Laporan polisi tentang dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Josua Hutabarat telah naik ke penyidikan. Penyidik telah menemukan unsur pidana dalam perkara itu.
JAKARTA,KOMPAS - Sehari setelah Presiden Joko Widodo meminta kasus Brigadir J atau Nofriansyah Josua Hutabarat diusut tuntas, penyidik Polri menaikkan status kasus dugaan pembunuhan berencana anggota kepolisian itu dari penyelidikan ke penyidikan. Dengan kata lain, penyidik telah menemukan unsur pidana dalam perkara tersebut.
”Jadi, status laporan dari pihak pengacara keluarga Brigadir J dari penyelidikan sekarang naik ke penyidikan. Ini menunjukkan timsus (tim khusus bentukan Kapolri) bekerja boleh dikatakan sangat cepat, tetapi tetap dengan kaidah-kaidah pembuktian secara ilmiah,” ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, di Jakarta, Jumat (22/7/2022). Dengan naiknya status ke penyidikan, penyidik telah menemukan adanya unsur pidana dalam perkara itu. Namun, Dedi tak menyebutkan siapa tersangkanya.
Pada Senin (18/7), kuasa hukum dari keluarga Nofriansyah melaporkan dugaan pembunuhan berencana, pembunuhan, dan penganiayaan Nofriansyah ke Bareskrim Polri. Sejumlah alat bukti disertakan, seperti foto yang menunjukkan luka dan lebam di beberapa bagian tubuh korban yang disebut sebagai bekas penganiayaan. Mereka menduga korban dibunuh lebih dari satu orang dan terencana.
Sebelum ini, Nofriansyah disebut Polri tewas dalam insiden saling tembak dengan Bhayangkara Dua E di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (nonaktif) Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Jumat (8/7). Baku tembak dipicu tindakan Nofriansyah yang melakukan pelecehan terhadap istri Ferdy, Putri, di kamar Ferdy.
Dalam kasus ini, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo tidak hanya menonaktifkan Ferdy dari jabatannya, tetapi juga Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Brigjen (Pol) Hendra Kurniawan dan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto.
Mengenai otopsi ulang jenazah Nofriansyah seperti diminta kuasa hukum keluarga korban, Dedi mengatakan, hal itu akan dilaksanakan sesegera mungkin. Ini penting untuk menghindari kerusakan pada jenazah yang justru mempersulit otopsi. Proses otopsi ulang akan dilaksanakan di Jambi, tempat jenazah Nofriansyah dimakamkan.
Menurut Dedi, hingga kini, ada tujuh ahli forensik yang akan dilibatkan, di antaranya ahli dari Perhimpunan Kedokteran Forensik Indonesia. Selain itu, Polri menugaskan beberapa dokter forensik. Polri pun terbuka pada kemungkinan pelibatan ahli forensik dari TNI.
Terkait hal ini, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menyatakan kesiapan tim dokter TNI membantu jika diminta. Ia bahkan akan memilih sendiri tim dokter dengan melihat pada pengalaman dan kemampuan serta memastikan tak ada intervensi dari siapa pun. Namun, hingga kini, Andika belum menerima permintaan pelibatan itu, baik dari pihak keluarga korban maupun dari Polri.
“Tapi yakinlah saya siap membantu. Kami punya rumah sakit yang cukup bagus, rumah sakit tingkat A kita ada tiga, kemudian rumah sakit yang lebih di bawah kelasnya juga banyak tersebar. Jadi, saya, TNI siap membantu dan kita pasti hadirkan dokter-dokter maupun semua perangkat medis yang diperlukan yang terbaik," kata Andika.
Telepon Nofriansyah
Selain rencana otopsi ulang, Dedi menyampaikan, penyidik telah mengamankan dua telepon seluler milik Nofriansyah. Penyidik juga sudah menyita rekaman kamera pemantau (CCTV) saat Nofriansyah mengawal Ferdy dan Putri ke Magelang, Jateng. Kedua barang bukti diperiksa di Pusat Laboratorium Forensik Polri.
Pada Jumat (22/7), penyidikan berlanjut di Jambi dengan meminta keterangan keluarga Nofriansyah di Markas Polda Jambi. Penyidik Tindak Pidana Utama Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Agus Suharnoko, mengatakan, tim penyidik beranggotakan delapan orang meminta keterangan pihak keluarga sejak Jumat pagi. Hingga pukul 19.30, pemeriksaan belum selesai. Keluarga didampingi tim pengacara yang diketuai Kamarudin Simanjuntak.
Namun, Agus belum dapat memaparkan hasil pemeriksaan. ”Masih proses. Nanti kalau sudah selesai,” katanya.
Pelaku mengaku
Kamarudin mengatakan, pihaknya telah menyampaikan puluhan foto dan video yang disebutnya sebagai bukti kuat. Selain foto luka dan memar, ia menyampaikan perihal kondisi kaki korban yang membengkok. Hal itu diperkuat dengan foto-foto dan video.
Menurut dia, status kasus dinaikkan ke penyidikan karena bukti-buktinya cukup. Bahkan, ia menyebut sudah ada orang yang mengaku sebagai pelaku. ”Namun, ini masih dirahasiakan untuk kepentingan penyidikan,” ujarnya.Secara terpisah, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia M Choirul Anam mengatakan, pihaknya berencana untuk bertemu dan meminta keterangan dari dokter forensik Polri yang melakukan otopsi terhadap jenazah Nofriansyah. Rencana tersebut merupakan tindak lanjut dari temuan tim Komnas HAM.
Sejauh ini, kata Choirul, pihaknya telah memperoleh berbagai bahan, termasuk foto-foto kondisi jenazah Nofriansyah dari keluarganya di Jambi. Bahan-bahan tersebut telah didalami, termasuk didiskusikan dengan dokter forensik independen. Diskusi itu dilakukan untuk melihat jenis luka yang ada di tubuh jenazah, apakah itu merupakan luka akibat tembakan, sayatan, atau lainnya.
“Tim sudah memiliki catatan-catatan signifikan yang menunjukkan luka ini akibat apa, karakternya apa, constraint waktu luka itu kapan terjadi dan kira-kira luka itu diakibatkan apa. Itu kami sudah punya catatan yang lumayan dalam,” kata Choirul.
Namun demikian, Choirul belum bisa memberikan kesimpulan atas hasil pendalaman tersebut. Sebab, catatan yang didapatkan Komnas HAM tersebut nantinya akan dilengkapi dengan proses permintaan keterangan dari dokter forensik Polri yang sebelumnya telah mengotopsi jenazah Nofriansyah.
Terkait dengan rencana permintaan keterangan tersebut, Dedi mengatakan, dokter forensik Polri akan menghadiri undangan dari Komnas HAM. Dalam kegiatan itu, dokter forensik dari Polri akan menyampaikan hasil otopsi. Dedi juga menyebutkan bahwa kegiatan itu akan didampingi juga oleh ahli forensik dari Perhimpunan Kedokteran Forensik Indonesia, termasuk kemungkinan hadirnya pengacara jika Komnas HAM mengundangnya.
“Agar betul-betul hasil otopsi ini clear dan mengurangi stigma-stigma yangberedar di masyarakat, spekulasi-spekulasi yang beredar di masyarakat tentang adanya kekerasan,luka luka akibat benda-benda lain,” kata Dedi.