Jimpitan, Gotong Royong dan Pancasila
Gerakan sukarelawanan tumbuh menjamur pada masa pandemi. Sudah banyak penelitian soal gerakan kesukarelawan sosial di Indonesia. Gerakan kesukarelawan itu jadi modal sosial bangsa ini. Indonesia sebagai bangsa dermawan.
Duta Besar Darmansjah Djumala pernah
bertugas di sejumlah negara antara lain Tokyo, Geneva, New York, dan Belgia. Dalam seminar tentang Pancasila,
Darmansjah menuturkan observasinya
di sejumlah negara dan disandingkannya dengan Indonesia. “Pada saat pandemi Covid memuncak di Indonesia muncul gerakan rakyat membantu sesama. Menaruh makanan di pagar rumah agar bisa bisa
diambil siapa saja.
Hal itu tak ditemukan di belahan negara lain,” tutur Darmansjah dalam seminar yang diadakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
Seorang mantan menteri di Kabinet Presiden Jokowi beberapa kali memamerkan aktivitas sosialnya di Instagram untuk berbagai kepada sama. Tentunya tidak ada pamrih apapun saat mantan menteri itu berbagi. Tentunya juga bukan dengan harapan dirinya atau anaknya dipilih menjadi bupati atau calon legislatif. Seorang pengusaha muda sedang menggalang dukungan agar pengusaha bisa ikut berkontribusi mengatasi beban yang dialami usaha kecil. Para pengusaha sedang memikirkan bagaimana satu persen profit pengusaha bisa digunakan untuk memperkuat ekosistem pengusaha dan usaha kecil.
Gerakan membantu sesama itu muncul di sejumlah tempat. Saya ikut di sebuah grup WhatsApp Sonjo. Grup itu “dikomandani” Rimawan Pradiptyo, Ketua Fakultas Ekonomi Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada Kamis 14 Juli 2022, pukul 09.41. Rimawan menulis pengumuman di grup WhatsApp Sonjo. “Nuwun sewu Bapak/Ibu, menika proposal vaksinasi jimpitan booster sejumlah 1.350 dosis. Biaya Rp 5.208.000 juta. Monggo bapak-ibu donatur yang berkenan membantu,” tulisnya dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Sembilan menit kemudian, pukul 09.50, Rimawan menutup lelang vaksin booster. “Jangkep Bapak/ibu lelang kita tutup nggih.” Ada lima donatur, perusahaan dan invididu yang berdema untuk percepatan vaksin booster di Kelurahan Semin, Bantul. Hanya dalam sembilan menit dana urunan atau dana jimpitan untuk vaksinasi booster terkumpul. Singkat dan tanpa birokrasi. Transparan. Gerakan itu mulai dijalankan sejak pandemi.
Saya lama mengikuti gerakan voluntarisme Grup Sonjo. Pertanggungjawabannya terang berderang. Semua pengeluaran dalam ratusan rupiah dilaporkan dalam grup. Gerakan ini sejak pandemi terus menggalang solidaritas sosial membantu sesama. Gerakan itu meliputi vaksinasi, penyiapan makanan untuk sesama, penyiapan shelter untuk orang korban Covid-19, bahkan sampai pemakaman. Semuanya gratis.
Baca Juga: Mendorong Etika Kedermawanan
Saya ngobrol dengan Rimawan soal inisiatifnya bersama dokter Puskesmas Bambanglipuro Tarcicius Glory. Ia membayangkan satu saat bercerita kepada cucunya bahwa pada sebuah massa pernah ada pandemi di Indonesia. Lalu, cucunya bertanya, lalu apa yang eyang lakukan. “Cerita mobilisasi bantuan melalui Sonjo untuk sesama bisa dipakai bahan cerita kepada cucu-cucunya kelak,” tuturnya.
“Cerita mobilisasi bantuan melalui Sonjo untuk sesama bisa dipakai bahan cerita kepada cucu-cucunya kelak”
Sejak pandemi menerpa, Sonjo telah mengumpulkan dana Rp 1,366 miliar dan melakukan vaksinasi 428.115 dosis. Biaya penyelenggaraan vaksinasi Rp 6.300 per dosis. Dana itu sepenuhnya dana masyarakat. Tentunya di luar biaya vaksin.
Gerakan sukarelawanan tumbuh menjamur pada masa pandemi. Sudah banyak penelitian soal gerakan kesukarelawan sosial di Indonesia. Gerakan kesukarelawan itu menjadi modal sosial bangsa ini. Indonesia sebagai bangsa dermawan diakui lembaga internasional. Laporan World Giving Index 2021 menempatkan Indonesia di peringkat pertama dengan skor 69 persen dari 59 persen pada tahun 2018. The World Giving Index (WGO) adalah laporan tahunan yang diterbitkan Charity Aid Fondation (CAF). Dalam laporan tahun 2021, Indonesia menempati dua peringkat teratas dari tiga katagori yang menjadi ukuran WGI yakni menyumbang pada orang lain yang tidak dikenal dan menyumbang uang dan kegiatan kerelawanan. “Hasil penelitian CAF menunjukkan lebih delapan dari sepuluh orang Indonesia menyumbangkan uang pada tahun ini, sementara tingkat kerelawanan di Indonesia tiga kali lipat lebih besar dari rata-rata tingkat kerelawanan dunia,” tulis laporan itu.
"Kedermawanan ditopang oleh nilai-nilai religius, nilai gotong royong yang jadi kekuatan Indonesia serta peran tokoh lokal. Darmansjah menyebutkan, nilai gotong rotong itu sudah tertanam dalam diri kita sehingga kita sendiri tidak sadar bahwa yang kita lakukan adalah nilai Pancasila"
Kedermawanan ditopang oleh nilai-nilai religius, nilai gotong royong yang jadi kekuatan Indonesia serta peran tokoh lokal. Darmansjah menyebutkan, nilai gotong rotong itu sudah tertanam dalam diri kita sehingga kita sendiri tidak sadar bahwa yang kita lakukan adalah nilai Pancasila.
Baca Juga: Mengelola Kedermawanan Kita
Narasi atau menarasikan sebuah bangsa, menarasikan sebuah cita-cita, menarasikan Pancasila boleh jadi masih menjadi masalah bagi bangsa ini. Survei yang dilakukan SMRC dan dipresentasikan Prof Saiful Mujani di Ende, 1 Juni 2022, menyebutkan 95,4 persen publik nasional tahu mengenai Pancasila. Dari keseluruhan yang mengetahui hanya ada 64,6 persen warga yang dapat menyebutkan dengan benar semua sila. Ada 10,2 persen yang benar menyebutkan empat sila, 5,1 persen yang benar menyebutkan tiga sila, 3,9 persen yang sebutkan dua dan satu sila, dan 12,3 persen tak bisa menyebutkan dengan benar satupun sila.
Saya mencermati kolom komentar di Youtube saat Seminar Pancasila yang menyebutkan, “Pancasila bukan untuk diseminarkan tetapi untuk diamalkan.” Saya setuju. Pancasila pernah dibawakan Presiden Sukarno 30 September 1960 dalam Sidang Umum PBB bertema “To build the word a new” (membangun dunia kembali) dengan menawarkan Pancasila sebagai etika global.
Solidaritas sosial di akar rumput berupa gotong royong adalah implementasi Pancasila. Namun, pada sisi lain, korupsi kian memperlebar kesenjangan sosial, kian menjauhkan perwujudan sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Korupsi, kolusi, dan nepotisme, sikap anti demokrasi, kerakusan adalah lawan Pancasila. Terhadap lawan Pancasila, menurut Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Andi Wijayanto, dalam seminar Pancasila harus dilawan bersama-sama. Solidaritas dan kohesi sosial itu perlu dirawat untuk menemani bangsa dalam situasi "menekan" seperti saat ini.