JAKARTA, KOMPAS — Sehari setelah menetapkan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara RI Inspektur Jenderal Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, Polri belum juga berhasil mengungkap motif di balik kejahatan itu. Tim Khusus Polri masih melanjutkan penyidikan dengan memeriksa sejumlah saksi.
Pada Selasa (9/8/2022) malam, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengumumkan penetapan tersangka terhadap Irjen Ferdy Sambo. Ferdy disangka telah memerintahkan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E untuk menembak Nofriansyah hingga tewas.
Selain itu, Ferdy juga diduga telah merancang skenario baku tembak antara Nofriansyah dan Eliezer untuk menutupi peristiwa yang sesungguhnya. Meskipun demikian, Listyo belum mengungkapkan motif penembakan atau pembunuhan tersebut. Alasannya, tim khusus masih mengumpulkan keterangan saksi, termasuk keterangan Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.
Ketika dikonfirmasi pada Rabu (10/8/2022) sore, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, tim khusus masih melanjutkan penyidikan. ”Tim khusus saat ini masih melakukan pendalaman saksi-saksi,” kata Dedi.
Selain Ferdy Sambo, pada Selasa malam, Polri juga menetapkan satu tersangka baru berinisial KM atau Kuat yang merupakan sopir keluarga Ferdy Sambo. Sebelumnya, Polri menetapkan dua tersangka, yakni Eliezer dan Brigadir RR atau Ricky Rizal. Dengan begitu, hingga saat ini sudah empat tersangka yang ditetapkan dalam kasus pembunuhan Nofriansyah.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengungkapkan, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka disangka telah bersama-sama melakukan pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Secara terpisah, pengajar hukum pidana dari Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, berpandangan, motif kasus penembakan Brigadir J perlu segera diungkap. Bukan hanya karena pengungkapan motif itu penting dalam rangka pembuktian di persidangan, tetapi juga lantaran kasus pembunuhan tersebut mendapatkan perhatian publik secara luas.
”Meski motif bukan termasuk unsur tindak pidana, dengan pengungkapan motif itu penting untuk meyakinkan masyarakat terhadap institusi Polri bahwa kasus pembunuhan tersebut diungkap secara obyektif,” kata Agustinus.
Menurut Agustinus, beragam spekulasi terkait motif pembunuhan Nofriansyah beredar di masyarakat. Namun, hal yang lebih memprihatinkan adalah kasus kematian Nofriansyah ini mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri menipis.
Masyarakat menyaksikan polisi dapat merekayasa sedemikian sebuah kejahatan. Apalagi, rekayasa justru dibuat oleh seorang pejabat tinggi Polri yang bertugas sebagai penjaga etik anggota kepolisian. Kenyataan itu sekaligus menimbulkan dugaan adanya rekayasa dalam penanganan kasus-kasus besar sebelumnya.
Oleh karena itu, menurut Agustinus, motif kasus pembunuhan harus segera diungkap dan ditunjukkan kepada publik. Sebab, kasus tersebut tidak hanya menyangkut kasus pembunuhan, tetapi juga pertaruhan Polri sebagai sebuah institusi.
Peran Putri
Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala mengatakan, penggalian motif pembunuhan Nofriansyah paling tepat digali langsung dari Ferdy dan Putri. Setelah Ferdy ditetapkan sebagai tersangka, daya tekan polisi untuk memintanya berbicara tentu akan semakin besar.
Begitu juga dengan Putri, kesediaan dia untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi diprediksi tinggal menunggu waktu. Dalam pengakuannya, Putri diharapkan juga bisa mengungkap motif di balik penembakan Nofriansyah. Pengakuan itu bisa menjadi penuntun untuk menentukan peran Putri dalam peristiwa tersebut. ”Dari situ akan ditentukan perannya, sebagai saksi korban atau tersangka penyerta,” kata Adrianus.
Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, meski Polri telah menetapkan Ferdy sebagai tersangka, masih ada bagian yang harus dijelaskan ke depan. Di antaranya soal kepemilikan senjata yang digunakan oleh Richard. Kapolri menyebut, Eliezer diperintah Ferdy untuk menembak Nofriansyah menggunakan pistol milik Ricky. ”Harus dijelaskan, kapan senjata itu diberikan kepada Bharada E, ” kata Bambang.
Selain itu, Polri perlu menjelaskan kembali tentang jumlah luka tembak di tubuh Nofriansyah. Sebelumnya disebutkan bahwa terdapat lima luka tembak. Namun, dalam pengakuan ke Komnas HAM, Eliezer mengaku dua kali menembak. Artinya, masih ada lima luka yang mesti diperjelas berasal dari tembakan siapa.
Penggalian motif pembunuhan Nofriansyah paling tepat digali langsung dari Ferdy dan Putri. Setelah Ferdy ditetapkan sebagai tersangka, daya tekan polisi untuk memintanya berbicara tentu akan semakin besar.
Kriminolog Reza Indragiri menambahkan, Polri juga mesti memastikan pengungkapan perencanaan yang dilakukan sebelum pembunuhan. Perencanaan itu ditakar berdasarkan kalkulasi pelaku atas empat elemen, yaitu target, insentif, instrumen, dan risiko. ”Kalau keempat elemen itu sempurna terungkap, semakin mantap pula penggunaan Pasal 340. Nantinya tinggal hakim yang akan menentukan, hukuman mati atau hukuman seumur hidup,” kata Reza.
Lengang
Sementara itu, kediaman pribadi maupun rumah dinas Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, sepanjang Rabu ini, terlihat lengang. Tak ada lagi personel kepolisian yang biasa berjaga-jaga di sekitar rumah yang ditempati Ferdy Sambo beserta keluarganya tersebut.
Garis polisi masih terpasang di sekeliling rumah dinas bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Negara RI di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Sementara di kediaman pribadi keluarga Ferdy di Jalan Saguling III, Kompleks Pertambangan, garis polisi yang sebelum terpasang sudah tak terlihat lagi. Rumah dengan tiga lantai itu menjadi satu dari tiga rumah yang digeledah tim khusus Polri.
Dari pantauan Kompas, Rabu ini tidak tampak anggota kepolisian yang biasanya berjaga di depan rumah pribadi Ferdy Sambo. Namun, jalan masuk menuju Kompleks Pertambangan tetap ditutup portal dan dijaga petugas keamanan setempat.
Rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga juga tampak sepi. Tidak ada petugas yang berjaga di sekitar rumah tersebut, kecuali petugas di pos keamanan yang terletak belasan meter di depan rumah dinas itu.