Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM, Zaenur Rohman, mengatakan, pendekatan TPPU seharusnya sudah menjadi standar penegakan hukum di KPK. Pendekatan ini sangat penting untuk mengejar aset dan menelusuri uang suap.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi diminta untuk menjerat bekas Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani H Maming, dengan pasal tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Pendekatan ini sangat penting untuk mengejar harta hasil kejahatannya serta menelusuri aliran uang suap tersebut.
Mardani Maming sempat menjadi buron Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, pada Kamis (28/7/2022) pagi, ia menyerahkan diri dan langsung ditahan KPK. Mardani diduga menerima suap Rp 104,3 miliar terkait izin usaha pertambangan (IUP) dalam kurun waktu 2014 hingga 2020.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (29/7/2022), mengatakan, pendekatan TPPU seharusnya sudah menjadi standar penegakan hukum di KPK, apalagi nilai korupsi Maming sangat besar. Dengan begitu, harta hasil kejahatannya bisa dikejar.
Kenapa harus TPPU? Karena patut diduga hartanya itu sudah dialirkan dan digunakan untuk berbagai kepentingan yang seakan-akan itu dari perolehan yang sah.
”Kenapa harus TPPU? Karena patut diduga hartanya itu sudah dialirkan dan digunakan untuk berbagai kepentingan yang seakan-akan itu dari perolehan yang sah,” ujar Zaenur.
Terlebih, dengan latar belakang Maming sebagai politisi, uang suap itu patut diduga pula digunakan untuk modal politiknya dalam kontestasi pemilihan kepala daerah atau justru mengalir ke partai politik. Karena itu, KPK tidak boleh hanya menjerat pelaku dengan pasal suap, tetapi harus sampai pada pasal TPPU.
Jadi, sangat penting melihat dengan pendekatan TPPU sehingga bisa diketahui aliran dananya secara jelas dan lengkap, suap berasal dari mana dan digunakan untuk apa.
”Jadi, sangat penting melihat dengan pendekatan TPPU sehingga bisa diketahui aliran dananya secara jelas dan lengkap, suap berasal dari mana dan digunakan untuk apa,” tutur Zaenur.
Menurut Zaenur, terungkapnya kasus Maming ini semakin menegaskan bahwa sektor sumber daya alam sangatlah rawan praktik korupsi. Sebab, perizinan sering kali ditukar dengan sejumlah uang oleh kepala daerah, baik untuk modal politik maupun untuk memperkaya diri sendiri.
Untuk itu, KPK perlu mengawasi lebih ketat daerah-daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam, seperti di Kalimantan. Tak hanya itu, KPK juga harus semakin intens mengawal dan mengevaluasi penyelenggaraan pelayanan perizinan di pemerintahan.
”Tanpa perubahan sistem, saya kira, tidak akan selesai korupsi-korupsi di bidang sumber daya alam seperti ini,” kata Zaenur.
Mengejar buron lain
Ketika Maming ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi buron, publik mulai mempertanyakan kinerja KPK dalam mengejar para tersangka yang sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Hingga saat ini, setidaknya masih ada lima tersangka lain yang masuk dalam DPO dan belum juga berhasil ditangkap KPK. Kelima buron tersebut adalah Bupati Mamberamo Tengah, Papua, Ricky Ham Pagawak; Harun Masiku; Surya Darmadi; Izil Azhar; dan Kirana Kotama.
Zaenur berpandangan, KPK memiliki pekerjaan rumah yang besar dalam mengejar para buron tersebut. Jangan sampai peristiwa kaburnya para buron itu dilatarbelakangi oleh adanya kebocoran informasi dari internal KPK sendiri atau ada kesengajaan memperlambat proses penahanan.
KPK memiliki pekerjaan rumah yang besar dalam mengejar para buron tersebut. Jangan sampai peristiwa kaburnya para buron itu dilatarbelakangi oleh adanya kebocoran informasi dari internal KPK sendiri atau ada kesengajaan memperlambat proses penahanan.
Ia pun meminta kepada Dewan Pengawas KPK untuk mengevaluasi kinerja KPK dalam mengejar para buron tersebut. Dengan begitu, apa yang menjadi penyebab dari banyaknya tersangka yang melarikan diri dapat terungkap.
Bekerja sama dengan Papua Niugini
Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, KPK berkomitmen untuk tetap mencari para tersangka yang berstatus DPO. Misalnya, untuk menangkap Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak, KPK sudah berkoordinasi dengan Polda Papua dan menurut rencana juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk proses ekstradisi. Ini dilakukan jika Ricky Ham memang melarikan diri ke Papua Niugini.
Tentu kami harus bekerja sama dengan aparat penegak hukum Papua Niugini supaya juga yang bersangkutan dideportasi atau kalau memang ditangkap oleh aparat penegak hukum di sana, bisa kami minta supaya dikembalikan ke Indonesia, supaya kami bisa proses secara hukum.
Kemudian, untuk Harun Masiku, KPK juga masih dalam proses mencarinya. Dalam proses pencarian tersebut, KPK bekerja sama dengan Interpol dan Polri. Hal ini dilakukan karena KPK memiliki keterbatasan sumber daya manusia dan keterbatasan informasi terkait keberadaan yang bersangkutan.
”Tentu dengan kerja sama Polri dan Interpol, (proses pencarian) itu akan menjadi lebih mudah, mulai dari informasi keberadaan yang bersangkutan, juga bisa dilacak. Kalau nanti posisi yang bersangkutan ada di mana dan sudah bisa dipastikan, pasti akan kami jemput,” ucap Alexander.
Berkaitan dengan desakan mengusut TPPU di kasus Maming, menurut Alexander, hal tersebut tergantung pada kecukupan alat bukti atau pengembangan di proses penyidikan. Ia tidak ingin berspekulasi terlalu jauh.
Ini semua, kan, berdasarkan nanti di penyidikan apakah ditemukan bukti terkait dengan tindak pidana TPPU-nya atau tidak.
”Ini semua, kan, berdasarkan nanti di penyidikan apakah ditemukan bukti terkait dengan tindak pidana TPPU-nya atau tidak,” tutur Alexander.
Begitu pula terkait aliran dana ke sejumlah pihak, termasuk ke parpol, Alexander juga tidak ingin berandai-andai. Tentu, lanjutnya, di dalam proses penyidikan, hal itu akan bisa berkembang.
”Apakah hanya Rp 104 miliar (uang suap yang diduga diterima Maming) misalnya, atau apakah ada pemberian dari pihak yang lain? Ya, itu nanti di penyidikan. Jadi, saya tidak bisa memastikan, semua bergantung pada bukti yang diperoleh pada tahap penyidikan,” kata Alexander.
Kemudian, terkait maraknya kasus korupsi di sektor perizinan pertambangan, KPK sependapat bahwa hal ini patut menjadi perhatian semua pihak. Untuk mencegah hal itu terulang kembali, kebijakan satu peta menjadi penting. Hal ini untuk memberikan kepastian bagi perusahan-perusahaan yang ingin mendapatkan izin. Di samping itu, pemerintah juga bisa memastikan kira-kira wilayah mana yang memang diperuntukkan untuk ditambang dan mana yang tidak diperbolehkan.
”Tentu saja, bukan di hutan lindung. Kalau di hutan lindung, kan, sudah pasti tidak akan terbit izinnya. Biasanya di daerah-daeerah yang kaya akan sumber daya alamnya, hal-hal seperti ini betul-betul dimanfaatkan oleh beberapa kepala daerah. Dan, beberapa kepala daerah, kan, sudah kami tindak karena dalam proses pemberian perizinan itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ucap Alexander.