Keterangan Polri Masih Sisakan Pertanyaan
Kronologi peristiwa baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri masih menyisakan pertanyaan. Tugas berat untuk mengungkap kasus itu agar terang benderang.
JAKARTA, KOMPAS — Kronologi kasus baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri yang diungkapkan kepolisian sempat berubah. Hal ini memunculkan kejanggalan dalam pengungkapan kasus tersebut.
Kisah meninggalnya Brigadir J disuarakan pihak keluarga yang berada di Jambi. Kemudian, pada Senin (11/7/2022), Mabes Polri pun mengonfirmasi hal itu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers, Senin (14/7/2022) siang, membenarkan terjadinya peristiwa meninggalnya Brigadir J karena baku tembak dengan Bharada E. Saat itu, Ahmad menyebut peristiwa itu terjadi di rumah dinas salah satu pejabat Polri di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
”Saat itu, Saudara Brigadir J berada atau memasuki rumah salah satu pejabat Polri di rumah Dinas Duren Tiga. Kemudian ada anggota lain, atas nama Bharada E, yang menegur (Brigadir J). Pada saat itu, yang bersangkutan mengacungkan senjata, kemudian melakukan penembakan. Bharada E menghindar dan membalas tembakan terhadap Brigadir J. Akibat penembakan yang dilakukan Bharada E, Brigadir J meninggal dunia,” tutur Ahmad.
Beberapa jam kemudian, dalam konferensi pers, Ahmad menuturkan, peristiwa itu terjadi karena Brigadir J memasuki kamar pribadi Ferdy Sambo. Saat itu, istri Ferdy Sambo disebut tengah berada di dalam kamar. Kemudian, Brigadir J dikatakan melakukan pelecehan serta penodongan senjata api ke kepala istri Ferdy Sambo.
Baca Juga: Pengusutan Kasus Tewasnya Brigadir J, Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo Sebaiknya Dinonaktifkan Dulu
Akibatnya, istri Kadiv Propam berteriak. Teriakan itu didengar Bharada E yang berada di lantai dua, sementara Brigadir J panik dan keluar kamar. Ketika Bharada E menanyakan ada apa, Brigadir J justru menjawabnya dengan tembakan.
Terjadilah saling tembak dan kemudian berakibat Brigadir J meninggal.
”Terjadilah saling tembak dan kemudian berakibat Brigadir J meninggal,” kata Ahmad.
Namun, Ahmad menegaskan, tidak ada perbedaan kronologi yang disampaikannya. Terkait dengan adanya perbedaan tentang awal mula peristiwa dengan keterangan pers beberapa jam berikutnya, menurut Ahmad, hal itu bukan kronologi yang berbeda, melainkan sebuah updatedari peristiwa itu. Menurut dia, penjelasannya yang kedua mengenai kronologi peristiwa itu merupakan penjelasan yang lebih detail dari sebelumnya.
”Intinya, penjelasan saya siang hari itu membenarkan adanya peristiwa dengan waktu dan tempat yang sama, yang mengakibatkan Brigadir J meninggal. Yang berbeda itu isu liar,” kata Ahmad dalam jumpa pers, Rabu (13/7/2022).
Dalam keterangan pers oleh Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan sehari berikutnya, Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto mengatakan, dari hasil pemeriksaan, Brigadir J masuk ke kamar pribadi yang di dalamnya terdapat istri Kadiv Propam dan melakukan pelecehan.
Kemudian, sang istri berteriak meminta tolong. Saksi RE yang berada di lantai dua turun bersama saksi K. Ketika baru separuh menuruni anak tangga, RE bertanya kepada J yang justru dijawab dengan tembakan.
Intinya, penjelasan saya siang hari itu membenarkan adanya peristiwa dengan waktu dan tempat yang sama, yang mengakibatkan Brigadir J meninggal. Yang berbeda itu isu liar.
Dari hasil olah tempat terjadinya perkara, Brigadir J melepaskan tujuh tembakan, tetapi sama sekali tidak mengenai Bharada E. Adapun Bharada E melepaskan lima tembakan.
Namun, peristiwa itu juga masih menyisakan pertanyaan. Sebab, menurut Budhi, kamera pemantau (CCTV) di dalam rumah dinas Ferdy Sambo disebut sudah rusak sejak dua minggu lalu sehingga CCTV di rumah pribadi tidak bisa dijadikan alat bukti.
Sementara, dalam kesempatan yang berbeda, Ketua RT 005 RW001 yang juga pensiunan Polri, Seno Sukarto, mengatakan, ada pihak luar yang mengganti dekoder kamera pemantau yang diletakkan di sekitar kompleks, Sabtu (9/7/2022). Di kompleks itu, pihak RT menaruh delapan CCTV yang sepengetahuannya aktif. Tindakan penggantian itu dilaporkan pihak satpam dua hari kemudian.
Logika yang tidak sama
Adanya kejanggalan dari kronologi peristiwa yang disampaikan Pori tersebut juga dilihat oleh pengajar hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan. Terlebih, beberapa fakta yang kemudian muncul semakin menimbulkan pertanyaan. Meski, kata Agustinus, terkadang sebuah kejahatan memiliki logika yang tidak sama dengan logika umum.
Satu hal yang menjadi pertanyaan dasar, kata Agustinus, adalah motif Brigadir J masuk ke kamar pribadi Ferdy Sambo. Menurut dia, hal itu hanya mungkin ketika Brigadir J berada dalam pengaruh tertentu, semisal pengaruh obat. Sebab, tindakan itu sama sekali tidak lazim di kalangan masyarakat biasa, apalagi dalam disiplin Polri.
Mulai dari penjelasan kepada publik yang terpaut tiga hari dari kejadian, kemudian adanya penjelasan polisi yang berubah, juga soal dekoder CCTV yang diganti, juga CCTV di rumah dinas yang mati, itu seperti rentetan yang terlalu kebetulan.
Di sisi lain, menurut Agustinus, berdasarkan keterangan Polri, Bharada E yang menembak Brigadir J karena melakukan pembelaan memang bisa dibenarkan. Namun, hal yang patut dipertanyakan adalah penembakan sebanyak lima kali itu merupakan pembelaan yang berlebihan. Sebab, jika memang bermaksud membela diri, satu tembakan saja mestinya sudah cukup untuk menghentikan perlawanan.
Baca Juga: Kapolri Bentuk Tim Khusus Usut Kasus Polisi Tembak Polisi
Fakta bahwa dekoder CCTV lingkungan yang diambil dan diganti oleh polisi, hal itu juga menimbulkan kecurigaan. Sebab, tindakan itu merupakan upaya untuk menutup-nutupi fakta.
”Mulai dari penjelasan kepada publik yang terpaut tiga hari dari kejadian, kemudian adanya penjelasan polisi yang berubah, juga soal dekoder CCTV yang diganti, juga CCTV di rumah dinas yang mati, itu seperti rentetan yang terlalu kebetulan,” ujar Agustinus.
Meski demikian, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Yusuf Warsyim, mengatakan, terhadap berbagai isu tersebut, Kapolri telah membentuk tim khusus internal Polri. Tim tersebut dinilai merupakan respons Kapolri atas berbagai masukan dan isu yang menjadi pertanyaan publik. Terlebih, proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Kepolisian Resor Jakarta Selatan mendapat asistensi dari Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri.
”Saya sendiri tetap berpegang kepada apa yang telah dirilis oleh Polri. Tentu ini yang harus didalami. Adapun tim khusus yang dibentuk tadi mendalami dan melengkapi hal-hal yang janggal,” kata Yusuf.
Hal janggal yang dimaksud adalah terkait matinya CCTV di rumah dinas, digantinya dekoder CCTV lingkungan, hingga dugaan ancaman pembunuhan dan pelecehan seksual. Terkait hal itu, kata Yusuf, Kompolnas pasti akan mengawal agar pertanyaan dan kejanggalan itu terungkap.