Gelar Musyawarah Rakyat, Sukarelawan Jokowi Jaring Bakal Capres
Kendati tidak punya hak konstitusional untuk mengusung capres-cawapres, sejumlah kelompok sukarelawan Presiden Jokowi akan menjaring bakal capres yang bakal didukung pada Pemilu 2024.
Oleh
NINA SUSILO, NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kelompok sukarelawan pendukung Presiden Joko Widodo segera memulai musyawarah rakyat dari provinsi ke provinsi untuk menjaring bakal calon presiden yang akan ditawarkan untuk bertarung pada Pemilu 2024. Penjaringan dilakukan karena para sukarelawan menginginkan presiden selanjutnya dapat melanjutkan warisan serta program-program Jokowi.
Ketua Dewan Pengarah Musyawarah Rakyat Andi Gani Nena Wea, Senin (8/8/2022), menjelaskan, musyawarah nasional akan dimulai dari Bandung, Jawa Barat 28 Agustus ini. Setiap bulan, musyawarah nasional akan diselenggarakan di dua atau tiga provinsi. Terakhir, musyawarah nasional dilangsungkan di Gelora Bung Karno, Jakarta 11 Maret 2023.
Acara musyawarah nasional diklaim sebagai ajang ekspresi masyarakat yang dihadiri sukarelawan maupun kelompok-kelompok masyarakat lain, mulai nelayan, buruh, hingga petani. Karena itu, Andi menolak bila acara ini disebut sebagai musyawarah sukarelawan Jokowi.
”Kami ingin mencari legacy pimpinan Indonesia berikutnya. Karena kami sudah mengikuti Pak Jokowi sejak dari Solo, Pilgub SKI 2012, Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Jadi, kami ingin pengganti beliau adalah benar-benar sosok yang bisa melanjutkan legacy beliau,” tutur Andi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Andi datang ke Istana Kepresidenan untuk memenuhi undangan Presiden Jokowi. Dalam pertemuan sejak pukul 10.00 sampai menjelang tengah hari, musyawarah rakyat menjadi salah satu topik yang didiskusikan. Kendati demikian, Andi menampik bila musyawarah rakyat mendapat dukungan dari Presiden Jokowi.
Aspirasi bakal calon presiden (capres) akan dikumpulkan melalui aplikasi jajak pendapat. Menurut rencana, aplikasi ini akan diluncurkan pada musyawarah rakyat perdana di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus mendatang.
Kami ingin mencari legacy pimpinan Indonesia berikutnya. Karena kami sudah mengikuti Pak Jokowi sejak dari Solo, Pilgub SKI 2012, Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Jadi, kami ingin pengganti beliau adalah benar-benar sosok yang bisa melanjutkan legacy beliau.
Nama yang paling banyak disebutkan dalam aplikasi akan diserahkan kepada Presiden Jokowi. Setelah itu, nama tokoh yang paling banyak diusulkan menjadi bakal capres akan diumumkan pada musyawarah rakyat terakhir di Jakarta.
Apabila Presiden Jokowi memilih nama yang berbeda dari bakal capres yang yang diusulkan, maka para sukarelawan tetap akan mendukung sosok pilihan Jokowi tersebut. ”Kami tetap tegak lurus kepada Pak Jokowi. Pak Jokowi tahu persis siapa yang bisa menjadi suksesor keberlanjutan cita-cita pembangunan beliau. Kami berharap, mudah-mudahan sama,” tambah Andi.
Lebih lanjut, Andi meminta partai-partai politik tidak menganggap musyawarah rakyat sebagai pesaing. ”Ini ide kami, Presiden tidak meng-endorse tetapi kami tadi tanyakan kehadiran beliau dan beliau belum menjawab bisa hadir atau tidak nanti tanggal 28 Agustus,” tuturnya.
Selain itu, lanjutnya, tidak ada bakal capres yang diundang dalam musyawarah rakyat tersebut. ”Tapi kalau (capres) datang, kami enggak bisa melakukan apa pun,” ujarnya.
Di beberapa provinsi, menurut Andi, musyawarah nasional akan dihadiri puluhan ribu orang. Di Surakarta Jawa Tengah, misalnya, diperkirakan akan hadir 50.000 orang. Sementara di Medan, Sumatera Utara; dan Makassar, Sulawesi Selatan, masing-masing 30.000 orang.
Sementara biaya penyelenggaraan musyawarah rakyat di 34 provinsi dipastikan berasal dari patungan panitia. ”Misalnya begini, ada sukarelawan A membayar gedung, sukarelawan B membayar busnya sendiri, sukarelawan C dia membantu konsumsi, ada yang kesehatan, kan sukarelawan Pak Jokowi banyak, jadi tidak ada bandar, tidak ada orang kuat di balik Musra,” kata Andi.
Sejauh ini, sudah ada beberapa nama tokoh potensial capres yang memiliki elektabilitas tinggi dalam survei berbagai lembaga. Tiga tokoh dengan elektabilitas papan atas adalah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan. Namun, menurut Andi, Presiden Jokowi belum mendukung satu pun tokoh sebagai bakal capres.
Presiden Jokowi kerap berkegiatan dengan beberapa nama yang disebut-sebut dalam bursa capres. Akhir pekan lalu, di ajang bebas kendaraan di Surakarta, misalnya, Presiden jalan pagi dengan Ganjar Pranowo. Selain itu, Presiden juga kerap berkegiatan bersama Prabowo Subianto dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Otoritas parpol
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzili menilai keberadaan kelompok sukarelawan adalah inisiatif masyarakat dengan preferensi calon tertentu yang perlu dihargai keberadaannya. Pilihan kelompok relawan mendorong calon tertentu dalam pemilu presiden yang mungkin berbeda dengan pilihan parpol juga perlu diapresiasi sebagai bagian partisipasi politik.
Namun, ia mengingatkan bahwa otoritas untuk mengusung capres tetap ada di parpol sesuai konstitusi. Karena itu, diperlukan sinergi antara sukarelawan dan parpol. ”Dalam konteks aspirasi politik, itu bisa disampaikan (sukarelawan) melalui parpol,” katanya.
Sementara Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengingatkan, dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, semua pranata harus dijalankan berdasarkan tata pemerintahan yang baik, serta sesuai dengan fungsi dan ruang lingkupnya. TNI, misalnya, memiliki ruang lingkup sebagai kekuatan inti pertahanan negara. Kemudian, Polri memiliki peran penting di dalam tertib hukum dan keamanan masyarakat. Demikian pula sukarelawan memiliki peran yang berbeda.
Untuk fungsi perekrutan dan pengaderan kepemimpinan, lanjut Hasto, merupakan peran partai politik. Sebagaimana pengalaman PDI-P, parpol juga membuka diri terhadap putra-putri bangsa yang menempuh jalur politik. Hal itu ditunjukkan lewat seleksi calon anggota legislatif, kepala daerah, dan juga pengurus partai di mana partai terus meningkatkan kualitas perekrutan, pendidikan politik, dan kaderisasi kepemimpinan.
”Hal inilah yang berlaku dalam praktik demokrasi saat ini. Ketika fungsi-fungsi tersebut dicampuradukkan, dan konstitusi telah mengatur bahwa pencalonan pasangan capres dan cawapres dilakukan oleh partai politik atau gabungan parpol, apa yang akan dilakukan oleh para sukarelawan tersebut, pada akhirnya hanya akan mendorong kontestasi dini, tetapi pada akhirnya akan terbentur pada mekanisme,” kata Hasto.
Fokus persoalan bangsa
Apabila sukarelawan memahami beratnya tantangan bangsa ke depan sebagaimana disampaikan oleh Presiden Jokowi, lanjut Hasto, seharusnya skala prioritas sukarelawan saat ini adalah bergerak ke bawah untuk membantu masyarakat. Apalagi, saat ini, pemerintah masih berjuang memulihkan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan mengatasi ketidakpastian global akibat pertarungan hegemoni yang tampak dengan perang Rusia-Ukraina dan ketegangan di Selat Taiwan.
”Skala prioritas ini penting agar pencapaian kinerja pemerintahan Presiden Jokowi- Ma'ruf Amin dapat maksimum,” ujar Hasto.
Karena itu, menurut Hasto, akan lebih baik jika sukarelawan Jokowi tersebut bergerak membangun optimisme rakyat untuk bangkit, serta menjaring berbagai gagasan untuk kemajuan Indonesia Raya. Hal ini nantinya justru dapat disampaikan kepada capres dan cawapres setelah mekanisme penetapan capres dan cawapres berjalan.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi saat ini, lanjut Hasto, apabila semua energi hanya dikerahkan untuk kontestasi yang terlalu dini, watak liberalisme politik akan jauh lebih menonjol. Hal tersebut justru akan menjadi energi negatif bagi pemerintahan Jokowi.
”PDI Perjuangan mengajak para sukarelawan untuk fokus dalam pembenahan berbagai persoalan bangsa, daripada ikut-ikutan memanaskan kehidupan politik. Kesemuanya akan lebih hebat, sekiranya Pemilu 2024 dijalankan dalam situasi ketika kehidupan perekonomian rakyat mencapai puncak prestasinya,” kata Hasto.