Atasi Kemiskinan Ekstrem, Bantuan Sosial Bisa Diberikan Beberapa Kali
Pemberian bansos yang tumpang tindih bagi warga miskin ekstrem ini berbeda dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah pada masa pandemi. Pemda akan berwenang untuk menetapkan pemberian lebih dari satu jenis bansos.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, program bantuan sosial bagi warga miskin ekstrem nantinya boleh diberikan beberapa kali dalam satu atau beberapa jenis bantuan sosial. Bahkan, jika terjadi overlapping atau tumpang tindih bantuan tersebut dimungkinkan. Hal itu sepanjang diperuntukkan bagi mereka yang mengalami kemiskinan secara ekstrem. Namun, untuk menghindari penyalahgunaan bansos, koordinasi pengawasan juga mutlak dilakukan secara efektif.
”Makanya, tadi Presiden menyetujui supaya ada overlapping bantuan itu karena memang perlu daya ungkitnya lebih kuat supaya bisa lepas (dari kemiskinan ekstrem),” ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy seusai dipanggil Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/8/2022) sore.
Kebijakan pemberian bansos yang tumpang tindih bagi warga miskin ini berbeda dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah pada masa pandemi Covid-19. ”Kalau dulu, waktu kita sedang menangani Covid, kalau bansos sudah dapat tidak boleh dapat yang lain. Nanti boleh, terutama nanti untuk keluarga miskin ekstrem itu nanti dapat PKH (Program Keluarga Harapan) perlu diberi booster dari dana desa itu boleh nanti boleh diberikan,” tambah Muhadjir.
Menurut dia, pemerintah daerah akan berwenang untuk menetapkan pemberian lebih dari satu jenis bansos bagi warga miskin ekstrem ini. ”Itu nanti menjadi wewenang pemerintah daerah untuk mengetahui, menetapkan mana yang nanti harus diberikan booster itu. Agar betul-betul mereka segera keluar dari kondisi miskin ekstrem itu,” lanjutnya.
Pemberian bantuan yang tumpang tindih atau dobel ini bertujuan menciptakan pemerataan sehingga warga miskin ekstrem bisa segera terentaskan. ”Bantuannya tidak sama dengan mereka yang miskin biasa, di-booster dulu, biar nanti bisa sama untuk keluar dari kemiskinan. Keluarga miskin, artinya, tetap dapat supaya nanti sama-sama lepas dari kemiskinan. Baru yang miskin ekstrem ini harus diberi penguat agar dia bisa sama nanti,” ucapnya.
Kalau dulu, waktu kita sedang menangani Covid, kalau bansos sudah dapat tidak boleh dapat yang lain. Nanti boleh, terutama nanti untuk keluarga miskin ekstrem itu nanti dapat PKH (Program Keluarga Harapan), perlu diberi booster dari dana desa itu. Boleh nanti, boleh diberikan.
Muhadjir menambahkan bahwa penanganan kemiskinan ekstrem ini juga beririsan dengan percepatan penanganan stunting atau tengkes yang juga menjadi prioritas Presiden Jokowi. ”Sebanyak 30 persen miskin ekstrem ini ada stunting-nya. Jadi, sudah kita lihat peta overlapping-nya. Jadi, 30 persen keluarga miskin ekstrem ini di dalamnya ada stunting, karena itu sudah kami cek,” katanya.
Pada pidato penyampaian keterangan pemerintah atas RUU APBN tahun anggaran 2023 beserta nota keuangannya pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR tahun sidang 2022-2023 yang digelar di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, Selasa (16/8/2022), Presiden Jokowi menjelaskan bahwa pemerintah mengalokasikan Rp 169,8 triliun atau 5,6 persen dari belanja negara untuk bidang kesehatan.
”Anggaran tersebut akan diarahkan untuk melanjutkan penanganan pandemi, reformasi sistem kesehatan, percepatan penurunan stunting, serta kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Percepatan penurunan stunting dilakukan melalui perluasan cakupan seluruh kabupaten/kota di Indonesia, dengan penguatan sinergi di berbagai institusi,” ujar Presiden.
Potong rantai kemiskinan
Sementara untuk perlindungan sosial, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 479,1 triliun untuk membantu masyarakat miskin dan rentan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga diharapkan akan mampu memotong rantai kemiskinan dalam jangka panjang.
”Sejalan dengan hal tersebut, reformasi program perlindungan sosial diarahkan pada perbaikan basis data penerima melalui pembangunan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), penyempurnaan perlindungan sosial sepanjang hayat dan adaptif, subsidi tepat sasaran dan berbasis target penerima manfaat, serta percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem,” ujar Presiden Jokowi.
Sejalan dengan hal tersebut, reformasi program perlindungan sosial diarahkan pada perbaikan basis data penerima melalui pembangunan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), penyempurnaan perlindungan sosial sepanjang hayat dan adaptif, subsidi tepat sasaran dan berbasis target penerima manfaat, serta percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Selalu saya katakan bahwa justru miskin ekstrem ini sedikit, tapi ungkitannya susah. Kayak intip. Ngeroknya lebih susah dibanding yang tidak sehingga perlu ada modal kapital yang lebih besar daripada yang biasa. Capital outcome-nya lebih besar.
Pada tahun 2022, pemerintah akan fokus pada pengentasan kemiskinan ekstrem di 222 kabupaten/kota di 15 provinsi. Penduduk miskin ekstrem berjumlah sekitar 4,6 juta jiwa dari total sekitar 29 juta penduduk miskin. Pemerintah tetap menargetkan penanganan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada 2024.
”Selalu saya katakan bahwa justru miskin ekstrem ini sedikit, tapi ungkitannya susah. Kayak intip. Ngeroknya lebih susah dibanding yang tidak sehingga perlu ada modal kapital yang lebih besar daripada yang biasa. Capital outcome-nya lebih besar,” kata Muhadjir.
Harmonisasi data kemiskinan
Ketika menghadap Presiden Jokowi, Muhadjir melaporkan perkembangan tugas yang diberikan kepadanya untuk segera mengoordinasikan, menyinkronkan, dan mengharmoniskan data kemiskinan ekstrem. Muhadjir mengaku sudah memadupadankan data dari survei Badan Pusat Statistik; Data Terpadu Kesejateraan Sosial di Kementerian Sosial; data SDGs Desa di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; serta data Pendataan Keluarga 2021 yang secara rutin dan dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
”Data terakhir itu yang kita jadikan data penjuru. Kemudian ditriangulasi dengan data-data yang ada yang tadi sudah saya sebut dan tadi sudah saya sampaikan pada beliau itu untuk 2022 ini akan mencakup 15 provinsi 222 kabupaten/kota yang menjadi target kita,” kata Muhadjir.
Karena sisa waktu target 2022 tinggal sedikit dan tanggung jawab penanggulangan kemiskinan ekstrem menjadi tanggung jawab daerah, data tersebut sudah dikelompokkan per kabupaten, per kecamatan, dan per desa. ”Dan siapa dia, by name, by address kemiskinan ekstrem. Nantinya data itu, kalau kabupaten tinggal mengeksekusi saja. Dengan dana yang ada di APBD dan dana yang ada di desa,” ucapnya.
Ke depan, dana bantuan langsung tunai di desa juga akan difokuskan untuk penanganan kemiskinan ekstrem. ”Kemudian sisanya nanti akan kami organisasi, kami orkestrasi bantuan-bantuan dari pusat, mulai dari PKH (Program Keluarga Harapan), BPNT (bantuan pangan nontunai), dan bantuan yang berasal dari K/L (kementerian/lembaga) untuk kemiskinan ekstrem nanti akan kami fokuskan, mungkin akan ada sistem zonasi,” pungkas Muhadjir.