Ditetapkan Jadi Tersangka, Kapolri: Ferdy Sambo Perintahkan Penembakan
Tak hanya memerintahkan penembakan, Irjen Ferdy Sambo juga menghalang-halangi penyidikan dan merancang skenario tewasnya Brigadir J karena baku tembak.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Inspektur Jenderal Ferdy Sambo ditetapkan menjadi tersangka kasus penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Tak hanya memerintahkan menembak Nofriansyah, Ferdy juga disangka merancang skenario bahwa Nofriansyah tewas karena baku tembak dengan rekannya, Bhayangkara Dua E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
Selain itu, Polri juga menemukan adanya upaya-upaya menghilangkan barang bukti penembakan di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam pendalaman, juga ditemukan adanya upaya merekayasa dan menghalangi proses penyidikan sehingga proses penanganan perkara tersebut menjadi lambat.
Penetapan Ferdy sebagai tersangka baru diumumkan langsung oleh Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/8/2022) petang. Kapolri didampingi Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Dankorbrimob Komjen Anang Revandoko, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, Kabaintelkam Komjen Ahmad Dofiri, Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto, dan Kadiv Humas Irjen Dedi Prasetyo.
”Kemarin kami telah menetapkan tiga tersangka, yaitu saudara RE, saudara RR dan saudara KM. Tadi pagi dilaksanakan gelar perkara dan timsus telah memutuskan untuk menetapkan saudara FS (Ferdy Sambo) sebagai tersangka. Jadi saya ulangi, timsus telah menetapkan saudara FS sebagai tersangka,” kata Listyo.
Polri juga menetapkan satu tersangka baru lainnya berinisial KM. Dengan begitu, hingga saat ini sudah empat tersangka yang ditetapkan dalam kasus pembunuhan Nofriansyah. Dua sebelumnya adalah Bharada E atau Richard Eliezer dan Brigadir RR atau Ricky Rizal.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto mengungkapkan, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka disangka telah bersama-sama melakukan pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Listyo menegaskan, penyidikan yang dilakukan Tim Khusus merupakan bentuk komitmen Polri untuk membuka secara terang benderang perkara dugaan pembunuhan Nofriansyah. ”Dan juga ini menjadi penekanan Bapak Presiden untuk mengungkap kasus ini secara cepat, transparan, dan akuntabel,” tuturnya.
Presiden Joko Widodo memang sudah empat kali mengultimatum Polri agar mengusut tuntas kasus dugaan pembunuhan Nofriansyah. Perintah terakhir disampaikan di sela-sela kunjungan kerja ke Kalimantan Barat, Selasa pagi. Presiden menyampaikan agar Polri tidak ragu-ragu mengungkap kebenaran apa adanya. Ia juga mengingatkan Polri agar tidak ada yang ditutup-tutupi dalam mengungkap kasus tersebut.
Kemarin kami telah menetapkan tiga tersangka, yaitu saudara RE, saudara RR dan saudara KM. Tadi pagi dilaksanakan gelar perkara dan timsus telah memutuskan untuk menetapkan saudara FS (Ferdy Sambo) sebagai tersangka. Jadi saya ulangi, timsus telah menetapkan saudara FS sebagai tersangka.
Sebelum ditetapkan menjadi tersangka, Ferdy Sambo telah lebih dulu dicopot dari jabatannya sebagai Kadiv Propam. Tak hanya itu, sejak Sabtu lalu, Ferdy juga diperiksa secara intensif di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Pemeriksaan dilakukan karena Ferdy diduga telah melanggar etik karena tidak profesional dalam olah tempat kejadian perkara.
Pertaruhan citra Polri
Kasus tewasnya Nofriansyah di rumah dinas Ferdy yang kala itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri menyita perhatian banyak kalangan. Tak hanya Presiden, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani juga meminta agar jangan ada pihak yang mencoba menutup-nutupi kasus tewasnya Nofriansyah. Polri dituntut bekerja secara profesional untuk menyelesaikan kasus tersebut. Sebab, jika tidak, ini akan memengaruhi citra Polri di mata masyarakat.
”Polri harus bekerja profesional untuk menyelesaikan kasus ini sekaligus menyelesaikan isu-isu liar yang sekarang beredar luas di masyarakat,” ujar Puan.
Puan pun meminta agar jangan ada pihak yang mencoba-coba mengaburkan atau bahkan menutup-nutupi kasus yang sudah menjadi perhatian publik tersebut. Sebab, kasus itu sudah menyangkut hilangnya nyawa seseorang.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu melanjutkan, ada banyak yang akan dipertaruhkan Polri apabila penyelesaian kasus kematian Brigadir J tidak dilakukan secara profesional. Apalagi, masyarakat kini tengah mengawasi kerja Polri dalam menuntaskan kasus ini.
”Akan menjadi preseden buruk apabila persoalan ini tidak diselesaikan dengan sebagaimana mestinya. Dan dampaknya akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada Polri,” tutur Puan.
DPR, kata Puan, juga akan terus memantau perkembangan pengusutan kasus tersebut. Ia berharap, penyelesaian kasus ini dilakukan seadil-adilnya sesuai hukum yang berlaku.
”Dengan tuntasnya kasus ini, Polri dapat kembali fokus ke tugas pokok menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat sekaligus pelayanan kepada masyarakat,” ucap Puan.
Dilaporkan ke MKD
Di Kompleks Senayan, Jakarta, Dewan Pimpinan Pusat Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (Pekat-IB) melaporkan Ketua MPR Bambang Soesatyo ke Mahkamah Kehormatan DPR (MKD). Bambang yang juga menjabat sebagai anggota Komisi III DPR itu dilaporkan karena pernyataannya dianggap membela bekas Ferdy Sambo dan keluarga.
Pernyataan Bambang itu disampaikan dalam Forum Tematik Bakohumas MPR 2022, Kamis (4/8/2022). Saat itu, Bambang menyampaikan, dalam kasus tewasnya Nofriansyah, justru keluarga Ferdy Sambo menjadi korban karena disudutkan. Alasannya, saat itu belum ada bukti dan fakta yang disampaikan Polri yang menyatakan keterlibatan Ferdy Sambo dalam kasus itu.
Ketua Divisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) DPP Pekat-IB Lisman Hasibuan mengatakan, pihaknya mengecam pernyataan Bambang yang seolah-olah menggiring narasi agar Sambo dan keluarga tak disalahkan. Padahal, jika melihat perkembangan kasus tewasnya Brigadir J sejauh ini, sudah sampai ada pihak-pihak di lingkaran Sambo yang ditetapkan sebagai tersangka, bahkan Sambo sendiri juga sudah ditahan.
”Harusnya, Ketua MPR sebagai pejabat publik dan anggota Komisi III DPR, ikut perintahnya Presiden dan mendukung tim khusus yang dibentuk Pak Kapolri untuk menyelesaikan persoalan kematian Brigadir J dengan posisi netral. Jadi, dia tidak usah dukung-mendukung A atau B. Apalagi, kan, saat ini simpati publik ke keluarga Brigadir J sangat tinggi,” ujar Lisman.
Terkait pelaporan dugaan pelanggaran etik Bamsoet ke MKD, DPP Pekat-IB menyertakan beberapa alat bukti, seperti sejumlah salinan berita hingga tanggapan dari sejumlah elemen masyarakat. DPP Pekat-IB berharap, MKD segera memanggil Bambang untuk mempertanyakan tujuan dari pernyataannya tersebut.
Saat dimintai tanggapan soal pelaporan tersebut, Bambang menyampaikan, sebagai negara hukum, asas hukum dianut adalah kesetaraan di muka hukum dan asas praduga tidak bersalah. Karena itu, yang berhak memutuskan seseorang bersalah atau tidak adalah pengadilan.
”Kita tidak boleh menjadi hakim yang menghakimi seseorang tanpa bukti dan fakta hukum di pengadilan,” ujar Bambang.
Untuk itu, ia meminta kepada seluruh pihak untuk menunggu proses yang sedang berjalan. ”Biarkan hukum bekerja,” katanya.