KSP: Daya Tahan Ekonomi Indonesia Tidak Lepas dari Penerapan Jurus Gas dan Rem
Presiden Jokowi sangat konsisten jaga keseimbangan antara aspek kesehatan dan ekonomi dalam penanganan Covid-19 dengan pendekatan kebijakan ”gas dan rem”. Kebijakan ini sempat dapat banyak kritik, tetapi akhirnya diakui.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketahanan ekonomi Indonesia menghadapi kondisi ekonomi global yang makin menantang dengan inflasi tinggi serta kenaikan harga pangan dan energi telah teruji dan diakui oleh dunia internasional. Keberhasilan Indonesia menjaga daya tahan ekonomi pada masa pandemi Covid-19 dan ketidakpastian global ini dinilai tidak terlepas dari jurus ”gas dan rem” yang diterapkan oleh Presiden Joko Widodo.
”Sekarang terbukti bahwa strategi ’gas dan rem’ Presiden Jokowi hasilnya sangat baik. Tidak hanya pada penanganan pandemi, tapi juga pemulihan ekonominya,” kata Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Edy Priyono, di Gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Selama menangani pandemi, pemerintah terus menyeimbangkan penanganan kesehatan dengan pemulihan ekonomi nasional. Berulang kali Presiden Jokowi juga sempat menyebut tentang upaya melakukan strategi ”gas dan rem”. Ketika Covid-19 tinggi, dilakukan pengetatan dengan berbagai hal. Ketika Covid-19 mulai mereda, aktivitas ekonomi mulai dilonggarkan.
Sekarang terbukti bahwa strategi ”gas dan rem” Presiden Jokowi hasilnya sangat baik. Tidak hanya pada penanganan pandemi, tapi juga pemulihan ekonominya.
Menurut Edy, Presiden Jokowi sangat konsisten menjaga keseimbangan antara aspek kesehatan dan ekonomi dalam penanganan Covid-19 dengan pendekatan kebijakan ”gas dan rem”. Kebijakan ini sempat mendapat banyak kritik di awal. Namun, strategi tersebut dinilai telah berhasil membawa ekonomi Indonesia pulih dan tumbuh.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I tahun 2022 adalah 5,01 persen (year on year). Menurut Edy, pemerintah juga sangat konsisten dalam mengendalikan inflasi. Meski per Juni 2022 angka inflasi relatif tinggi daripada biasanya, yakni mencapai 4,35 persen (year on year), jika dibandingkan dengan banyak negara lain angka tersebut relatif sangat baik.
Delegasi Dana Moneter Internasional (IMF) yang terdiri dari Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Krishna Srinivasan, dan Representatif Senior IMF untuk Indonesia James Walsh juga menyebut bahwa Indonesia dalam situasi yang lebih baik pada saat bertemu Presiden Jokowi pada Minggu (17/7/2022), di Istana Kepresidenan Bogor.
Saat memberikan keterangan seusai mendampingi Presiden Jokowi bertemu delegasi IMF, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa IMF menilai perekonomian Indonesia dalam kondisi baik dari beberapa sisi seperti kinerja ekonomi, sisi pertumbuhan, sisi neraca pembayaran yang mengalami surplus perdagangan selama 26 bulan berturut-turut, dan sisi inflasi yang berada di bawah 5 persen.
”Paling penting yaitu sinkronisasi dan kerja sama kebijakan moneter fiskal dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan untuk bisa menjaga tetap bekerja secara harmonis karena ini akan membantu menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia,” ucap Sri Mulyani.
Seusai bertemu delegasi IMF, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa dalam pertemuan tersebut Presiden Jokowi menyampaikan sejumlah hal kepada IMF mengenai situasi perekonomian di Indonesia. Ekonomi Indonesia relatif sedang baik di mana inflasi sekitar 4,2 persen dan pertumbuhan 5,01 persen.
Kemudian juga dalam situasi lain Indonesia, ekonomi dibandingkan dengan negara lain kita punya debt to GDP ratio sekitar 42 persen, beberapa negara itu mencapai 100 persen. Kemudian, defisit masih sekitar 4 persen dan current account 0,5 persen dan balance of trade kita 26 bulan positif terus, dan Indonesia punya foreign reserve sebesar 135 miliar dollar AS.
”Kemudian juga dalam situasi lain Indonesia, ekonomi dibandingkan dengan negara lain kita punya debt to GDP ratio sekitar 42 persen, beberapa negara itu mencapai 100 persen. Kemudian, defisit masih sekitar 4 persen dan current account 0,5 persen dan balance of trade kita 26 bulan positif terus, dan Indonesia punya foreign reserve sebesar 135 miliar dollar AS,” ujar Menko Perekonomian.
Pengendalian inflasi
Airlangga menjelaskan bahwa situasi perekonomian di Indonesia relatif baik dengan potensi resesi lebih kecil jika dibandingkan dengan negara lain, yaitu sekitar 3 persen. Meski demikian, pemerintah berharap IMF akan terus mendukung dan memberikan narasi positif terhadap perekonomian Indonesia, terutama dalam menghadapi krisis global.
Pengendalian inflasi dilakukan dari dua sisi, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Bank Indonesia (BI) yang berwenang dalam kebijakan moneter sampai saat ini masih mempertahankan suku bunga acuan. Namun, di sisi lain, BI menaikkan giro wajib minimum (GWM) agar jumlah uang beredar tidak terlalu besar sehingga inflasi lebih terkendali.
”Kita sangat mengkhawatirkan dengan kondisi inflasi yang naik di sejumlah negara. Tingkat suku bunga akan masuk rezim baru, yaitu kenaikan tingkat suku bunga global dan tentu sangat memengaruhi terhadap investasi yang sangat dibutuhkan oleh Indonesia,” ucap Airlangga.
Menurut Edy, pengendalian inflasi dilakukan dari dua sisi, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Bank Indonesia (BI) yang berwenang dalam kebijakan moneter sampai saat ini masih mempertahankan suku bunga acuan. Namun, di sisi lain, BI menaikkan giro wajib minimum (GWM) agar jumlah uang beredar tidak terlalu besar sehingga inflasi lebih terkendali.
Sementara dari sisi fiskal, Edy menambahkan bahwa pemerintah berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan harga pangan dan energi di tengah gejolak pasar global. Caranya, dengan menambah anggaran subsidi dan kompensasi untuk energi, baik BBM, listrik, maupun elpiji.
Kenaikan harga BBM dan gas bersubsidi akan bisa memicu kenaikan harga berbagai barang dan jasa yang berimplikasi pada angka inflasi yang lebih tinggi lagi. ”Pemerintah juga konsisten melaksanakan program perlindungan sosial untuk menjaga daya beli kelompok kurang mampu di tengah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa,” ucapnya.
Pada kesempatan itu, Edy menegaskan, pemerintah juga berusaha keras untuk menurunkan angka pengangguran, baik melalui pertumbuhan ekonomi atau melaksanakan berbagai pelatihan untuk memberikan bekal kepada calon pekerja.
Sejauh ini, ujar dia, pertumbuhan ekonomi berhasil menurunkan angka pengangguran dari 6,49 persen per Agustus 2021 menjadi 5,83 persen per Februari 2022. ”Memang belum sepenuhnya kembali ke kondisi sebelum pandemi, yakni 5,28 persen per Agustus 2019,” ucapnya. (WKM)