Polri Didesak Sampaikan Hasil Otopsi Pertama Jenazah Brigadir J
Polri diharapkan tak menunggu hasil otopsi ulang untuk mengungkap bukti-bukti lain terkait penyebab kematian Brigadir J. Dengan demikian, kepastian hukum dan keadilan terkait kasus itu dapat lebih cepat ditegakkan.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat sipil mendesak Kepolisian Negara RI agar tidak menunggu hasil otopsi ulang untuk mengungkap bukti-bukti lain terkait penyebab kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Salah satunya dengan membuka hasil otopsi pertama yang telah dilakukan terhadap jenazah Nofriansyah.
Dengan tidak menunggu hasil otopsi ulang untuk pengungkapkan kasus kematian Brigadir J, kepastian hukum di masyarakat dapat diwujudkan dan keadilan bagi keluarga Brigadir J dapat ditegakkan.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, yang dihubungi dari Jakarta, Jumat (29/7/2022), mengatakan, alasan tidak harus menunggu hasil otopsi ulang karena hasil otopsi ulang merupakan bukti pelengkap yang dapat memperkuat fakta penyebab kematian Nofriansyah.
Terlepas dari itu, tambah Bambang, Polri sudah memiliki fakta yang menjadi pijakan awal tentang penyebab kematian Nofriansyah, yakni hasil otopsi awal yang telah dilakukan dokter forensik di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I RS Sukanto, Jakarta, pada hari kematiannya, yakni Jumat (8/7/2022). Namun, hingga hari ke-22 pascakejadian, polisi belum pernah mengungkapnya ke publik. Padahal, pengungkapan fakta itu bisa jadi salah satu jalan untuk mengakhiri spekulasi yang beredar di masyarakat sekaligus membuktikan kerja Polri yang profesional.
Kerja polisi profesional itu menyajikan fakta-fakta berdasarkan bukti-bukti untuk diajukan ke pengadilan, bukan motif, opini, atau asumsi-asumsi.
”Kerja polisi profesional itu menyajikan fakta-fakta berdasarkan bukti-bukti untuk diajukan ke pengadilan, bukan motif, opini, atau asumsi-asumsi,” ujar Bambang.
Ia menambahkan, kematian Nofriansyah adalah fakta yang tidak bisa dibantah. Oleh karena itu, Polri semestinya mendahulukan pengungkapannya ketimbang hal-hal yang masih bersifat dugaan. Jika polisi justru fokus pada dugaan, daftar kejanggalan sejak kematian Nofriansyah terkuak akan semakin banyak. ”Spekulasi akan terus berkembang, asumsi-asumsi akan semakin liar bila Polri tidak segera menyajikan fakta-fakta dan bukti-bukti,” ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu, yang menjadi bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan, mengatakan, beragam spekulasi dan kejanggalan yang berujung pertanyaan bagi publik dan keluarga Nofriansyah perlu dijawab secara transparan dan akuntabel oleh tim khusus yang dibentuk Kapolri. Kerja tim khusus akan menjadi perhatian serius masyarakat sehingga pengawasan publik menjadi elemen penting dalam penuntasan kasus.
Spekulasi akan terus berkembang, asumsi-asumsi akan semakin liar bila Polri tidak segera menyajikan fakta-fakta dan bukti-bukti.
”Lebih dari itu, lembaga pengawasan eksternal, seperti Kompolnas dan Komnas HAM, juga perlu melakukan pengawasan yang efektif terhadap kasus ini. Lembaga-lembaga eksternal itu perlu bekerja secara profesional, dan menjaga jarak dalam melakukan pengawasan demi terciptanya pengawasan yang independen dan akuntabel,” kata Erasmus.
Memasuki hari ke-22 pascainsiden penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri nonaktif Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo, pengusutan perkara tersebut belum tuntas. Belum ada penjelasan dari kepolisian tentang bukti-bukti yang bisa menggambarkan fakta penyebab kematian Nofriansyah.
Kronologi dan penyebab kematian yang disampaikan Polri pun diragukan keluarga Nofriansyah. Melalui tim pengacara, mereka melaporkan dugaan pembunuhan berencana ke Bareskrim Polri serta mengajukan permohonan otopsi ulang.
Merespons pengajuan itu, tim khusus Polri bersama dengan tujuh dokter forensik dari Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) telah melakukan ekshumasi dan otopsi ulang jenazah. Meski jenazah sudah mulai membusuk, tim dokter menemukan sejumlah luka. Namun, untuk memastikan kapan luka terjadi, diperlukan pemeriksaan mikroskopis. Diperkirakan hasilnya baru keluar dalam waktu 4-6 minggu ke depan.
Hasil otopsi
Alih-alih dari tim khusus Polri, fakta mengenai penyebab kematian yang disebutkan dalam otopsi awal justru mulai terkuak dari penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM. Pada Senin (25/7/2022), Komnas HAM meminta keterangan dari tim dokter forensik RS Bhayangkara Tingkat I RS Sukanto tentang kondisi jenazah Nofriansyah sebelum dan sesudah otopsi, serta meminta penjelasan tentang hasil otopsi pertama.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, Sabtu, mengatakan, berdasarkan hasil otopsi yang dijelaskan dokter forensik, kematian Nofriansyah disebabkan oleh tembakan. Akan tetapi, fakta itu akan diuji kembali berdasarkan hasil otopsi ulang. ”Menurut dokter forensik, (kematian) akibat tembakan di kepala dan dada,” ujarnya.
Ia pun membenarkan bahwa berdasarkan foto-foto jenazah sebelum diotopsi yang diperlihatkan dokter forensik, tidak ada indikasi adanya luka selain luka tembak. Akan tetapi, hal itu belum bisa menjadi kesimpulan karena semua pihak masih harus tetap menunggu hasil otopsi kedua.