Ibadah Haji dan Berkurban Memperkuat Semangat Kebersamaan
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin menjalankan salat Idul Adha 1443 Hijriyah di Masjid Istiqlal Jakarta. Dalam khotbah di Istiqlal, Mohammad Nuh mengingatkan nilai-nilai yang terkandung dalam Idul Adha.
JAKARTA, KOMPAS — Nilai-nilai ibadah haji dan keteladanan Nabi Ibrahim AS dalam konteks Idul Adha adalah inspirasi umat Islam untuk terus memperkuat kebersamaan, semangat gotong royong, serta memperbanyak kebaikan. Tak hanya itu, kesempatan yang dimiliki untuk beribadah bersama adalah nikmat yang perlu selalu disyukuri.
Hal ini disampaikan Ketua Badan Wakaf Indonesia Pusat Mohammad Nuh dalam kotbah Idul Adha 1443 Hijriyah dengan tema ”Semangat Gotong Royong Perkuat Sendi Kebinekaan”, di Masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (10/7/2022).
Nuh mengingatkan, ibadah haji seperti yang ditunaikan umat Islam saat ini adalah simbolisasi perjalanan menuju Allah SWT dengan unsur kebinekaan yang bukan hanya dalam satu bangsa negara, melainkan lintas bangsa dan negara. Pada prosesi ibadah haji tak dikenal perbedaan berdasar unsur primordial, yang ada hanya hamba dan tamu Allah. Ibadah haji jadi titik temu beragam etnik, suku bangsa, profesi, dan status sosial.
Ibadah haji juga digambarkan sebagai ibadah yang penuh pergerakan yang sangat dinamis dalam dimensi ruang dan waktu. Pergerakan ini bukan hanya dilakukan sendiri, tetapi bersama-sama. Interaksi antarjamaah terjadi. ”Semangat saling membantu-kolaborasi-sinergi dan ego sentris sering kali berbenturan dalam prosesi haji tersebut dan itulah fakta dan realitas kehidupan,” tutur Nuh.
Baca Juga: Presiden Jokowi Akan Shalat Idul Adha 1443 H di Masjid Istiqlal
Dia memperbandingkan kompetisi-lomba dan kolaborasi-sinergi. Dalam berlomba, seseorang harus mengalahkan yang lain. Untuk itu, indeks daya saing menjadi penting. Adapun dalam kolaborasi-sinergi, untuk menjadi yang terbaik, tidak harus dengan mengalahkan yang lain, tetapi kemenangan bisa dicapai bersama-sama. Karenanya, manfaat sukses akan dirasakan bersama.
”Itulah esensi kolaborasi-sinergi (mu'awwana) dalam meraih kemenangan dan kesuksesan. Esensi kekitaan lebih dominan dibanding keakuan. Nahnu-isme lebih dominan dibanding ana-isme,” tutur Nuh lagi.
Kekuatan dari kebersamaan ini sangat besar. Nuh mencontohkan, shalat berjemaah memiliki nilai lebih besar dibanding shalat sendirian. Mendahulukan kepentingan umum, dibandingkan kepentingan diri sendiri, juga termasuk kemuliaan dan pengorban. Ini semua tecermin dalam budaya gotong royong Indonesia yang dirumuskan pendiri Bangsa dan Negara Indonesia.
”Proses lahirnya NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 tidak lain adalah hasil dari semangat persamaan dan kekitaan. Bukan semangat perbedaan dan keakuan,” tambah Nuh.
Karena itu, penerus Bangsa Indonesia kini perlu merawat semangat tersebut baik dalam persaudaraan sesama ciptaan Allah (ukhuwah basyariyah), sesama warga bangsa (ukhuwah wathaniyah), dan sesama umat Islam (ukhuwah Islamiyah).
Kisah kepatuhan Nabi Ismail AS terhadap Nabi Ibrahim AS juga sepatutnya menjadi teladan. Kepatuhan anak kepada orangtua serupa dengan kesejatian pemimpin, kepemimpinan, serta kesejatian pengikut dan kepatuhannya.
”Leadership dan followership ibarat gula dan rasa manis atau garam dan rasa asin. Kualitas umat (bangsa) sangat ditentukan oleh kualitas masing-masing. Dari umat itulah nantinya muncul pemimpin umat (bangsa). Pemimpin yang berkualitas akan mampu membentuk umat yang berkualitas,” tutur Nuh.
Baca Juga: Menebar Jiwa Berkorban
Dari teladan semangat dan kebaikan yang muncul dalam ibadah haji dan Idul Adha, umat Islam bisa terus memperbanyak kebaikan. Hal ini menjadi penting sebagai wujud syukur atas beragam nikmat yang diperoleh manusia.
Menebar kebaikan
Salat Idul Adha di Masjid Istiqlal, Minggu (10/7) dipimpin Salim Ghazali. Di masjid ini, Presiden Joko Widodo dan Nyonya Iriana menunaikan salat Idul Adha. Presiden yang mengenakan sarung tenun berwarna merah bata dan hitam serta jas abu-abu duduk di samping Imam Besar Masjid Istiqlal sekaligus Ketua Harian Badan Pengelola Masjid Istiqlal Nasaruddin Imam. Di samping kanan Presiden, duduk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Selain itu, tampak hadir di Masjid Istiqlal antara lain Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, serta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.
Baca Juga: Idul Adha untuk Kemaslahatan Bangsa
Seusai shalat, Presiden Jokowi yang didampingi Nyonya Iriana memberikan kurban kepada Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar secara resmi. Presiden juga menyampaikan pesan supaya Idul Adha menjadi momen untuk menebar kebaikan dan kebahagiaan sebanyak-banyaknya.
”Idul Adha kita maknai sebagai sebuah ketauhidan, sebuah aktivitas yang menebar kebaikan sebanyak-banyaknya untuk sesama, menebar rasa bahagia sebanyak-banyaknya pada kanan kiri kita. Bukan hanya berkurban dalam menyembelih hewan kurban, tetapi makna yang tadi saya sampaikan adalah hal yang lebih penting untuk bisa kita lakukan,” katanya.
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono sebelumnya menyebutkan tahun ini, Presiden Jokowi menyerahkan hewan kurban di Masjid Istiqlal berupa seekor sapi berjenis Simental dengan bobot 1,2 ton. Selain di Masjid Istiqlal, Presiden juga memberikan bantuan kemasyarakatan berupa hewan kurban di 34 provinsi.
”Seperti tahun sebelumnya, di Istiqlal Bapak Presiden menyerahkan seekor sapi. Per provinsi satu (sapi), beratnya kurang lebih kita harapkan minimal 800 kilogram sampai satu ton,” tutur Heru.
Di Masjid Istiqlal, Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang sedang menunaikan ibadah haji juga menyerahkan kurban. Sapi berjenis Simental dengan bobot satu ton diserahkan kepada panitia kurban Masjid Istiqlal Jakarta. ”Sapi diperoleh dari peternakan di Bogor, Jawa Barat, untuk diserahkan kepada panitia kurban Masjid Istiqlal,” tutur Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Wakil Presiden Purwono Prihantoro.
Pada Idul Adha kali ini, Wapres menyerahkan hewan kurban berupa 18 ekor sapi dan tujuh ekor kambing. Berat sapi kurban dari Wapres Amin antara 780 kilogram sampai satu ton.
Dalam ucapan Selamat Idul Adha kepada umat Islam, Wapres Amin mengatakan, menyembelih hewan kurban merupakan pelaksanaan tuntunan agama. Ini adalah wujud kepatuhan dan ketaatan kepada Allah SWT. Selain itu, berkurban juga mengandung dampak sosial yang positif karena dagingnya dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan,
”Kurban dapat menjadi bukti kepekaan sosial bagi kita untuk berbagi dan peduli kepada sesama apalagi pascapandemi seperti sekarang ini,” tuturnya.
Dalam Idul Adha 1443 Hijriyah ini, perolehan hewan kurban di Masjid Istiqlal sebanyak 32 ekor sapi dan 16 ekor kambing. Nasaruddin menjelaskan, semua sapi dan kambing kurban sudah dites beberapa kali untuk memastikan sehat dan bebas penyakit kuku dan mulut.
”Kurban yang kita sembelih di sini hanya sebatas untuk karyawan seperti cleaningservice dan security. Nanti hewan-hewan kurban itu akan kami salurkan ke masjid-masjid yang sudah didata dan paling tepat untuk diberikan. Jadi, di sini tidak ada pembagian, tetapi kami berikan ke masjid yang memang pantas mendapatkannya,” tutur Nasaruddin.
Kebanggaan
Shalat berjemaah sebagai ibadah Idul Adha ini juga menjadi saat pertama kali bagi Presiden Jokowi melihat rupa Masjid Istiqlal setelah direnovasi. Presiden, menurut Nasaruddin, sangat gembira karena masjid dikelola sangat profesional dan bisa menjadi kebanggaan semua.
Bank Dunia juga, lanjut Nasaruddin, memberi penghargaan pada pengelolaan Masjid Istiqlal yang ramah lingkungan dan sangat hijau. Sejauh ini, 38 persen energi bisa dihemat karena penggunaan panel surya di bagian menara masjid. Selain itu, air wudu tak terbuang sedikit pun. Sebab, air diolah untuk menyiram tanaman serta untuk keperluan lainnya.
Di sisi lain, dalam beberapa kali tes, Masjid Istiqlal dinilai bebas virus Covid-19. Untuk menjaga kebersihan masjid, pengelola masjid tak lupa menyemprotkan desinfektan setelah ada ibadah massal.
Kendati sudah beroperasi secara penuh, ketika ibadah Idul Adha Minggu (10/7/2022), pembatasan tetap dilakukan. Karena itu, untuk mengendalikan umat yang hadir, pembukaan pintu untuk ibadah dibatasi. ”Di sini kapasitas sekitar 210.000. Tadi, dilaporkan (jemaah) sekitar 100.000-an,” tambah Nasaruddin.
Selain itu, banyak pemindai suhu badan otomatis ditempatkan di lokasi-lokasi strategis. Pembatasan ini dilakukan supaya umat tak terlalu berkerumun, terutama saat keluar dan masuk serta saat mengambil alas kaki. Namun, tak ayal, saat masuk dan melalui pintu keamanan (security door), antrean dan kerumunan tetap terjadi.