dan baju kaos, Jacqueline meneliti satu demi satu seluruh kamar, yakni 54 kamar, di Gedung Putih, yang terdiri dari 16 buah kamar mandi, ruangan bawah tanah, dan lainnya. Disebutkan bahwa Jackie adalah Ibu Negara pertama dalam sejarah Amerika yang terjun ke gudang di Fort Washington untuk memburu barang yang tersembunyi atau terlupakan.
Panitia Seni Budaya Gedung Putih yang dipimpin Jacqueline dan bertugas menemukan barang-barang perabot rumah tangga yang mencerminkan sejarah kepresidenan AS pun menerima sumbangan dari penjuru Amerika. Jackie Kennedy kemudian mendirikan Perkumpulan Sejarah Gedung Putih, mengadakan jabatan kurator Gedung Putih, dan menerbitkan buku panduan resmi berjudul Panduan Sejarah Gedung Putih.
Selanjutnya, pada 16 Februari 1962, Jackie bersama Charles Collingwood dari stasiun televisi CBS menyiarkan acara berkeliling menyaksikan Gedung putih yang baru saja dipugar dan menarik perhatian 56 juta penonton. Adalah menarik ketika Presiden JFK kemudian menyatakan, antara lain, usaha untuk mempertahankan keaslian bangunan-bangunan dan monumen sejarah semacam itu adalah tindakan terpuji karena tetap menghidupkan rasa kesinambungan dan pertalian warga dengan sejarah bangsa. (CAS/INA/WKM/HAR)